20.07.2013 Views

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

untuk menyampaikan data itu. Besok paginya, terbitlah berita<br />

di berbagai media yang bunyinya: "Presiden Melantik<br />

Narapidana". Sehari setelah berita itu terbit, semua orang di<br />

<strong>IPDN</strong> marah kepada saya.<br />

Saya diadili pada sebuah rapat senat, yang di sana juga<br />

ada Menteri Dalam Negeri: Muhammad Ma'ruf. Saya ditanya,<br />

"Mengapa Anda berlaku seperti itu? Menjelek-jelekan<br />

almameter Anda." Lalu, saya katakan bahwa saya tidak bermaksud<br />

menjelek-jelekkan <strong>IPDN</strong>. Saya tidak mengada-ada.<br />

"Silakan cek ke Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan<br />

Mahakamah Agung," kata saya.<br />

Setelah mereka mengecek, maka pada malam hari itu,<br />

suasana menjadi tegang sekali. Rupanya kesepuluh praja<br />

yang diwisuda itu harus masuk penjara. Malam itu juga, nama<br />

kesepuluh praja itu dicoret, dan dibuatlah ralat bahwa<br />

mereka tidak jadi lulus. Apa artinya? Artinya, kalau saya tidak<br />

bertindak seperti itu (melapor ke Presiden), para pembunuh<br />

itu diluluskan oleh STPDN (sekarang <strong>IPDN</strong>).<br />

Jadi, ketika Dr. I Nyoman Sumaryadi, Rektor <strong>IPDN</strong>,<br />

mengatakan bahwa Presiden tidak setuju sepuluh praja itu<br />

diluluskan, itu karena saya melapor ke Bapak Presiden. Artinya,<br />

saya menyelamatkan Presiden dalam kewibawaan sebagai<br />

kepala negara. Menurut saya, kita tidak boleh tertutup<br />

dalam kasus terbunuhnya seorang calon pamong yang ter-<br />

2<br />

bunuh pada 3 September 2003 (Wahyu Hidayat). Kasus itu<br />

tidak boleh dianggap hilang begitu saja hanya karena sudah<br />

berlalu bertahun-tahun lalu.<br />

Konsekuensi dari laporan saya itu, semua orang marah<br />

kepada saya. "Pak <strong>Inu</strong> tidak kasihan kepada murid. Tidak<br />

kasihan kepada orang tua murid yang sudah bersiap-siap untuk<br />

menyambut kelulusan anaknya." Saya heran, mengapa<br />

harus melindungi seorang narapidana? Sementara, ketika<br />

jenazah Wahyu Hidayat keluar gerbang <strong>IPDN</strong> (waktu itu<br />

STPDN) diiringi raungan ambulans, Ketua dan Kepala Biro<br />

Kepegawaian asyik bermain golf sambil tertawa-tawa. Jadi,<br />

di mana keadilan jika kasus Wahyu Hidayat dilupakan saja,<br />

kemudian para pembunuhnya bisa berlaku seenaknya?<br />

Kasus Itu Terulang Kembali<br />

Pada tanggal 3 April 2007, pagi-pagi sekali, murid saya,<br />

seorang muda praja, melapor kepada saya lewat SMS, "Pak<br />

<strong>Inu</strong>, tadi malam, seorang praja dibunuh. Tolong Pak <strong>Inu</strong><br />

bongkar. Kami merasa pilu semua. Berita yang beredar adalah,<br />

jangan sampai Pak <strong>Inu</strong> <strong>Kencana</strong> tahu."<br />

Setelah itu, kabar yang berembus adalah, malam sebelumnya,<br />

2 April, ada seorang praja yang tidak kuat saat pelatihan<br />

Pataka. Dia sakit liver. Lalu, para muda praja berkomentar,<br />

"Terjadi lagi satu kebohongan. Itu liver dadakan."<br />

3

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!