30.04.2016 Views

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Panama, negeri mungil di<br />

bentangan Laut Karibia<br />

itu belakangan menyita<br />

perhatian publik dunia,<br />

termasuk Indonesia. Bukan garagara<br />

eksotisme alam maupun<br />

Terusan Panama-nya yang populer<br />

itu, melainkan karena disulut<br />

terbongkarnya daftar nama-nama<br />

para kalangan superkaya dari belahan<br />

negara yang menyembunyikan<br />

dananya di sana.<br />

Nama-nama itu mencuat<br />

dalam sebuah dokumen ikutan<br />

dari yang disebut The Panama<br />

Papers (Dokumen Panama) yang<br />

diungkap International Consortium<br />

of Investigative Journalists (ICIJ).<br />

Dokumen itu mengungkap aksi<br />

para kalangan super kaya yang<br />

memendam kekayaannya di<br />

negeri suaka pajak (tax havens)<br />

atau surga pajak (tax heaven)<br />

dengan menggunakan perusahaan<br />

cangkang (shell companies), hanya<br />

untuk mengelabuhi pihak otoritas<br />

negaranya.<br />

Adalah firma hukum asal Panama,<br />

Mossack Fonseca yang didirikan oleh<br />

Jurgen Mossack dan Ramon Fonseca<br />

ini yang memfasilitasi para kalangan<br />

berduit itu. Mossack Fonseca inilah<br />

yang dengan rapih menyembunyikan<br />

ratusan ribu rekening perusahaan<br />

cangkang itu dengan membentuk<br />

special purpose vehichal (SPV) atau<br />

offshore companies ketika mereka<br />

menanam dananya di negeri suaka<br />

pajak.<br />

Firma hukum ini bertanggung<br />

jawab untuk mengawasi dan<br />

mengatur jasa-jasa perserikatan<br />

dan perwalian aset dari suatu<br />

perusahaan. Karena fokus utama dari<br />

Mossack Fonseca ini adalah sebagai<br />

perlindungan aset, perencanaan<br />

pajak dan properti. Firma ini juga<br />

menyediakan jasa pembentukan<br />

perusahaan di negara lain dan<br />

pengelolaan perusahaan luar negeri.<br />

Sejatinya, dokumen Panama<br />

Papers bersifat sangat rahasia.<br />

Namun, dokumen yang memuat 11,5<br />

juta dokumen rahasia dari 214.000<br />

perusahaan luar negeri itu bocor<br />

karena kena diretas oleh seorang yang<br />

menggunakan nama sandi, John Doe.<br />

Para empunya dana itu berasal<br />

dari banyak kalangan. Mulai dari<br />

pebisnis sampai politisi, dari<br />

kalangan agen rahasia sampai kaum<br />

pesohor dan berasal dari banyak<br />

negara, termasuk Indonesia.<br />

Sedikitnya ada 12 kepala negara,<br />

baik presiden ataupun perdana<br />

menteri yang masih menjabat<br />

maupun sudah lengser tersangkut<br />

bocoran data ini yang disinyalir<br />

mengemplang pajak. Sedang lima<br />

nama pemimpin negara yang masih<br />

aktif, yaitu Argentina, Islandia, Arab<br />

Saudi, Ukraina, dan Uni Emirat Arab.<br />

Selain itu, ada juga pejabat<br />

pemerintahan, kerabat dekat,<br />

dan teman dekat sejumlah kepala<br />

pemerintahan dari kurang lebih 40<br />

negara lain. Seperti Brasil, China,<br />

Perancis, India, Indonesia, Malaysia,<br />

Meksiko, Pakistan, Rusia, Afrika<br />

Selatan, Spanyol, Suriah, dan Britania<br />

Raya.<br />

Sepintas, mekanisme yang ada di<br />

Mossack Fonseca itu dianggap lazim<br />

dan lumrah bagi kalangan pebisnis.<br />

Namun jika ditapaki lebih dalam,<br />

