20.07.2013 Views

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Hari upacara itu begitu meriah, diperingati di seluruh<br />

Indonesia. Saya sudah berpakaian rapi. Tekad saya, ia harus<br />

melihat saya dari sebelah kiri karena di pipi kanan saya<br />

tumbuh jerawat abadi sebesar jagung yang belum sempat<br />

dioperasi. Saya mencarinya sepanjang kumpulan anak-anak<br />

yang menggerek bendara merah putih. Tidak ada!<br />

Ketika sirine berbunyi kencang, bendera dengan pengawalan<br />

ketat pasukan kehormatan tiba. Astaga, rupanya wanita<br />

belia itu yang membawa bendera dari rumah bupati. Ia<br />

berpakaian putih-putih, memakai peci hitam, dan di balik<br />

bajunya terselip syal merah putih. Roknya selutut. Sempat<br />

saya lihat betisnya yang indah dengan sepatu tinggi yang<br />

serasi. Tidak satu pun yang berani melarang saya, humas pemda<br />

yang sibuk ini, memotret. Bukankah juga mereka tidak<br />

tahu maksud saya? Mulai dari laporan sampai dengan bendera<br />

dikibarkan, kamera saya berkilauan memburunya. Adegan<br />

lain mungkin tidak sebanyak jepretan untuknya.<br />

Persangkaan saya benar. Sebulan kemudian, serombongan<br />

anak SMA memburu saya meminta foto Indah. Tentu saja<br />

tidak mudah saya berikan sebelum saya berkenalan dulu dengannya.<br />

Foto ini adalah modal pertama saya. Modal kedua adalah<br />

mengunjungi rumahnya untuk mengantar foto gratis ini<br />

karena saya bukan juru foto komersial. Kebetulan, adik kandungnya<br />

adalah anggota Teater Pringgandani Jr. yang saya<br />

58<br />

pimpin. Jadi, alasannya semakin tepat. Selain itu juga, adik<br />

bungsunya yang nomor tujuh bersedia kalau saya mengajar<br />

membuatkan pekerjaan rumah. Semakin tepat alasannya.<br />

Saya membiasakan malam Minggu bertandang ke rumahnya.<br />

Rutin dan mungkin menyebalkan bagi orang lain. Ini<br />

berlangsung dua tahun sampai dia lulus SMA. la ternyata berniat<br />

masuk APDN, seperti saya, di Jayapura.<br />

Tentu sebuah kegagalan kalau ia sampai masuk APDN<br />

atau perguruan tinggi mana saja karena hal itu berarti meninggalkan<br />

saya di Merauke. Ya, saat itu, di Kota Merauke<br />

tidak ada satu pun perguruan tinggi dan akademi.<br />

Saya mencoba membuatkan surat lamaran agar ia dapat<br />

bekerja di kantor-kantor pemerintah. Saya adalah bujang lapuk<br />

yang bekerja di kantor pemerintah dan sudah terbiasa<br />

dengan pengetikan dan surat lamaran. Jasa saya disambut<br />

baik ibu dan bapaknya. Pertanyaannya, setelah itu, saya harus<br />

menggunakan pintu jasa apalagi? Beranikah saya menyampaikan<br />

apa yang saya inginkan?<br />

Setiap datang, saya memakai sepatu tinggi agar pendek<br />

tubuh saya tidak kentara. Nantilah, kalau sudah terpaksa,<br />

mau diapakan lagi! Sepatu itu saya tutup dengan celana lebar<br />

yang modelnya masih berlaku hingga sepuluh tahun yang<br />

lalu. Seharusnya, anak perempuan normal sudah barang tentu<br />

mengerti kalau ada anak lelaki yang berlebihan baiknya pasti<br />

59

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!