Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
OASE<br />
Socrates dan Kita<br />
Hendrajit<br />
Bagaimana dirimu jadinya sekarang<br />
dan nanti, tergantung seberapa dalam<br />
akar pengetahuanmu tentang diri dan<br />
kehidupan. Begitu kira-kira penglihatan<br />
tembus pandang filosof Yunani Socrates.<br />
Ini ada ceritanya kenapa Socrates sontak dapat<br />
pencerahan seperti itu. Suatu ketika, Chaerepon,<br />
sahabat setia Socrates, pergi ke kuil dewa Apollo<br />
untuk bersua dengan peramal (orakel) si kota<br />
Delphi dan bertanya apakah ada orang yang lebih<br />
arif bijaksana daripada Socrates. orakel Delphi<br />
merupakan sekelompok imam wanita yang bekerja<br />
melayani di kuil dewa Apollo dan terkenal dengan<br />
sebutan Pythia. Jawaban Orakel, tak ada yang lebih<br />
bijaksana ketimbang Socrates. “Sophocles bijaksana,<br />
Euripides lebih bijaksana, namun yang paling<br />
bijaksana dari semuanya adalah Socrates,” begitu<br />
pernyataan orakel Delphi.<br />
Seandainya kita yang dibilang begitu, mungkin<br />
sudah langsung ke-GR-an atau malah jadi sombong.<br />
Merasa paling tahu dan paling benar. Tapi tidak bagi<br />
Socrates.<br />
Selain terkejut, malah tiba-tiba dia mendapat<br />
sebuah kesadaran baru dan pencerahan. Bahwa yang<br />
dimaksud Orakel bahwa dirinya orang yang paling<br />
bijaksana, karena dia adalah orang yang tahu bahwa<br />
sesungguhnya ada banyak hal yang dia tidak tahu<br />
atau belum tahu.<br />
Namun dari kesadaran itu pula, dia pun<br />
menyadari, bahwa kesadaran bahwa dia tahu bahwa<br />
ada banyak hal yang belum dia ketahui, justru<br />
mendorongnya untuk menggali pengetahuan lebih<br />
dalam lagi, dan lebih dalam lagi. Socrates menyadari<br />
bahwa dengan mengetahui kekurangannya ia terus<br />
belajar dan mencari kebenaran tanpa akhir. Ia<br />
belajar pada siapa saja dan mendapatkan manfaat<br />
dari hal tersebut.<br />
Ketika merenungkan kembali pemikiran dan<br />
renungan cemerlang Socrates di abad sebelum<br />
masehi, barang tentu mengundang saya untuk<br />
bertanya apa yang salah atau tidak beres dengan<br />
masyarakat dan bangsa kita sekarang.<br />
Jangan-jangan, karena cara pandang kita dan<br />
kesadaran spiritual kita, justru berkebalikan dengan<br />
kearifan dan kebijaksanaan seorang Socrates.<br />
Kalau Sokrates sontak tersadar bahwa dia<br />
tahu dan menyadari bahwa ada banyak hal yang<br />
dia belum tahu atau tidak tahu, maka kita di era<br />
globalisasi dan serba digital ini, justru tidak tahu<br />
bahwa kita belum tahu atau tidak tahu.<br />
Bahkan parahnya lagi, ada banyak dari kita,<br />
menyangka bahwa kita tahu segala hal atau tahu<br />
banyak hal. Yang kita sangka tahu, ternyata kita<br />
tidak tahu sama sekali.<br />
Bahkan di lapis golongan menengah terpelajar<br />
kita, ada gejala yang lebih berbahaya lagi. Meskipun<br />
tahu, tapi pura-pura tidak tahu, atau malah, tidak<br />
mau tahu sama sekali. Maka ketika kita mencermati<br />
krisis multi-dimensi seperti sekarang ini, terungkap<br />
sebuah tren yang cukup menarik meskipun<br />
menyedihkan. Ada banyak orang yang bahkan tidak<br />
tahu apa yang sedang mereka kerjakan atau lakukan<br />
sekarang ini. Bahkan lebih celakanya lagi, tidak<br />
peduli nilai dirinya dan martabat dirinya.<br />
Terungkapnya Panama Papers, Penggusuran<br />
Daerah-Daerah yang merupakan mata-rantai Sunda<br />
Kelapa, maraknya penangkapan terhadap para<br />
pejabat pemerintahan dari pusat maupun daerah<br />
maupun anggota DPR/DPRD karena terlibat tindak<br />
kejahatan korupsi, hanyalah rangkaian episode dan<br />
fragmen sebagai akibat hal tersebut tadi.<br />
Kembali kepada Socrates, kata kuncinya adalah,<br />
betapa takdir hidup kita sangat ditentukan seberapa<br />
dalam akar pengetahuan yang kita kuasai. Karena<br />
pada perkembangannya kemudian, takdir hidup<br />
seseorang ditentukan oleh keputusan-keputusan<br />
yang kita ambil. Keputusan-keputusan yang kita<br />
ambil, sangat tergantung pada sudut pandang kita.<br />
Dan sudut pandang kita, sangat ditentukan oleh<br />
kedalaman akar pengetahuan yang kita kuasai dan<br />
kita hayati.<br />
Ya benar. Mengambil keputusan secara matang<br />
dengan pemikiran yang mendalam. Utamanya<br />
ketika menyangkut hal-hal yang berisiko tinggi-<br />
--entah dalam urusan keluarga, karir, pekerjaan,<br />
dan sebagainya. Apalagi ketika keputusan itu akan<br />
berdampak luas dan menyangkut hajat hidup<br />
orang banyak. Kepala Negara, Kepala Daerah dan<br />
para pemimpin politik di tingkat nasional maupun<br />
daerah, membutuhkan kedalaman dan kematangan<br />
dalam berpikir untuk segala macam keputusan.<br />
Itulah para pemimpin yang arif dan bijaksana.<br />
Sebuah kualitas yang muncul dari proses berpikir<br />
secara mendalam. Keputusan mendalam berarti<br />
meninjau permasalahan dari berbagai sudut<br />
pandang dengan segala implikasi dan risiko<br />
yang ditimbulkannya. Sehingga akan melahirkan<br />
keputusan yang matang.<br />
Saatnya kita sebagai anak bangsa, peka terhadap<br />
perasaan kita sendiri. Kemampuan memahami<br />
suasana hati, kehendak, motivasi, sifat, keinginan<br />
serta kekuatan dan keterbatasan diri kita.<br />
62 AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016