Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KILAS HUKUM<br />
Samadikun Sudah<br />
Ditangkap, JK: Semoga<br />
Buronan BLBI Lain Menyusul<br />
Wakil Presiden Jusuf Kalla<br />
bersyukur atas tertangkapnya<br />
buronan korupsi Samadikun Hartono<br />
dan berharap buronan lainnya<br />
menyusul.<br />
“Jadi kita bersyukur, berterima<br />
kasih pada aparat yang dapat tangkap<br />
Samadikun. Mudah-mudahan yang<br />
lain juga bisa,” kata Wapres usai<br />
mengantar keberangkatan Presiden<br />
ke Eropa di Bandara Internasional<br />
Halim Perdana Kususma, Jakarta,<br />
Minggu (17/4).<br />
Jusuf Kalla mengatakan pihak<br />
keamanan akan terus memburu para<br />
buronan yang hingga saat ini belum<br />
tertangkap.<br />
“Itu kan masalah hukum.<br />
Namanya buronan akan diburu,” kata<br />
Wapres.<br />
Dalam pemberitaan sebelumnya,<br />
Samadikun yang merupakan mantan<br />
komisaris utama Bank Modern itu<br />
ditangkap oleh agen Badan Intelijen<br />
Negara (BIN) di Tiongkok.<br />
Samadikun telah divonis bersalah<br />
dalam kasus penyalahgunaan dana<br />
talangan atau BLBI senilai sekitar<br />
Rp2,5 triliun yang digelontorkan<br />
kepada Bank Modern menyusul krisis<br />
finansial 1998.<br />
Kerugian negara yang terjadi<br />
dalam kasus ini adalah sebesar Rp169<br />
miliar.<br />
Berdasarkan putusan Mahkamah<br />
Agung tertanggal 28 Mei 2003,<br />
mantan Presiden Komisaris Bank PT<br />
Bank Modern Tbk itu dihukum empat<br />
tahun penjara. /Arbie Marwan<br />
BPK: Ini Kejanggalan<br />
dan Kerugian Pembelian<br />
Lahan Sumber Waras<br />
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan<br />
(BPK) Harry Azhar Aziz mengatakan<br />
pembayaran yang dilakukan<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
untuk peralihan hak tanah seluas<br />
3,6 hektar dari Yayasan Kesehatan<br />
Sumber Waras, dianggap tidak lazim.<br />
Bukan hanya soal cara membayar<br />
yang menggunakan cek tunai, tapi<br />
waktunya pun dinilai janggal.<br />
“Bahwa diakhir Desember, 31<br />
Desember 2014, jam 7, ada bukti cek<br />
tunai, jam 7 sekian detik. Kenapa ini<br />
seperti dipaksakan?” ujar Harry di<br />
Jakarta, ditulis Minggu (17/4).<br />
Selain proses pembayaran, BPK<br />
kata Harry juga mempertanyakan<br />
kenapa pembayaran peralihan lahan<br />
itu dilakukan diakhir Desember. Hal<br />
ini dinilai seakan dipaksakan.<br />
“Kenapa (dipaksakan), memang<br />
itu kalau lewat dari jam 12,<br />
pembayaran setelah itu tidak sah.<br />
Tapi kenapa dibayar sebelum tutup<br />
buku? (Tutup buku) 25 Desember,<br />
artinya pemprov DKI sudah pada<br />
posisi debit, tapi objek lahan belum<br />
masuk asset DKI, karena sampai hari<br />
ini belum dikuasai pemprov DKI”<br />
tegasnya.<br />
Harry kemudian membandingkan<br />
antara transaksi PT Ciputra Karya<br />
Unggul (CKU) dengan Yayasan<br />
Kesehatan Sumber Waras (YKSW)<br />
dengan yang terikat kontrak<br />
perjanjian pengikatan jual beli<br />
(PPJB) No. 7 tertanggal 14 November<br />
2013 tentang lahan RSSW seluas<br />
3,6 ha berstatus hak guna bangunan<br />
(HGB), dimana pihak CKU hanya<br />
memberikan perikatan sebesar 8%,<br />
bandingkan dengan Pemprov DKI<br />
sudah melakukan pembayaran secara<br />
tunai 100%, padahal serah terima<br />
baru tahun 2018.<br />
Lantas kata dia pertanyaan<br />
kemudian muncul, kemanfaatan<br />
dari pembelian lahan Sumber Waras<br />
sekarang siapa yang isi? Apakah<br />
sudah dipakai? Sekarang rumah<br />
sakit jalan tidak? Uang negara sudah<br />
terpakai tidak? Silahkan disimpulkan<br />
sendiri.<br />
“Dari aktanya jelas dari saya baca<br />
dari depan ke belakang, tidak ada<br />
klausa penguasaan tanah setelah akta<br />
ditandatangani, tidak ada klausa si<br />
penjual menguasai tanah 2 tahun<br />
setelah ditandatangani akta, kalau<br />
sekarang masih dikuasasi penjual<br />
siapa yang rugi?,” tanya Harry.<br />
Anehnya juga kata dia meski<br />
lahan di RS Sumber Waras telah<br />
dibeli oleh Pemerintah Provinsi DKI<br />
Jakarta, namun tetap saja tanah<br />
tersebut sampai sekarang masih<br />
dimanfaatkan oleh pihak penjual<br />
dalam hal ini Yayasan Rumah Sakit<br />
Sumber Waras.<br />
Adapun soal letak tanah dan<br />
kaitanya dengan NJOP, semestinya<br />
pemprov DKI melakukan klarifikasi<br />
ke BPN, tentang letak posisi tanah<br />
yang benar.<br />
“Apa sudah ada konfirmasi resmi<br />
dari BPN? Terkait letak posisi tanah?<br />
Sudah keluarkan surat belum? Ikut<br />
Kyai Tapa atau Tomang? Mestinya<br />
Pemprov DKI men-clear-kan soal<br />
ini, tidak terburu-buru langsung<br />
transaksi, apalagi ini menggunakan<br />
uang rakyat loh, ratusan milyar,”<br />
pungkas Harry. /Arbie Marwan<br />
ANTARA<br />
44 AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016