ternyata penempatan dana di negeri<br />

suaka pajak itu tak sedikit yang<br />

dilatarbelakangi oleh beragam modus<br />

kejahatan.<br />

Pasalnya, dengan mereka<br />

menyimpan dananya di sana, bisa<br />

jadi dimotivasi oleh aksi kejahatan<br />

sektor keuangan. Sebut saja seperti<br />

money laundering (pencucian uang)<br />

atau tax avoidance (penghindaran<br />

pajak atau bahkan pengemplangan<br />

pajak).<br />

Demi menghindari tarif pajak<br />

tinggi, kaum berduit ini dengan<br />

sengaja memboyong fulusnya itu ke<br />

negeri surga pajak seperti Panama<br />

yang memang menawarkan tarif<br />

pajak minimal atau bahkan bebas<br />

pajak (free tax).<br />

"Fenomena Panama Papers<br />

ini adalah puncak gunung es dari<br />

segala permasalahan pajak di<br />

dunia, termasuk di Indonesia,"<br />

sebut Yustinus Prastowo, Direktur<br />

Eksekutif Center for Indonesia<br />

Taxation (CITA), dalam sebuah<br />

diskusi, Sabtu (9/4) lalu.<br />

Ada nama ribuan perorangan dan<br />

perusahaan dari Indonesia. Tercatat<br />

ada 2.961 nama dari Indonesia di<br />

Panama Papers ini. Namun dari<br />

total itu, ada sekitar 800 nama<br />

pebisnis dan politikus Indonesia<br />

yang mengamankan kekayaannya<br />

di Mossack Fonseca. Hampir semua<br />

pengusaha yang kerap wara-wiri<br />

sebagai orang terkaya di Indonesia<br />

versi Forbes Indonesia ada di sana.<br />

Nama-nama yang berasal dari<br />

klan konglomerat negeri ini nyaris<br />

ada semua. Seperti klan Widjaja<br />

(Grup Sinar Mas), klan Ciputra<br />

(Grup Ciputra), klan Hartono (Grup<br />

Djarum), klan Salim (Grup Salim),<br />

klan Sampoerna (Grup Sampoerna),<br />

klan Halim (Grup Gudang Garam),<br />

klan Tanoto (Grup Raja Garuda Mas),<br />

klan Katuari (Grup Wings).<br />

Juga ada klan Riady (Grup Lippo),<br />

klan Rachmat (Grup Triputra/<br />

Adaro), klan Angkosubroto (Grup<br />

Gunung Sewu), klan Pangestu (Grup<br />

Barito Pacific), klan Panigoro (Grup<br />

Medco) klan Soeryadjaya (Grup<br />

Saratoga Investama), klan Bakrie<br />

(Grup Bakrie), serta klan Aksa (Grup<br />

Bosowa).<br />

Namun demikian, di mata<br />

pengusaha ternyata fenomena<br />

Panama Papers dengan hirukpikuk<br />

aksi penanaman dananya itu<br />

masih dianggap wajar. Skema SPV,<br />

shell companies, maupun offshore<br />

companies disebut sesuatu yang biasa<br />

ketika mau berbisnis di luar negeri.<br />

"Banyak pengusaha Indonesia,<br />

bahkan perusahaan BUMN yang<br />

menggunakan SPV saat bertransaksi<br />

di luar negeri tu. Jadi itu wajar," kilah<br />

Ketua Umum Kamar Dagang dan<br />

Industri (Kadin) Indonesia, Rosan<br />

Roeslani seusai acara seminar, Rabu<br />

(6/4) lalu.<br />

Di mata Chairman Grup Rekapital<br />

ini, perusahaan swasta dan BUMN<br />

ketika mau menerbitkan surat utang<br />

atau obligasi tidak membawa badan<br />

hukum Perseroan Terbatas (PT)<br />

seperti yang terjadi di Indonesia, tapi<br />

menggunakan badan hukum SPV.<br />

Jadi, SPV ini sudah menjadi<br />

semacam kebiasan pebisnis<br />

internasional. Cerita dia, ketika<br />

AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016 29

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!