02.07.2013 Views

Bab I

Bab I

Bab I

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

menggulungnya. Sebatang korek api pun ia cetuskan. Asapnya<br />

mengepul di seputar ruangan rumah gadang bercampur dengan asap<br />

rokok kretek Kalan. Bergulung. Membentuk lukisan-lukisan samara.<br />

“Tentang rumah kecil milik ibumu, Kalan.”<br />

Kalan menaikkan alis tidak mengerti. Ia menoleh ke arah ibu<br />

yang duduk di sampingnya. Tapi ibu diam saja.<br />

“Rumah tersebut memang milik ibumu. Ibumu yang<br />

membangunnya dulu. Tapi rumah itu didirikan di atas tanah pusaka,<br />

tanah milik kaum kita. Ah, kamu tentu paham maksud Mamak,”<br />

kata mamak melanjutkan.<br />

“Jelaskan saja, Mak,” Kalan menyerobot penasaran.<br />

Mamak menghela napas.<br />

“Kalan, tidak biasa anak laki-laki di kampung kita ini menempati<br />

tanah kaumnya. Setiap laki-laki yang sudah punya istri akan pergi<br />

ke rumahnya yang baru, atau tinggal di rumah istrinya. Nah, bila<br />

kamu menempati rumah kecil milik ibumu itu, apa kata orang nanti.<br />

Apa kamu tidak malu digunjingkan orang sekampung?”<br />

“Tapi, Mak?”<br />

“Iya, mamak mengerti. Makanya Mamak katakan, kamu<br />

jangan salah paham. Dan satu hal lagi yang perlu kamu ketahui<br />

kemenakanmu banyak yang perempuan. Mereka lebih punya hak<br />

untuk menempati rumah itu. Ini sudah kewajiban Mamak untuk<br />

mengatakan. Kamu pikirkan dan pertimbangkanlah baik-baik, “<br />

ucap mamak akhirnya memutus pembicaraan. Meninggalkan Kalan<br />

yang terpana tanpa berkata apa-apa. Meninggalkan rumah gadang<br />

dalam keheningan. Juga ibu yang tak mampu bersuara.<br />

Di bingkai jendela rumah gadang, Kalan menatap jauh ke<br />

halaman. Gelap yang terpampang. Sebuah panorama kelam dari<br />

malam yang menerjang. Segelap hatinya yang berselimut gundah.<br />

Getir. Ngilu. Dan serasa ada sayat yang tak putus-putus membuat<br />

dadanya tak henti dari kecamuk. Pikirannya kusut.<br />

Kalan merasa tidak mampu menemukan kalimat yang tepat,<br />

sungguh tidak bisa, apa yang akan dikatakannya nanti pada Darti<br />

tentang semua itu?<br />

Payakumbuh, Januari 2008<br />

Sumber : Kompas, 10 Februari 2008<br />

Berinteraksi dalam Lingkungan Sosial 227

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!