20.07.2013 Views

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

Inu_Kencana_Safiie_-_IPDN_Undercover - Jogjabelajar.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

dan Waty yang berjualan bensin. Teater saingan kami waktu<br />

itu bernama Teater Cendrawasih.<br />

Waktu mendapat tawaran Bupati Merauke untuk menjelaskan<br />

kepada masyarakat pedalaman Irian Jaya bahwa<br />

gerhana matahari tahun 1982 tidak boleh ditatap, saya menyetujuinya.<br />

Waktu itu, kota yang dilewati adalah Yogyakarta,<br />

Ujungpandang, dan Merauke pedalaman. Pesawat khusus<br />

dicarter untuk saya dari Obaa menuju Asmat setelah dari Merauke<br />

kami berangkat bersama-sama.<br />

Semula, saya merasa sunyi setelah berpisah dengan teman-teman<br />

petugas. Perjalanan bisa menghabiskan waktu<br />

satu bulan. Saya pikir, ini adalah pengalaman berharga bagi<br />

saya, apalagi Asmat terkenal dengan seni pahat dan dramanya.<br />

Saya pun berangkat.<br />

Asmat memiliki lapangan udara yang terpisah dari kotanya<br />

karena perkampungan Asmat sendiri tidak dapat didarati<br />

pesawat. Bayangkan, seluruh kecamatan ini digenangi air laut<br />

sehingga penduduknya hidup di atas perahu atau rumah<br />

yang ditancap di atas laut. Mereka mandi dari air hujan yang<br />

ditampung berdrum-drum jumlahnya.<br />

Karena pilotnya tidak terikat pada agenda kerja yang padat,<br />

dia mengajak saya melihat matahari yang akan sangat<br />

menggemparkan itu. Kami berkeliling-keliling ke udara dan<br />

baru kemudian mengantarkan saya ke Asmat.<br />

54<br />

Jangan membayangkan Bandar Udara Ewer seperti<br />

Cengkareng atau Kemayoran. Lapangan Udara ini hanya<br />

mempunyai kantor persis gubuk yang diisi orang kalau ada<br />

pesawat datang. Antara Asmat yang beribukota Agats dan<br />

Ewer dibatasi oleh dua buah sungai besar yang bertemu di<br />

muara Laut Arafuru. Oleh karena itu, putaran arusnya besar<br />

dan banyak menelan korban orang yang naik perahu pada<br />

waktu gelombang hendak pasang.<br />

Jadij karena melihat waktu maghrib sudah hampir tiba,<br />

para penjemput saya yang datang dengan tiga perahu terpaksa<br />

pulang agar tidak bertemu dengan gelombang pasang. Pilot<br />

yang mengantarkan saya pun tanpa sengaja meninggalkan<br />

saya sendiri di Ewer. Tidak ada penduduk yang tinggal di<br />

Bandar Udara Ewer. Yang ada hanyalah bekas kuburan tentara<br />

Jepang yang menjadi korban Perang Dunia Kedua. Inilah<br />

untuk kali kedua saya seorang diri di hutan tanpa manusia<br />

setelah beberapa bulan sebelumnya pernah berjalan kaki<br />

antara Mindiptanah ke Waropko.<br />

Malam itu, lampu senter saya nyalakan hanya sebentar-sebentar<br />

karena khawatir tenaga batere mengecil. Tanpa nyala<br />

sama sekali, saya tidak mungkin berjalan. Selain itu, saya<br />

harus mengetahui apakah di sekitar saya ada ular atau tidak.<br />

Binatang buas lainnya di Irian Jaya tidak ada.<br />

Rasa sunyi seperti ini membuat saya menerawang membayangkan<br />

makhluk halus yang tidak mungkin datang. Saya<br />

55

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!