mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kursus HAM <strong>untuk</strong> Pengacara X, 2005<br />
Bahan Bacaan<br />
Materi : Pengadilan Hak Asasi Manusia<br />
Bagian Kelima<br />
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KOMANDAN<br />
(CRIMINAL RESPONSIBILITY OF COMMANDERS)<br />
1. Pendahuluan<br />
Pertanggungjawaban komando saat ini sangat relevan <strong>untuk</strong> dibahas karena hal-hal sebagai berikut :<br />
a. Pertanggungjawaban komando tidak hanya berlaku di kalangan militer, tetapi juga di lingkungan nonmiliter<br />
yaitu atasan, baik polisi maupun sipil lainnya (other superiors), terhadap <strong>pelanggaran</strong> HAM berat<br />
yang dilakukan bawahannya (subordinates);<br />
b. Pertanggungjawaban komando tidak hanya berlaku di masa perang atau konflik bersenjata, tetapi juga<br />
bisa terjadi di masa damai;<br />
c. Di lingkungan militer, pertanggungjawaban komando berkaitan dengan “sacred trust”, yang<br />
mengandung baik tanggung jawab juridis maupun tanggung jawab moral yang tidak ada<br />
bandingannya dengan posisi pimpinan lainnya;<br />
d. Apabila pertanggungan jawab komando yang bersifat langsung (direct command responsibility) yang<br />
berlaku umum telah diatur dalam hukum pidana dalam kerangka Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP<br />
(penyertaan tindak pidana), maka konsep pertanggungjawaban komando yang tidak langsung (indirect<br />
command responsibility) dalam bentuk “participation by omission” yang berlaku secara khusus dalam<br />
<strong>pelanggaran</strong> HAM yang berat (genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan), yang bersumber dari<br />
hukum kebiasaan internasional ternyata telah mempengaruhi perkembangan hukum pidana yang<br />
bersifat umum, apabila yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum <strong>untuk</strong> berbuat;<br />
e. Bagi Indonesia persoalan pertanggungjawaban komando dalam kerangka “individual responsibility”<br />
sangat penting sehubungan dicantumkannya lembaga hukum ini dalam Pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000<br />
tentang Pengadilan HAM, yang mengadopsi perumusan Article 28 Statuta Roma Tahun 1998 dan<br />
berlaku dalam kerangka kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang menjadi<br />
jurisdiksi Pengadilan HAM;<br />
Diskusi tentang doktrin pertanggungjawaban komando (the doctrine of command responsibility or superior<br />
responsibility rule), khususnya dalam hukum pidana akan selalu menarik, mengingat perkembangannya<br />
yang penuh perdebatan dalam hukum internasional maupun polemik yang berkembang dalam hukum<br />
nasional. Sekalipun maknanya tidak sesederhana sebagai “military commanders are responsible for the acts of<br />
their subordinates”, sebenarnya hal ini bukan sebagai suatu hal yang baru. Pada kira-kira tahun 500 BC, Sun<br />
Tzu menulis dalam “The Art of War” bahwa :<br />
“When troops flee, are insubordinate, distressed, collapse in disorder, or are routed, it is the fault of the<br />
general. None of these disorders can be attributed to natural causes.”<br />
Napoleon Bonaparte menegaskan dalam hal ini dengan mengatakan bahwa : ”There are no bad regiments; they<br />
are only bad colonels”. Begitu pula King Charles VII of Orleans yang mengeluarkan dekrit yang berisi bahwa<br />
komandan militer dapat dipertanggungjawabkan, bilamana di dalam komandonya telah terjadi kejahatan<br />
terhadap penduduk sipil, tidak peduli apakah komandan militer tersebut berpartisipasi dalam pelaksanaan<br />
kejahatan.<br />
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 18