02.07.2013 Views

Bab I

Bab I

Bab I

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Mari, silakan, Pak Rohmat!" ucap Sukaji sekali lagi, sembari<br />

berpaling dari Hadiyoni.<br />

"Kenapa justru Anda yang mempersilakan? Bukankah<br />

ruangan ini milik Bu Kades?" bantah Rohmat dalam hati.<br />

Demikianlah dan kepalang basah! Sebagai warga desa yang<br />

merasa patuh dan menghargai tata krama, Rohmat pun<br />

bertahan untuk tetap berdiri, mencari tempat yang nyaman dari<br />

ruangan itu. Dia bersandar di dinding, di dekat pintu. Barangkali<br />

saja memang seperti ini yang dikehendaki Hadiyoni, meskipun<br />

sesungguhnya, jemari lentik yang nakal tadi tak akan dan tak<br />

pernah dipermasalahkan oleh Rohmat.<br />

Menyaksikan gelagat yang demikian ini, tak ada yang<br />

lebih tepat bagi Sukaji kecuali diam, dan menyambung<br />

pembicaraannya dengan Hadiyoni.<br />

Rohmat hanya senyum-senyum, sesekali justru ngegongi (2)<br />

pembicaraan kedua petinggi desa. Kenapa tidak. Pembicaraan<br />

mereka hanya berkisar masalah pajak. Sama sekali bukan hal<br />

yang sulit. Dia tahu, pekerjaan utama perangkat desa itu<br />

menagih pajak bumi dan bangunan. Jogotirto yang seharusnya<br />

mengurus irigasi desanya, diubah sendiri oleh para perangkat<br />

desa secara tanpa aturan atau undang-undang atau sejenisnya<br />

menjadi PBB yang diutamakan.<br />

Beberapa lama berikutnya, setelah Sukaji meninggalkan<br />

ruangan dan setelah kaki Rohmat pegal-pegal:<br />

"Silakan, Mat !"ucap Hadiyoni.<br />

"Begini lho, Bu Kades," kaki yang pegal karena terlalu lama<br />

berdiri, ternyata menambah keberanian Rohmat, "Saya ini<br />

menghadap sampeyan (3) untuk menagih janji!" kata Rohmat<br />

sembari meletakkan pantatnya ke kursi kayu satu-satunya yang<br />

ada di depan meja kepala desa.<br />

"Janji yang mana?"<br />

"Bu Kades jangan berpura-pura, lho!" Dan, laki-laki<br />

bertubuh kekar itu mengangkat telunjuknya, lurus menuding<br />

ke wajah kepala desa.<br />

Tentu saja Bu Kades merah padam. "Apa kau punya bukti?"<br />

"Saya memang tidak mempunyai bukti kuitansi! Tapi saya<br />

mempunyai bukti lain!"<br />

"Mana?"<br />

142 Bahasa Indonesia XI Program Bahasa

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!