05.05.2015 Views

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kursus HAM <strong>untuk</strong> Pengacara X, 2005<br />

Bahan Bacaan<br />

Materi : Pengadilan Hak Asasi Manusia<br />

3. Asas-asas Umum Sebagai Landasan Jurisdiksi<br />

Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pengadilan nasional tidak mungkin dapat menerapkan<br />

jurisdiksi atas semua kejahatan tanpa mempedulikan di mana kejahatan tersebut terjadi. Jurisdiksi nasional<br />

tersebut harus mentaati ketentuan-ketentuan baik yang diatur oleh hukum nasional maupun asas-asas<br />

hukum internasional.<br />

Pada dasarnya<br />

tersebut :<br />

terdapat ketentuan hukum internasional yang mengakui 5 (lima) landasan jurisdiksi<br />

a. Asas teritorialitas (the territorial principle) yang menegaskan bahwa setiap negara berhak mengatur dan<br />

menerapkan hukumnya terhadap perbuatan yang seluruh atau sebagian bagian substansialnya<br />

dilakukan di wilayah teritorialnya. Asas ini di beberapa negara mengalami perluasan , yaitu hukum<br />

pidana nasional diberlakukan juga apabila suatu bagian elemen utama dari akibat (substantial effect)<br />

kejahatan terjadi di negara tersebut (the effect principle);<br />

b. Asas nasionalitas (the nationality principle) yang mengatur bahwa setiap negara dapat menerapkan<br />

jurisdiksinya terhadap pelaku kejahatan yang merupakan warganegaranya, tanpa menghiraukan<br />

tempat dilakukannya perbuatan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas, kepentingan, status dan hubungan<br />

warganegaranya. Ada negara yang membatasi berlakunya asas ini <strong>untuk</strong> tindak pidana tertentu yaitu<br />

kejahatan berat, tetapi banyak juga yang menerapkannya <strong>untuk</strong> semua kejahatan tanpa memperhatikan<br />

di mana kejahatan dilakukan;<br />

c. Asas perlindungan (the protective principle) yang mengatur bahwa perbuatan yang bersifat extraterritorial<br />

yang dilakukan oleh warganegaranya akan menimbulkan bahaya baik aktual maupun<br />

potensial terhadap kepentingan penting negara, biasanya berkaitan dengan keamanan nasional atau<br />

integritas dan beberapa fungsi penting dari negara. Termasuk di sini espionage, pemalsuan uang dan<br />

sumpah palsu di depan pejabat konsuler;<br />

d. Asas personalitas pasif (the passive personality principle). Asas ini menegaskan jurisdiksi negara <strong>untuk</strong><br />

diterapkan terhadap perbuatan yang dilakukan di luar teritori negara oleh seorang bukan warganegara,<br />

di mana korban perbuatan tersebut adalah warganegara negara tersebut. Biasanya hal ini diterapkan<br />

terhadap teroris dan pelaku serangan terorganisasi yang lain terhadap warganegara dengan alasan<br />

kewarganegaraannya; tidak jarang digunakan <strong>untuk</strong> <strong>mengadili</strong> individu yang melakukan kejahatan<br />

yang diatur hukum nasional yang dilakukan di luar negeri, termasuk <strong>pelanggaran</strong> HAM;<br />

e. Asas universalitas (the universality principle) yang sangat penting <strong>untuk</strong> <strong>mengadili</strong> <strong>pelanggaran</strong> HAM<br />

berat dan kejahatan-kejahatan lain yang diakui oleh masyarakat negara-negara sebagai kejahatan yang<br />

menarik perhatian internasional seperti pembajakan di laut dan di udara serta mungkin terorisme dan<br />

perdagangan budak. Asas ini memungkinkan suatu negara <strong>untuk</strong> menerapkan jurisdiksi terhadap<br />

pelaku kejahatan tertentu yang sangat berat dan berbahaya terhadap umat manusia, tanpa<br />

memperhatikan apakah negara tersebut ada kaitannya (nexus) dengan kejahatan, pelaku atau korban.<br />

Dalam hal ini setiap negara dianggap mempunyai kepentingan <strong>untuk</strong> menerapkan jurisdiksi ini atas<br />

kejahatan seperti pembajakan, perdagangan budak, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan,<br />

penyiksaan, sabotase dan genosida. Pengalaman menunjukkan bahwa dasar hukum - apakah traktat<br />

atau kebiasaan - bervariasi dari kejahatan yang satu ke kejahatan yang lain. Apabila kejahatan tersebut<br />

berkaitan dengan suatu ‘erga omnes obligation’ atau suatu ‘jus cogens norm’ (peremptory norms) maka<br />

alasan setiap negara <strong>untuk</strong> menerapkan jurisdiksinya lebih kuat. Namun demikian apabila negara yang<br />

memiliki territorial memang berkehendak (willing) dan mampu (able) <strong>untuk</strong> <strong>mengadili</strong>, negara lain pada<br />

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 2

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!