Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Majalah-Aktual-Edisi-53-ms
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Menkeu Bambang Brodjonegoro (kiri), Dirjen<br />
Pajak Ken Dwijugiasteadi (tengah) dan<br />
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi (kanan)<br />
mengikuti keterangan pers usai rapat kabinet<br />
terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta,<br />
Senin (21/3). Rapat tersebut membahas soal<br />
pencucian uang dan penggelapan pajak.<br />
ANTARA<br />
memiliki jumlah uang tertentu, ada<br />
emailnya, dan jumlah SPV -nya,"<br />
dalih Ken.<br />
Bahkan nama-nama tersebut,<br />
kata Ken, tidak hanya ada di satu<br />
negara surga pajak atau suaka pajak,<br />
melainkan tersebar di 18 negara tax<br />
havens. Ke-18 negara itu tak hanya<br />
Panama, tapi juga ada Singapura,<br />
Swiss, Cook Island, Cyman Island,<br />
dan banyak lagi.<br />
Bagi pihak DJP, semua data bisa<br />
digunakan, termasuk Panama Papers<br />
ini. Karena data itu akan menjadi<br />
refensi siapa saja para wajib pajak<br />
yang belum membayar kewajiban<br />
pajaknya.<br />
"Yang jelas data itu bisa kami<br />
gunakan selama ada obyek pajaknya,"<br />
jelas Ken.<br />
Tolak Tax Amnesty<br />
Akan tetapi, dengan adanya<br />
respon pemerintah terhadap Panama<br />
Papers itu justru dengan semakin<br />
menggeber pembahasan RUU Tax<br />
Amnesty, di mata Fitra bukanlah<br />
langkah yang bijak.<br />
"Ini logika macam apa yang coba<br />
dihadirkan pemerintah? Ada skandal<br />
Panama Papers, malah mau kebut<br />
pembahasan tax amnesty," dengus<br />
Yenny lagi.<br />
Dengan adanya tax amnesty ini,<br />
seperti membuat karpet merah bagi<br />
para pendosa negara, yang selama ini<br />
sudah mengemplang pajak.<br />
Untuk itu, pihaknya sangat<br />
menolak adanya pembahasan tax<br />
amnesty itu. Karena bukan solusi<br />
untuk membangun sistem perpajakan<br />
di Indonesia.<br />
"Seharusnya para pengemplang<br />
pajak dan pelaku money laundry itu<br />
ditindak tegas secara hukum bukan<br />
malah diampuni," kecam dia.<br />
Forum Pajak Berkeadilan (FPB)<br />
menganggap saat ini sudah memasuki<br />
masa darurat kejahatan pajak. Untuk<br />
itu, mereka meminta pemerintah agar<br />
membatalkan rencana pemberian tax<br />
amnesty kepada wajib pajak super kaya.<br />
"Karena langkah itu akan<br />
kontra-produktif terhadap upaya<br />
optimalisasi penerimaan pajak,"<br />
tandas Koordinator Nasional Publish<br />
What You Pay (PWYP) Indonesia,<br />
Maryati Abdullah, salah satu anggota<br />
FPB, Jumat (8/4).<br />
Berdasar data Koalisi PWYP<br />
Indonesia, Indonesia ternyata berada<br />
pada posisi ke-7 dari negara-negara<br />
yang memiliki aliran uang haram<br />
tertinggi di dunia.<br />
Menurut dia, dalam rentang<br />
2003-2012, Indonesia tercatat<br />
mengalirkan dana sebesar Rp1.699<br />
triliun atau rata-rata per tahun<br />
mencapai Rp167 triliun.<br />
Untuk itu, dengan metode<br />
penghitungan yang sama, PWYP<br />
Indonesia mencatat dugaan total<br />
aliran uang haram di Indonesia di<br />
tahun 2014 sebesar Rp227,75 triliun<br />
atau setara dengan 11,7% dari total<br />
APBN-P tahun 2014.<br />
Dan khusus di sektor<br />
pertambangan, nilai aliran uang<br />
haram diperkirakan mencapai Rp<br />
23,89 triliun, di mana Rp 21,33 triliun<br />
berasal dari transaksi perdagangan<br />
ilegal dan Rp2,56 triliun berasal dari<br />
aliran uang panas.<br />
"Di tengah rendahnya tax ratio<br />
sektor pertambangan yang hanya<br />
mencapai 9,4% mengindikasikan<br />
masih maraknya praktik<br />
penghindaran dan pengemplangan<br />
pajak di sektor ini," keluh Maryati.<br />
Sehingga, dengan pemberlakuan<br />
Tax Amnesty juga bisa disebut<br />
sebagai langkah mundur penegakan<br />
hukum perpajakan dan pencucian<br />
uang. Apalagi pengampunan pajak itu<br />
akan menurunkan tingkat kepatuhan<br />
wajib pajak untuk membayar pajak.<br />
Sementara data Global Financial<br />
Integrity (GFI) pada tahun 2015<br />
setiap tahun negara berkembang<br />
kehilangan US$1 triliun akibat<br />
korupsi, penggelapan pajak, dan<br />
pencucian uang.<br />
Sekretaris Jendral Transparency<br />
International Indonesia (TII),<br />
Dadang Trisasongko menambahkan,<br />
tingginya aliran uang haram dari<br />
Indonesia diakibatkan rendahnya<br />
tingkat kepatuhan wajib pajak baik<br />
dari kelompok kaya, superkaya,<br />
maupun korporasi.<br />
Makanya, dia mengkritik,<br />
dengan tingginya prevalensi korupsi<br />
pajak, praktik penggelapan dan<br />
penghindaran pajak dengan metode<br />
perekayasaan keuangan yang rumit<br />
itu, membuktikan rendahnya kinerja<br />
otoritas pajak Indonesia.<br />
"Sehingga saat ini yang prioritas<br />
bukan UU Tax Amnesty, tetapi<br />
benahi kinerja otoritas pajak itu,"<br />
sebutnya. Busthomi<br />
AKTUAL <strong>Edisi</strong> <strong>53</strong> / April - Mei 2016 33