30.04.2016 Views

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

Majalah-Aktual-Edisi-53-ms

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kolonialisme dan imperialisme<br />

AS dan Barat, sedari awal skema<br />

kerjasama RI-RRC diatur dan didikte<br />

oleh kepentingan para taipan.<br />

Lebih celakanya lagi, para taipan<br />

yang sejatinya lebih menganut<br />

kapitalisme berbasis korporasi yang<br />

berorientasi liberalisme, kepentingan<br />

ekonomi dan bisnisnya justru<br />

cenderung lebih pro kepentingan<br />

korporasi-korporasi AS dan Eropa<br />

Barat.<br />

Dengan begitu, pemerintah RRI<br />

justru gagal total memanfaatkan<br />

Taipan sebagai Daerah Penyangga<br />

dibandingkan RRC. Kalau RRC<br />

dengan adanya taipan, berhasil<br />

memanfaatkan aspek ekonomi dan<br />

sumberdaya manusia para Taipan<br />

ini demi kepentingan nasional RRC,<br />

pemerintah RI justru dengan adanya<br />

taipan sebagai daerah penyangga,<br />

malah kayak pagar makan tanaman.<br />

Daerah Penyangga yang<br />

seharusnya dimanfaatkan pemerintah<br />

RI sebagai dareah yang melindungi<br />

kedaulatannya baik secara militer<br />

maupun ekonomi-politik, justru<br />

malah jadi daerah yang mengancam<br />

kedaulatan ekonomi dan mungkin<br />

juga nantinya militer dari NKRI.<br />

Dalam kerangka pemikiran dan<br />

pandangna tersebut, sekarang saya<br />

kira jadi jelas pola perang macam apa<br />

yang harus kita hadapi dalam skala<br />

prioritasnya.<br />

Benar bahwa dalam jangka<br />

panjang, visi-misi RRC memang<br />

bisa juga membahayakan<br />

kedaulatan NKRI. Tapi dalam<br />

jangka pendek dan menengah,<br />

ancaman sesungguhnya adalah<br />

berasal dari para Taipan yang justru<br />

diproyeksikan oleh pemerintahan<br />

Jokowi-JK sebagai Daerah<br />

penyangga antara pemerintah RI<br />

dan RRC.<br />

Buku karya Sterling Seagrave,<br />

wartawan Inggris, yang menulis<br />

buku membongkar sepak terjang<br />

para taipan di Asia Pasifik.bertajuk,<br />

Lord of the Ring. Sekarang sudah<br />

diterjemahkan dalam bahasa<br />

Infonesia : Sepak Terjang Para<br />

Taipan, kiranya amat membantu<br />

mengungkap betapa mengguritanya<br />

pengaruh para Taipan seberang laut<br />

ini.Di buku itu, terungkap geneologi<br />

atau asal-usul beberapa taipan<br />

mulai dari Robert Kwok sampai<br />

Liem Soe Liong. Maupun beberapa<br />

taipan yang sudah menacapkan<br />

kuku-kuku pengaruh kekuasaannya<br />

di beberapa negara seperti<br />

Singapura, Thailand, Malaysia,<br />

Filipina dan Indonesia.<br />

Meskipun sejak era Deng Xio Ping<br />

pada 1979, para Taipan seberang laut<br />

ini mulai diundang masuk ke Cina<br />

untuk berinvestasi melalui skema<br />

Special Economic Zone di 14 kota di<br />

Provinsi Cina Selatan, namun tidak<br />

otomatis RRC dan para Taipan ini<br />

sudah menyatu dan bersenyawa<br />

dengan skema Kapitalisme Negara<br />

RRC. Karena bagaimanapun<br />

juga, para Taipan yang menganut<br />

Kapitalisme berbasis Korporasi ini,<br />

dalam pragmatisme ekonominya<br />

masih tetap menjalin aliansi strategis<br />

dengan para kapitalis global yang<br />

dari Amerika Serikat dan Eropa Barat<br />

yang kebetuian juga kapitalismenya<br />

berbasis korporasi.<br />

