12.05.2013 Views

qkmhN

qkmhN

qkmhN

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Henry Lopulalan<br />

JARGON pembangunan ekonomi<br />

konvensional yang kerap didengungkan,<br />

antara lain “pasar itu baik” dan<br />

tas, jika nasib negara bangsa Indonesia diserahkan<br />

bulat-bulat pada pasar, apa yang<br />

akan terjadi? Jawabannya: negara bangsa<br />

ini akan ambruk, seperti rumah kardus diterpa<br />

angin puting beliung. Argumennya bisa<br />

dilacak pada konsep sewa tanah (land-rent),<br />

yang melekat dalam paham ekonomi konvensional.<br />

Setiap sektor ekonomi memiliki kemampuan<br />

yang berbeda untuk membayar nilai<br />

sewa tanah pada ruang tertentu. Perniagaan<br />

merupakan sektor ekonomi yang mampu<br />

membayar sewa tanah paling tinggi. Karena<br />

itu, sektor inilah yang mampu hadir di tengah<br />

perkotaan. Sedangkan sektor lainnya akan<br />

bergeser menjauhi pusat kota. Jika diurutkan<br />

sektor ekonomi berdasarkan kemampuan<br />

membayar sewa tanah, dimulai dari yang<br />

paling kuat, maka akan diperoleh urutan<br />

sebagai berikut: perniagaan, perkantoran,<br />

industri, perumahan, pertanian intensif,<br />

pertanian ekstensif, dan kehutanan.<br />

Seseorang yang menanam kangkung<br />

dalam sebidang tanah di pusat kota, pasti<br />

akan dibilang gila. Karena secara obyektif,<br />

dia berkesempatan untuk memperoleh hasil<br />

yang lebih tinggi jika menyewakan tanah<br />

“PASAR ITU BAIK”<br />

“intervensi pemerintah itu buruk”. Lan-<br />

“Masyarakat modern<br />

tidak akan<br />

menemukan solusi<br />

atas problem<br />

ekologi, jika tidak<br />

melihat secara<br />

serius gaya hidup<br />

mereka.<br />

Paus Johanes Paulus II<br />

Pemimpin Gereja Katolik<br />

tersebut untuk kegiatan lain seperti pertokoan<br />

atau perkantoran. Bahkan permukiman elit<br />

di tengah kota pun, seperti di lingkungan<br />

Menteng dan Kebayoran Baru di Jakarta<br />

atau komplek Dago di Bandung, tidak<br />

mampu menangkal alih fungsi ruang dari<br />

permukiman menjadi ruang niaga.<br />

Fenomena itu dapat dilacak pada sejarah<br />

pertumbuhan kota mana pun di Indonesia,<br />

dari kota-kota metropolitan sampai dengan<br />

kota-kota kecil.<br />

Dalam konsep tersebut, tidak ada<br />

fungsi ruang yang permanen. Sektor yang<br />

KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 143

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!