Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
urutan ke-4 dari segi jumlah populasi dunia.<br />
Dari 100 kekuatan ekonomi terbesar di<br />
dunia, 51 di antaranya korporasi dan sisanya<br />
adalah negara. Dengan kekuatan ekonomi<br />
semacam ini korporasi memiliki kekuasaan<br />
untuk mengontrol berbagai kebijakan di berbagai<br />
negara demi maksimalisasi keuntungan<br />
(profit) yang merupakan tujuan utama<br />
mereka.<br />
Korporasi multinasional (Multinational<br />
Corporation, MNC) 2 merupakan korporasi<br />
yang memiliki operasi di dua negara atau<br />
lebih. MNC memainkan peran yang sangat<br />
besar dalam globalisasi yang mengusung<br />
ideologi neoliberalisme 3 . Dengan jangkauan<br />
pengaruh dan kapital yang sangat besar,<br />
MNC memiliki keunggulan untuk berinvestasi<br />
di manapun di belahan bumi. Hal ini mengakibatkan<br />
persaingan di antara negaranegara<br />
untuk dapat mengundang MNC berinvestasi<br />
di negara-negara tersebut. Negaranegara<br />
menawarkan berbagai keunggulan<br />
kompetitif (competitive advantages) seperti<br />
pengurangan pajak, asistensi teknis, penyiapan<br />
infrastruktur, serta standar lingkungan dan<br />
buruh yang rendah.<br />
Ideologi neoliberalisme secara sistematis<br />
diejawantahkan oleh tiga anak kandungnya,<br />
yaitu WTO (World Trade Organization),<br />
Bank Dunia (World Bank dan bank-bank<br />
pembangunan multilateral lainnya, seperti<br />
ADB/Asian Development Bank, dll), serta IMF<br />
(International Monetary Fund). Ketiga anak<br />
kandung neo-liberalisme menjadi agen-agen<br />
yang memuluskan agenda korporasi melalui<br />
pemaksaan berbagai kebijakan dengan imbalan<br />
diberikannya “akses pasar” serta “bantuan<br />
teknis dan finansial” (seringkali dalam<br />
bentuk utang) kepada negara-negara penerima<br />
“bantuan”. Alih-alih menjadi sejahtera,<br />
rakyat di negara penerima “bantuan” harus<br />
terjebak dalam jeratan utang dan mengalami<br />
bentuk baru dari kolonialisme korporasi .4<br />
Lihatlah apa yang terjadi di Indonesia?<br />
Pada 1999 pemerintah Indonesia menandatangani<br />
paket utang dari Bank Dunia yang<br />
disebut WATSAL (Water Sector Structural<br />
Adjustment Loan) senilai US$ 300 juta.<br />
WATSAL salah satu dari empat paket program<br />
penyesuaian struktural (PRSAL II, SSNAL,<br />
dan Governace Reform Loan) sebagai imbalan<br />
dari pinjaman (utang) yang diberikan<br />
Bank Dunia dalam upaya menanggulangi<br />
krisis ekonomi dan moneter yang melanda<br />
Indonesia sejak 1997.<br />
Menurut Bank Dunia, restrukturisasi sektor<br />
air ini akan menghemat belanja negara<br />
dan mempercepat pemulihan makroekonomi<br />
Indonesia selepas krisis. Inefisiensi yang melekat<br />
pada pengelolaan sektor air diharapkan<br />
juga akan hilang. Selain itu Bank Dunia<br />
akan memberikan keleluasaan yang besar<br />
bagi investasi asing dalam memasuki pengelolaan<br />
di sektor air karena berbagai hambatan<br />
regulasi akan dihilangkan.<br />
Salah satu keluaran yang harus dihasilkan<br />
oleh pemerintah sebagai syarat pencairan<br />
utang adalah adanya suatu Undangundang<br />
Sumberdaya Air (UU SDA) sebagai<br />
pengganti UU No.11/1974 tentang Pengair-<br />
an. Walaupun judulnya adalah “Sumberdaya<br />
Air”, namun dari segi substansi sebenarnya<br />
UU SDA ini tidak jauh bergerak dari<br />
sektor pengairan dan pengelolaan Daerah<br />
Aliran Sungai (DAS).<br />
Sejak Oktober 2001, DPR telah sibuk<br />
membahas RUU SDA. Proses ini jauh dari<br />
pengawasan publik dan hanya melibatkan<br />
pemerintah sebagai satu-satunya narasumber<br />
dan mitra dalam pembahasannya. Sebagaimana<br />
diungkapkan sebelumnya RUU ini disusun<br />
sebagai satu syarat pencairan utang dari<br />
Bank Dunia, sehingga kerangka yang dibangun<br />
juga akan menyesuaikan dengan kerangka<br />
Bank Dunia yaitu promosi liberalisasi<br />
sektor publik. Beberapa hal yang menjadi<br />
ciri liberalisasi sektor air di antaranya<br />
adalah:<br />
KUASA KORPORASI MENGUAT<br />
Perubahan mendasar yang terdapat<br />
dalam UU SDA bila dibandingkan dengan<br />
UU NO.11/1974 adalah dibedakannya hak<br />
guna air menjadi dua kategori, yaitu hak<br />
guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak<br />
guna pakai air adalah hak penggunaan air<br />
untuk kebutuhan pokok sehari-hari atau nonkomersial,<br />
sementara hak guna usaha air<br />
adalah hak untuk mengusahakan air bagi<br />
tujuan-tujuan komersial. Hal ini secara eksplisit<br />
telah menempatkan air sebagai barang<br />
komoditi yang dapat diperjualbelikan.<br />
Selain itu dalam UU SDA juga diperke- Lopulalan<br />
nalkan sistem kemitraan antara pihak penge- Henry<br />
lola sumberdaya air (dalam hal ini pemerin- Foto:<br />
MENJADI ENVIROMENTALIS ITU GAMPANG! 222 KORPORASI DAN LINGKUNGAN HIDUP 223