You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
“Jika kita dapat<br />
menaklukan angkasa<br />
luar, seharusnya kita<br />
dapat menaklukan<br />
kelaparan<br />
anak-anak.”<br />
Buzz Aldrin<br />
Astronot AS<br />
WALHI<br />
Anak-anak lapar mencari serangga<br />
Dok.<br />
untuk dimakan, Sudan Foto:<br />
WILLIAM Godwin dan Antoine<br />
de Condorcet adalah pemikir<br />
optimistik pada jamannya.<br />
Mereka cenderung mengabai-<br />
kan kemungkinan adanya ancaman kelaparan<br />
akibat kurang pangan. Tapi, itu mengganggu<br />
tidur Thomas Robert Malthus. Maka<br />
pada 1798, Malthus dalam tulisannya Essay<br />
on Population berteori, bahwa pertumbuhan<br />
penduduk itu berpola deret ukur, sedangkan<br />
pertumbuhan pangan itu berpola deret<br />
hitung. Karena itu, bakal ada suatu titik: jumlah<br />
penduduk dunia lebih besar dari pasokan<br />
pangan. Dan, kelaparan menjadi sebuah<br />
keniscayaan.<br />
Perang Dunia II (1939-1945) menebar<br />
teror. Orang-orang hidup penuh ketakutan.<br />
Ketika perang usai, orang cenderung hidup<br />
damai di rumah. Hasilnya adalah ledakan<br />
penduduk yang amat dahsyat.<br />
Memasuki abad 20, ramalan Malthus<br />
cenderung menjadi kenyataan. Amerika Latin,<br />
Afrika, dan Asia menjadi sentra-sentra<br />
kasus kelaparan dan kekurangan gizi, meski<br />
mata pencaharian pokok penduduk di wilayah<br />
tersebut adalah pertanian, yang antara<br />
lain menghasilkan pangan. Ketika itu, sementara<br />
seseorang menghisap sebatang rokok,<br />
maka di suatu tempat lain telah terjadi<br />
100 kematian akibat kelaparan.<br />
Dan kematian bukan menjadi akhir<br />
penderitaan. Kelaparan telah memilin suatu<br />
lingkaran setan menjadi lebih kejam. Kemiskinan<br />
menciptakan kelaparan, kelaparan<br />
membentuk manusia yang kurang produktif;<br />
Anak kekurangan gizi, Indonesia<br />
karena itu akan tercipta masyarakat yang<br />
lebih miskin, dan demikian menjadi lebih<br />
lapar.<br />
Pada awal 1970-an telah dilakukan<br />
suatu studi di barak-barak pengungsi yang<br />
menyebar dari Guetemala sampai India, dari<br />
Meksiko sampai Palestina. Studi terhadap<br />
500 anak yang cenderung kekurangan gizi<br />
menunjukkan, bahwa 62% anak memiliki IQ<br />
di bawah 80. Sementara itu, studi terhadap<br />
500 anak normal kelas menengah menunjukkan,<br />
hanya 1% anak yang memiliki IQ di<br />
bawah 80. Jika dikaitkan dengan kenyataan<br />
kurang gizi yang dialami banyak negara, maka<br />
magnitut dampaknya amat masif. Anakanak<br />
di bawah usia lima tahun di banyak<br />
negara pada tahun 2000-an telah mengalami<br />
kekurangan gizi, misalnya Afganistan<br />
(25%), Somalia (17%), Kamboja (15%), Laos<br />
(15%), Madagaskar (14%), Nigeria (14%),<br />
PANGAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 101<br />
Foto: Dok. WALHI