Sama seperti pada masaOrde Lama, KejaksaanAgung sebenarnya hanyamenerima pengaduan darilembaga-lembaga lain danmenerbitkan SK pelaranganberdasarkan pengaduantersebut. Dari konsideransurat-surat keputusanpelarangan memang terlihatbahwa lembaga-lembaga lainseperti BAKIN, Bakorstanas,Bais, ABRI, Polri, DepartemenAgama, secara rutin mengirimpandangannya langsungkepada Jaksa Agung. Dalamprakteknya, memang posisiJaksa Agung Muda bidangIntelijen (JAM Intel) yanghampir selalu ditempati olehperwira tinggi militer, denganmudah berhubungan dengansemua instansi penyelenggara’ketertiban dan ketentramanumum’ dalam mengumpulkaninformasi tentang buku-buku’rawan’.Pada Oktober 1989 ketika Kejaksaan Agungmembentuk Clearing House yang berfungsimeneliti isi sebuah buku dan memberirekomendasi langsung kepada Jaksa Agung.Melalui SK No. Kep-114/ JA/ 10/ 1989,clearing house secara resmi bekerja di bawahJaksa Agung dan terdiri atas 19 anggotadari JAM Intel dan Subdirektorat bidangpengawasan med<strong>ia</strong> massa, Bakorstanas,Bakin, Bais, ABRI (kemud<strong>ia</strong>n menjadi BIA),Departemen Penerangan, DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, sertaDepartemen Agama.Lembaga pemerintah lainselain kejaksaan agungyang melarang buku adalahDepartemen Pendidikandan Kebudayaan melaluiInstruksi Menteri PendidikanDasar dan Kebudayaan RIno. 1381/1965 tentangLarangan MempergunakanBuku-buku Pelajaran,Perpustakaan danKebudayaan yang Dikarangoleh Oknum-oknum danAnggota-anggota Ormas/Orpol yang DibekukanSementara WaktuKeg<strong>ia</strong>tannya, disertai dengandua buah lampiran. Lampiranpertama berisi 11 daftarbuku pelajaran yang dilarangpemaka<strong>ia</strong>nnya, antaralain buku-buku karanganSoepardo SH, PramoedyaAnanta Toer, Utuy T.Sontani, Rivai apin, Rukiyah,dan Panit<strong>ia</strong> PenyusunLagu Sekolah JawatanKebudayaan. Sedangkanlampiran kedua berisi52 buku-buku karanganpengarang-pengarangLEKRA yang harus dibekukanseperti Sobron Aidit, JubarAyub, Klara Akust<strong>ia</strong>n/ A.SDharta, Hr. Bandaharo, Hadi,Hadi Sumodanukusumo,Riyono Pratikto, F.L Risakota,Ruk<strong>ia</strong>h, Rumambi, BakriSiregar, Sug<strong>ia</strong>ti Siswadi,Sobsi, Utuy Tatang. S,Pramoedya Ananta Toer,Agam Wispi, dan Zubir A.A.Menteri Perdagangan dan Koperasi juga mengeluarkanKeputusan Menteri no. 286/ KP/ XII/ 78 yang diturunkandalam Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan LuarNegeri No. 01/ DAGLU/ KP/ III/ 79 melarang impor,perdagangan dan pengedaran segala jenis barangcetakan dalam huruf/ aksara dan bahasa Cina. Padamasa itu, pemerintah Cina yang berideologi komunisme,d<strong>ia</strong>nggap berbahaya dan mengimpor barang cetakannyadapat membuka kesempatan untuk menyebarluaskanideologi tersebut. Larangan ini membuat pengecual<strong>ia</strong>nuntuk barang cetakan yang bersifat ilm<strong>ia</strong>h, namunbarang-barang tersebut harus memperoleh persetujuandari Departemen P&K, ijin beredar dari Kejaksaan Agungdan importir pelaksana harus memiliki TAPPI(S) sertaditunjuk oleh Departemen Perdagangan dan Koperasisetelah mendengar pendapat Kejaksaan Agung. Dalamprakteknya, selain menyita buku, pemerintah jugamenyita dan memusnahkan kaset dan CD beriramamandarin serta beraksara Cina. Tindakan pelarangan iniselain berkaitan dengan pemutusan hubungan denganCina, juga terkait dengan politik diskriminasi wargaTionghoa di dalam negeri.
”<strong>Orang</strong> <strong>boleh</strong> <strong>pandai</strong> <strong>setinggi</strong> <strong>langit</strong>, <strong>tapi</strong> <strong>selama</strong> <strong>ia</strong> <strong>tidak</strong> menulis, <strong>ia</strong> akanhilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untukkeabad<strong>ia</strong>n.” – Pramoedya Ananta ToerPelarangan Karya para PengarangLekraDalam rangka operasi pembasm<strong>ia</strong>n Gerakan 30September 1965 salah satu target serangan militeradalah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Paraanggota organisasi kebudayaan ini menjadi korbanpenangkapan dan penahanan sewenang-wenang,pembunuhan kilat dan penghilangan paksa, penyiksaan,kerja paksa dan pembuangan, dan berbagai tindakkekerasan lain.Pada 12 Maret 1966, Soeharto mengumumkanpelarangan dan pembubaran Lekra serta organisasiorganisasikiri lainnya. Namun sebelum itu, pada 30Desember 1965, Pembantu Menteri Bidang TeknisPendidikan, Kol. (Inf.) Drs. Set<strong>ia</strong>di Kartohadikusumo, atasnama Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PD &K), mengeluarkan instruksi yang melarang penggunaan70 judul karya para sastrawan Lekra sebagai bahan ajar,serta melarang 87 nama yang dikategorikan sastrawanLekra dan kolumnis majalah/surat kabar kiri untukberkarya. Instruksi itu <strong>tidak</strong> pernah dicabut hingga saatini.Sebag<strong>ia</strong>n di antara para pengarang terlarang yangnamanya tercantum dalam daftar PD & K, juga parapengarang Lekra lain yang namanya lupa dicantumkanSet<strong>ia</strong>di <strong>tapi</strong> tetap mengalami pemberangusan, akhirnyaharus berganti nama atau hidup di pengasingan agardapat tetap berkarya. Baru setelah kejatuhan Soehartodan gerakan Reformasi berhasil merebut kembali tigakebebasan dasar, karya-karya mereka bermunculankembali.