02.07.2013 Views

Bab I

Bab I

Bab I

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Dulu, waktu Mus masih tinggal di sini, dialah yang<br />

mengurus rumah, sawah, sampai pengelolaan penggilingan<br />

padi keluarga ini. Sejak kecil ia telah dilatih menjadi pengurus<br />

rumah tangga sekaligus petani. Emaknya dulu buruh di<br />

keluarga Jamal ketika seperempat luas sawah di desa ini masih<br />

menjadi miliknya. Jamal pula yang menikahkan emak Mus<br />

dengan buruh Penggilingan padi. Lalu membuatkan rumah<br />

mungil dan memberi pesangon sepetak sawah di selatan desa.<br />

Tetapi, kemiskinan yang mendera membuat keluarga itu<br />

menyerahkan pengasuhan Mus kecil kepada Imah. Sejak itu<br />

Mus menjadi bagian dan keluarga Imah.<br />

Imah meringis menahan sakit setiap uang logam di tangan<br />

Mus menggerus kulit keriputnya. Pikirannya masih tertuju pada<br />

anak-anaknya yang kemarin datang dan sekarang telah pergi<br />

lagi. Benar kata orang, tak ada bedanya punya banyak anak<br />

atau sedikit. Setelah tiba masanya, anak-anak itu akan pergi<br />

mencari hidup mereka sendiri dan meninggalkan orangtuanya.<br />

Begitu juga yang dirasakan Imah. Ia telah melahirkan dan<br />

membesarkan sembilan orang anak. Toh ia tetap merasa sepi<br />

mengisi hari tua hanya bersama Jamal, suaminya.<br />

Para tetangga sering berkata, enaknya menjadi orangtua<br />

seperti dirinya, punya banyak anak dan sudah jadi orang<br />

semua. Tinggal duduk menunggu kiriman. Imah hanya akan<br />

menjawab dengan kata: Amin. Mungkin memang begitu<br />

mestinya, batin Imah. Tetapi, sebentar kemudian pikiran itu<br />

diusir pergi. Agamanya mengajarkan bahwa orangt tua harus<br />

tanpa pamrih mendidik anak-anaknya. Kewajiban itu harus<br />

dijalankan semata-mata untuk mencari rida-Nya karena anakanak<br />

adalah titipan dari-Nya.<br />

Mendidik sembilan orang anak hingga menjadi orang<br />

seperti sekarang sudah merupakan karunia. Sembilan orang<br />

anak! Hingga dulu dia tak punya cukup waktu untuk dirinya<br />

sendiri. Memang pada masa itu suaminya anak tuan tanah<br />

terkaya di desa ini. Mereka hidup dikelilingi buruh puluhan<br />

jumlahnya. Ada buruh yang mengerjakan sawah, ada pula<br />

yang mengurus anak-anak dan rumah tangga. Tetapi, tetap<br />

Lika-Liku Kehidupan 255

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!