Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
uruh. Oleh sebab itu, buruh harus<br />
merebut alat produksi dari kaum<br />
Borjuis.<br />
Sedangkan, Aidit membagi<br />
sejarah perkembangan struktur<br />
masyarakat Indonesia menjadi<br />
masyarakat komunal primitif,<br />
masyarakat perbudakan, masyarakat<br />
feodal, masyarakat feodal dan<br />
kolonial, masyarakat kolonial dan<br />
setengah feodal, masyarakat merdeka<br />
dan setengah feodal, dan masyarakat<br />
setengah kolonial dan setengah feodal<br />
(hlm.57).<br />
Menurut Aidit, realitas<br />
masyarakat Indonesia tidak<br />
sejalan dengan gagasan Marxisme-<br />
Leninisme di Eropa. Sebab, Indonesia<br />
mengalami dua ketertindasan.<br />
Pertama feodalisme, sistem<br />
penguasaan tanah oleh raja ini<br />
yang sangat menindas rakyat<br />
Indonesia terutama kaum tani.<br />
Kedua kapitalisme, pada masyarakat<br />
Eropa terutama revolusi Prancis,<br />
kapitalisme dapat menumbangkan<br />
feodalisme.<br />
Sedangkan, di Indonesia,<br />
kapitalisme justru memanfaatkan<br />
struktur feodalisme untuk bersamasama<br />
menindas rakyat. Dan, oleh<br />
sebab itu, menurut Aidit basis<br />
tenaga revolusi Indonesia bukan<br />
buruh, melainkan petani (hlm.64).<br />
Praksisnya, PKI mendukung adanya<br />
Land Reform untuk petani dan<br />
berhasil mewujudkan Undang-<br />
Undang Pokok Agraria (UUPA<br />
1960). Ini yang dinamakan Aidit,<br />
Marxisme-Leninisme yang di-<br />
Indonesia-kan.<br />
Perbedaan kedua yakni Aidit<br />
mendorong terciptanya, borjuasi<br />
nasional. Menurut Aidit, borjuasi<br />
nasional merupakan kelas yang juga<br />
tertindas oleh kapitalisme asing dan<br />
Judul Buku: Aidit, Marxisme-<br />
Leninisme, dan Revolusi<br />
Indonesia<br />
Penulis: Satriono Priyo Utomo<br />
Penerbit: Indie Book Corner<br />
Tahun Terbit: Cetakan I, April 2016<br />
Tebal: 176 halaman<br />
ISBN: 978-602-3092-3091-60-7<br />
dikekang perkembangannya oleh<br />
foedalisme (hlm.67). Kapitalisme<br />
yang berkembang adalah adanya<br />
perusahaan multinasional milik asing<br />
yang beroperasi di Indonseia.<br />
Hal ini tentu saja menegaskan<br />
bahwa Indonesia belum independen<br />
secara ekonomi. Munculnya<br />
borjuasi nasional dianggap penting<br />
sebagai tahap awal mewujudkan<br />
ekonomi. Oleh sebab itu, cara<br />
untuk meweujudkannya adalah<br />
dengan menasionalisasikan seluruh<br />
perusahaan asing (hlm.73).<br />
Perbedaan ketiga adalah tentang<br />
partai dan jalannya revolusi. Jika<br />
Marx menuliskan bahwa buruh<br />
harus merebut alat produksi, maka<br />
Lenin mengejewantahkannya dengan<br />
mendirikan sebuah partai komunis<br />
bernama Bolshevik yang dipimpin<br />
oleh kaum buruh. Caranya dengan<br />
menggulingkan kekuasaan yang ada.<br />
Partai revolusioner, menurut Lenin<br />
dalam Negara dan Revolusi (2000)<br />
harus bisa membongkar sistem<br />
lama seperti hukum, pemerintahan,<br />
pendidikan dan kesejahteraan sosial<br />
dan harus menyusun ulang agar<br />
mencerminkan kebutuhan kaum<br />
buruh.<br />
Aidit justru sangat berbeda,<br />
