12.05.2013 Views

qkmhN

qkmhN

qkmhN

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Anak kekurangan gizi<br />

di dekat sawah penuh<br />

tanaman padi,<br />

Bangladesh<br />

“Tidak ada<br />

kesalahan<br />

yang lebih<br />

besar<br />

daripada<br />

berdiam diri<br />

di saat kita<br />

mampu<br />

melakukan<br />

sesuatu,<br />

meski kecil.”<br />

Edith Wharton<br />

Novelis pemenang Pulitzer<br />

Foto: Dok.WALHI<br />

Srilangka (14%), dan Burkina Faso (13%).<br />

Anak-anak Indonesia juga mengalaminya,<br />

meski tidak pernah ada data yang transparan.<br />

Pemerintah Indonesia tidak pernah<br />

punya kecerdasan pre-emptive. Alih-alih melakukan<br />

tindakan penggalangan partisipasi<br />

masyarakat secara masif sebagai respons<br />

kasus kelaparan di banyak daerah; Pemerintah<br />

Indonesia malah menyampaikan fatwa<br />

“tidak ada kelaparan, yang ada hanya kasus<br />

gizi buruk”, meski seorang anak di Tangerang<br />

harus makan tanah liat untuk mengatasi<br />

rasa laparnya.<br />

Kenyataan kelaparan sempat “menggelisahkan”<br />

dunia. Maka pada November<br />

1977 telah diselenggarakan suatu World<br />

Food Conference. Temanya, World Hunger:<br />

Causes and Remedies. Konferensi itu terbilang<br />

“sukses”, karena berhasil menelurkan<br />

kesepakatan internasional dan segugus<br />

solusi.<br />

Kelompok kritis justru mengecam konferensi<br />

tersebut. Dikatakannya bahwa solusi<br />

yang ditawarkan dalam konferensi amat berbobot<br />

teknologi. Lebih menekankan pada<br />

sisi produksi ketimbang soal distribusi pangan<br />

yang lebih berkeadilan.<br />

Lebih jauh dikatakannya, bahwa konferensi<br />

telah menjadi “pasar induk” untuk memasarkan<br />

teknologi pertanian yang menciptakan<br />

ketergantungan. Negara industri telah<br />

menjadikan sentra kelaparan sebagai pasar<br />

pangan dan produk industrinya melalui<br />

transaksi-transaksi yang hegemonik.<br />

Kecaman kelompok ini bukan tidak ber-<br />

alasan. Karena mantan Sekretaris Bidang<br />

Pertanian Amerika Serikat ketika itu pernah<br />

berkata: “Jangan pernah ragu untuk membicarakan<br />

soal pangan sebagai ‘senjata’<br />

dan sebagai ‘alat’ yang dahsyat dalam perangkat<br />

negosiasi”. Bahkan CIA pernah berbisik<br />

rahasia, bahwa kelebihan cadangan<br />

pangan Amerika akan menjadikan “Washington...memiliki<br />

kekuatan virtual atas hidup<br />

dan matinya pihak-pihak yang membutuhkan<br />

pangan.” Kemudian terbukti, bahwa<br />

pangan telah digunakan sebagai alat<br />

untuk menumpuk keuntungan, alat kontrol<br />

politik dan ekonomi, dan menjadi penjamin<br />

yang efektif untuk menjalankan dominasi atas<br />

sebagian besar dunia.<br />

Fakta<br />

Para pemimpin 186 negara<br />

pada World Food Summit 1996<br />

bersepakat akan mengurangi<br />

separuh angka kelaparan dunia<br />

pada 2015. Ini berarti<br />

diperlukan pengurangan 20<br />

juta orang miskin per tahun.<br />

Padahal, sejak pertemuan 1996<br />

itu, angka orang miskin di<br />

dunia hanya berkurang 8 juta<br />

orang.<br />

PANGAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 103

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!