Laporan Perkembangan Pencapaian <strong>Tujuan</strong> <strong>Pembangunan</strong> <strong>Milenium</strong> IndonesiaData survei. Susenas untuk pertama kalinya dilaksanakanpada 1963 dan berikutnya pada 1964,1965, 1967, 1969, 1970, 1976, 1978, 1979, 1981, 1982,1985, dan 1989 4 . Susenas yang dilaksanakan padatahun-tahun tersebut modulnya bervariasi dan tidakstandar, tergantung keperluan pada tahun dilaksanakannya.Pada 1992, Susenas dilaksanakandengan menggunakan modul yang distandardisasi,yang dimaksudkan untuk menetapkan suatu sistempemantauan indikator kesejahteraan secara rutin.Sejak tahun itu komponen Susenas terdiri atas “Kor”(Inti) yang dilaksanakan setiap tahun tanpa perubahandan “Modul” yang bervariasi dari tahun ke tahun.Periode pengulangan “Modul” adalah tiga tahun,kecuali terdapat pembiayaan khusus yang memungkinkandilaksanakannya setiap tahun. Sebagai contohadalah pengukuran status gizi balita yang sebelumnyamerupakan bagian dari modul kesehatanyang dilaksanakan tiga tahun sekali. Melalui pendanaankhusus, BPS melaksanakan pengukuran statusgizi balita setiap tahun sejak 1998 hingga 2003. Datapublikasi Susenas—dan pengolahan atas dasar dataSusenas—menjadi sumber sebagian besar penulisanlaporan MDG.Pentingnya pemilahan data. Di negara yangsangat luas dan beragam seperti Indonesia, rataratanasional tidak dapat memberikan gambaranyang sesungguhnya terhadap pencapaian MDGdan tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Karenaitu, pemilahan data per provinsi dan kabupatenmenjadi sangat penting. Pada saat ini di Indonesiaterdapat 32 provinsi dan 435 kabupaten/kota.Mengingat kabupaten/kota adalah pusat pemerintahandalam konteks desentralisasi, maka pemilahandan analisis data setidaknya dilakukanpada tingkat provinsi dan apabila mungkin hinggatingkat kabupaten/kota.Pemilahan data. Secara umum, Susenas menghasilkandata dengan tingkat ketelitian yang cukup tinggipada tingkat provinsi. Data “Kor” yang didapat setiaptahun dari lebih 200.000 rumah tangga sampelbahkan mampu memberikan gambaran yang mewakilihingga tingkat kabupaten dengan tingkatketelitian yang cukup, tergantung jenis indikatornya.Di sisi lain, komponen “Modul” Susenas denganjumlah sampel kurang lebih 65.000 rumah tangga tidakmencukupi untuk memberikan gambaran yangmewakili hingga tingkat kabupaten. Secara umum,data untuk indikator-indikator dengan kohor yanglebih panjang—misalnya anak usia sekolah (indikatorpendidikan) atau rumah tangga secara keseluruhan(untuk air bersih dan sanitasi)—membutuhkanjumlah sampel yang lebih sedikit untuk mendapatkangambaran hingga tingkat kabupaten dibandingkandengan data untuk kohort yang lebih pendek(misalnya cakupan imunisasi anak di bawah satu tahun).Dengan kata lain, reliabilitas data hasil surveidi tingkat kabupaten—termasuk Susenas—perludilihat kasus per kasus dan indikator per indikator.Tidak semua survei dirancang untuk mendapatkandata yang dapat mewakili provinsi. Sebagai contoh,SDKI 1997 dengan jumlah sampel kurang lebih35.000 rumah tangga menghasilkan data yang mewakilitiga kawasan, yaitu Jawa-Bali, Luar Jawa-BaliI, dan Luar Jawa-Bali II, di mana di dalamnya masingmasing terdapat beberapa provinsi. Secara umum,survei dengan pemilahan data membutuhkan biayalebih besar, tergantung jumlah provinsi atau kabupatenyang ingin direpresentasikan.Data institusional. Selain bersumber dari surveirumah tangga, beberapa indikator MDG juga tersediadari data yang diperoleh dari institusi/departemen.Beberapa indikator MDG yang hanya bisadiperoleh dari departemen misalnya: angka berta-16
Laporan Perkembangan Pencapaian <strong>Tujuan</strong> <strong>Pembangunan</strong> <strong>Milenium</strong> Indonesiahan di pendidikan dasar (primary survival rate), HIV/AIDS, TB, malaria, kawasan lindung. Seperti halnyadata survei, penggunaan dan reliabilitas data institusionalperlu dilihat kasus per kasus. Pada saat inimasih terdapat hambatan dalam penggunaan datalaporan rutin departemen, antara lain: Pertama,jumlah penduduk—sebagai pembilang dalam penghitungansebagian besar indikator sosial—seringtidak cukup mencukupi ketelitiannya karena sistemregistrasi vital yang masih lemah. Perkiraan jumlahpenduduk yang dilakukan institusi/departemenpada akhirnya menggunakan proyeksi hasil sensus(yang dilangsungkan 10 tahun sekali, dan yang terakhiradalah tahun 2000) dan hal itu sering berbedaantar departemen, bahkan antar unit di dalam departemenyang sama. Kedua, pelaksanaan otonomidaerah telah menyebabkan banyak mekanisme pengumpulandata di dalam institusi/departemen, yangsebelumnya dikontrol dari pusat, sekarang terdesentralisasiyang berakibat pada lemahnya monitoringdan pelaporan.Catatan1 IMF, OECD, UN and World Bank, 2000. Progress towards theinternational development goals: A Better World for All. Washington,June 2000.2 Negara berkembang diharapkan melaporkan <strong>Tujuan</strong> 1 hingga7, negara maju bertanggungjawab terhadap pelaporan<strong>Tujuan</strong> 8.3 Sebagai contoh, pada tahun 2004 Bappenas and BPS, didukungoleh UNDP melalui UNSFIR (the UN Support Facility forIndonesian Recovery), akan mencoba menghitung dana yangdiperlukan untuk mencapai target MDG seperti yang telah disepakati.4 Surbakti, Payung., 1997. Survei Sosio-Ekonomi Nasional. BPS,Jakarta.17