PKI yang ia pimpin menginginkan<br />
revolusi secara damai dan melalui<br />
jalur konstitusional. Tak hanya itu,<br />
strategi revolusi PKI pun menjunjung<br />
adanya persatuan nasional untuk<br />
melawan kapitalisme-imperealisme.<br />
Ini kemudian yang membuat<br />
kedekatan antara PKI dan Soekarno<br />
untuk tetap menjalankan revolusi<br />
Indonesia (hlm.109).<br />
Sementara itu, mengenai jalannya<br />
revolusi. Aidit mewacanakan revolusi<br />
Indonesia berlangsung secara<br />
dua tahap yakni revolusi nasional<br />
kemudian revolusi sosial. Hal ini<br />
tentu saja sama dengan gagasan<br />
Soekarno, dalam buku Sarinah<br />
(1947). Soekarno menerangkan<br />
bahwa revolusi Indonesia terbagi atas<br />
dua tahap yakni Revolusi Nasional<br />
dan dilanjutkan dengan revolusi<br />
sosial. Revolusi Nasional melepas<br />
belenggu penjajahan, setelah itu<br />
menjalankan revolusi sosial dengan<br />
mengempaskan feodalisme dan<br />
kapitalisme.<br />
Sebenarnya, buku mengenai<br />
Aidit sebelumnya sudah dituliskan<br />
oleh Peter Edman, Komunisme ala<br />
Aidit (2005). Bedanya, Edman hanya<br />
menjelaskan sepak terjang Aidit<br />
di dunia politik serta gagasannya<br />
dengan komunisme tanpa ada<br />
pembahasan mengenai kondisi<br />
masyarakat Indonesia. Tak hanya<br />
itu, Edman menyatakan tidak ada<br />
kesamaan visi serta misi antara<br />
Aidit dan Soekarno, yang tentu saja<br />
terbentahkan oleh buku yang ditulis<br />
oleh Satriono ini.<br />
Sayangnya, buku ini hanya<br />
memaparkan kritik dari musuh<br />
politik Aidit seperti Partai Sosialis<br />
Indonesia (PSI) dan Partai Masyumi.<br />
Kritik terhadap Aidit dari sesama<br />
anggota PKI semestinya juga<br />
dapat dimuat. Ini penting untuk<br />
menjelaskan bahwa saat itu sulit<br />
membedakan antara kebijakan<br />
Aidit dengan kebijakan PKI yang<br />
menjunjung tinggi kolektivitas<br />
partai. Tak hanya itu, penulis juga<br />
menggunakan referensi sekunder<br />
dalam mengutip Marx, Engels, dan<br />
Lenin. Mungkin saja ini disebabkan<br />
keterbatasan penulis dalam<br />
menguasai bahasa. Tapi, itu penting<br />
untuk lebih mengetahui pemahaman<br />
utuh tentang pemikiran Marx, Engels,<br />
dan Lenin.<br />
Kendati demikian, buku ini<br />
layak untuk dibaca dan menambah<br />
khazanah keilmuan pemikiran tokohtokoh<br />
penting Indonesia periode<br />
awal kemerdekaan. Sebab, selama ini<br />
penulisan sejarah pemikiran tokoh<br />
Indonesia masih didominasi oleh<br />
Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Tan<br />
Malaka. Pemikiran Aidit tentang<br />
petani dan kondisi perekonomian<br />
Indonesia yang tidak independen<br />
masih relevan hingga saat ini. Lihat<br />
bagaimana petani rembang terancam<br />
tidak bisa melanjutkan hidupnya<br />
dengan adanya korporasi yang akan<br />
menggusur dan merusak lahan<br />
pertaniannya.<br />
Virdika Rizky Utama<br />
(Mahasiswa Jurusan Sejarah, Pemimpin Umum Lembaga<br />
Pers Mahasiswa Didaktika, Universitas Negeri Jakarta)<br />
AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016 57