05.05.2015 Views

Kegagalan Leipzig Terulang di Jakarta - Elsam

Kegagalan Leipzig Terulang di Jakarta - Elsam

Kegagalan Leipzig Terulang di Jakarta - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

melakukan pelanggaran HAM yang berat ada bawahan dalam pengendalian yang<br />

efektif yang melakukan pelanggaran HAM berat. Jika tidak ada hubungan antara<br />

pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dengan para terdakwa secara organisasional<br />

maupun pengedalian secara efektif maka terdakwa tidak dapat <strong>di</strong>mintai pertanggung<br />

jawaban. Penafsiran yang demikian tidak melihat para terdakwa seagai pihak yang<br />

punya otoritas dan kewenangan tertentu untuk mencegah adanya pelanggaran HAM<br />

yang berat. 6<br />

Sedangkan pandangan yang kedua adalah putusan yang menafsirkan delik tanggung<br />

jawab komando yang juga berkenaan dengan adanya kegagalan bertindak atau<br />

kegagalan untuk melakukan langkah-langkah yang selayaknya. Dalam pandangan ini<br />

faktor posisi terdakwa dengan kewenangannya merupakan faktor penting dalam<br />

menentukan peranan terdakwa dalam peristiwa pelanggaran HAM yang berat yang<br />

terja<strong>di</strong>. Pandangan ini menjelaskan bahwa atasan tidak hanya bertanggung jawab<br />

terhadap tindak pidana yang <strong>di</strong>lakukan oleh bawahannya dalam pengendalian yang<br />

efektif tetapi juga tetap harus bertanggungjawab juga terhadap tindak pidana yang<br />

terja<strong>di</strong> akibat tidak <strong>di</strong>lakukannya pengendalian pasukan secara patut, artinya atasan<br />

gagal mengambil langkah-langkah yang <strong>di</strong>perlukan guna mencegah atau menghentikan<br />

terja<strong>di</strong>nya pelanggaran HAM yang berat yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> dalam wilayah kekuasaannya<br />

yang efektif. 7<br />

d. Tentang hukuman minimal<br />

Terhadap hukuman minimal <strong>di</strong>mana untuk kejahatan terhadap kemanusiaan berupa<br />

pembunuhan dan penganiayaan ini hukuman minimalnya adalah 10 tahun, hanya untuk<br />

terdakwa Euriko Guterres yang <strong>di</strong>jatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundangundangan.<br />

Para terdakwa lainnya yang <strong>di</strong>nyatakan bersalah dan harus bertanggung<br />

jawab <strong>di</strong>jatuhi pidana <strong>di</strong>bawah 10 tahun dan paling tinggi 5 tahun.<br />

Alasan mengenai hukuman <strong>di</strong>bawah minimal ini adalah secara umum merupakan<br />

alasan yang berkenaan dengan prinsip kea<strong>di</strong>lan. Para terdakwa yang <strong>di</strong>nyatakan<br />

bersalah ini meskipun bertanggung jawab terhadap terja<strong>di</strong>nya kejahatan terhadap<br />

kemanusiaan tetap para terdakwa ini bukan merupakan pihak yang dapat <strong>di</strong>mintai<br />

pertanggungjawaban secara sen<strong>di</strong>rian tetapi terdapat pihak lainnya yang juga harus<br />

bertanggung jawab. Disamping itu bahwa para terdakwa bukan merupakan pelaku<br />

langsung dan <strong>di</strong>nyatakan bersalah karena kelalaiannya dalam mengambil tindakan.<br />

Secara yuri<strong>di</strong>s, majelis hakim yang memutus bersalah dengan pidana <strong>di</strong>bawah 10<br />

tahun sesuai dengan peraturan adalah dengan alasan bahwa dalam praktek pera<strong>di</strong>lan<br />

internasional tidak ada ketentuan yang berkenaan dengan pidana minimal dan dalam<br />

Statuta Roma sen<strong>di</strong>ri yang merupakan landasan ber<strong>di</strong>rinya International Criminal<br />

6 Lihat putusan Herman Sedyono dkk dan putusan Asep Kuswani dkk. Dalam dua putusan ini pembuktian<br />

untuk pertanggungjawaban para terdakwa <strong>di</strong>mulai dengan menjawab pertanyaan mengenai adanya kejahatan<br />

terhadap kemanusiaan, siapa pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut dan apakah para terdakwa<br />

dapat <strong>di</strong>mintai pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat yang terja<strong>di</strong>. Dalam kesimpulannya<br />

menjelaskan bahwa memang terja<strong>di</strong> pelanggaran HAM yang berat dan pelakunya adalah milisi pro intergrasi<br />

yang tidak ada hubungan organisasional dengan para terdakwa sehingga terdakwa tidak mempunyai<br />

komando atau pengendalian yang efektif dan terdakwa tidak dapat <strong>di</strong>mintai pertanggungjawaban.<br />

7 Lihat putusan terhadap terdakwa Letkol. Soejarwo yang menjelaskan bahwa kendatipun pasukan yang<br />

berada <strong>di</strong> bawah pengendalian terdakwa bukan termasuk sebagai pelaku aktif tetapi pasukan terdakwa adalah<br />

sebagai pelaku pasif untuk mencegah. Menghentikan, mengendalikan pasukan untuk bertindak secara efektif<br />

dan patut padahal wewenang itu ada padanya.<br />

15

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!