Segi lain yang tak kalah penting,<br />

meskipun para Taipan seberang laut<br />

ini tumpuan kekuatannya semata<br />

sebagai orang-orang yang bermodal<br />

kuat dan berskala global, namun<br />

pada perkembangannya para Taipan<br />

tersebut telah menjelma menjadi<br />

Konsorsium Politik.Bukan sekadar<br />

klan ekonomi, keuangan maupun<br />

bisnis. Sehingga praktis para taipan<br />

tersebut telah menjadi negara<br />

dalam negara, dengan bertumpu<br />

pada skema Kapitalisme berbasis<br />

Korporasi.<br />

Kapitalisme Berbasis Korporasi<br />

inilah yang justru lebih mengeratkan<br />

hubungan para taipan lintas negara<br />

tersebut dengan para kapitals global<br />

di Amerika maupun Eropa Barat,<br />

ketimbang RRC. Karena RRC sama<br />

sekali menentang skema Kapitalisme<br />

berbasis Korporasi, dan lebih<br />

bertumpu pada Kapitalisme negara.<br />

Dimana Negara adalah subyek<br />

Ekonomi-Politik, Sosial-Budaya, dan<br />

Pertahanan–Keamanan. Sehingga<br />

RRC dalam visi dan misinya, sama<br />

sekali tidak dimungkinkan untuk<br />

jadi obyek atau boneka para pelaku<br />

ekonomi asing, termasuk para Taipan<br />

Seberang laut sekalipun.<br />

Dengan keadaan macam itu,<br />

maka dalam politik luar negerinya<br />

Indonesia akan selalu terkendala<br />

untuk menjalankan Politik Luar<br />

Negeri yang Bebas dan Aktif, apalagi<br />

untuk menghidupkan kembali<br />

peran kepeloporannya seperti ketika<br />

menyeponsori terselenggaranya<br />

Konferensi Asia-Afrika di Bandung<br />

pada 1955 maupun Konferensi<br />

Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok<br />

di Beograd pada 1961. Khusus<br />

dalam KAA Bandung 1955 yang<br />

telah berhasil menghasilkan the<br />

Bandung Spirit atau DASA SILA<br />

BANDUNG, sejarah membuktikan<br />

bahwa Indonesia dan RRC telah<br />

bahu-membahu bekerjasama<br />

sehingga berhasil tercipta solidaritas<br />

bangsa-bangsa di kawasan Asia-<br />

Pasifik yang dipersatukan oleh<br />

ikatan bersama untuk melawan<br />

dan memerangi Imperialisme dan<br />

Kolonialisme dalam segala bentuk<br />

dan manifestasinya.<br />

Maka dari itu, kemungkinan<br />

para Taipan seberang laut untuk<br />

menyabotase politik luar negeri RI<br />

yang bertujuan untuk membangun<br />

konfigurasi dan kekuatan<br />

keseimbangan baru di kawasan Asia<br />

Pasifik, utamanya Asia Tenggara,<br />

kiranya perlu dicermati dan<br />

diwaspadai. Mengingat potensinya<br />

untuk lebih condong bermain dan<br />

bekerja mewakili skema kapitalisme<br />

global Amerika Serikat dan Uni<br />

Eropa, dibandingkan mendukung<br />

skema alternatif Indonesia merangkul<br />

RRC dan Rusia dengan merujuk<br />

pada model Shanghai Cooperation<br />

Organization (SCO) dan format<br />

kerjasama turunannya, (Brazil-<br />

Rusia-India-Cina dan Afrika Selatan<br />

(BRICS).<br />

Melalui konfigurasi dan kondisi<br />

obyektif yang tergelar di tanah air,<br />

maka mencuatnya fenomena Panama<br />

Papers, sama rentannya dengan<br />

bocornya WikiLeaks beberapa tahun<br />

yang lalu, untuk menciptakan aksi<br />

destabilisasi di negara sasaran, tak<br />

terkecuali di Indonesia. Hendrajit<br />

AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016 39

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!