mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kursus HAM <strong>untuk</strong> Pengacara X, 2005<br />
Bahan Bacaan<br />
Materi : Pengadilan Hak Asasi Manusia<br />
Di dalam “The US Army Field Manual” antara lain disebutkan bahwa : “Command is a specific and legal position<br />
unique to the military. It is where the buck stops... Command is a sacred trust. The legal and moral responsibilities of<br />
commanders exceed those of any other leader of similar position and authority”.<br />
2. Karakter Juridis<br />
Doktrin bahwa para komandan militer dan orang-orang lain yang menduduki posisi dan kewenangan<br />
yang lebih tinggi dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana terhadap perbuatan yang melawan<br />
hukum dari anak buahnya sudah dimantapkan dalam norma hukum kebiasaan dan perjanjian hukum<br />
internasional.<br />
Melihat pelbagai perumusan di atas nampak bahwa, pertanggungjawaban pidana ini bisa bersumber dari<br />
“actus reus”, baik berupa perbuatan positif dari komandan atau superior (kadang-kadang disebut sebagai<br />
“direct command responsibility”) maupun atas dasar kelalaian yang bersifat omisionis (“culpable omissions”,<br />
“indirect command responsibility” atau “command responsibility strictu sensu”). Dengan demikian seorang<br />
komandan atau superior tidak hanya bisa dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana karena “ordering,<br />
instigating, planning, aiding or abetting” tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya, tetapi juga karena<br />
kegagalan <strong>untuk</strong> mengambil tindakan-tindakan <strong>untuk</strong> mencegah atau menghentikan atau berusaha<br />
menghukum perbuatan melawan hukum bawahan.<br />
Perbedaan antara kedua tipe pertanggungjawaban terletak pada kenyataan bahwa dalam hal perbuatan<br />
positif para komandan, hal ini mengikuti apa yang dinamakan “principles of accomplice liability” dalam<br />
kerangka teori penyertaan (complicity, deelneming), sedangkan yang kedua berkaitan dengan apa yang<br />
dinamakan “The principle responsibility for omissions” yang bisa terjadi apabila terdapat suatu kewajiban<br />
hukum <strong>untuk</strong> berbuat (legal obligation to act). Sehubungan dengan hal ini Art. 87 dari Protocol Additional to the<br />
Geneva Conventions of August 1949 menyatakan bahwa :<br />
“International law imposes an affirmative duty on superiors to prevent persons under their control from<br />
committing violations of international humanitarian law, and it is ultimately this duty that provides the<br />
basis for, and defines the contours of, the imputed criminal responsibility under Art 7 (3) of the Statute”.<br />
Doktrin modern tentang “command responsibility” boleh dikatakan berakar dari Konvensi Den Haag 1907.<br />
Baru pada tahun 1919 (Preliminary Peace Conference), “Commission on the Responsibility of the Authors of the War<br />
and on Enforcement of Penalties” merekomendasikan pembentukan suatu tribunal yang dapat menuntut dan<br />
memidana mereka yang :<br />
“Ordered, or with knowledge thereof and with power to intervene, abstained from preventing or taking<br />
measures to prevent, putting an end to or repressing violations of the laws or customs of war.”<br />
Baru setelah PD II doktrin pertanggungjawaban komando yang bersifat “culpable ommisions” (failure to act)<br />
memperoleh pengakuan dalam konteks internasional. Di Perancis (1944) masuk kategori “tolerated the<br />
criminal acts of their subordinates” dalam “The Suppression of War Crimes”. Selanjutnya Chinese Law (1946) yang<br />
mengatur “The Trial of War Criminals”, hal ini dikategorikan sebagai ”Persons who have not fulfilled their duty<br />
to prevent crimes from being committed by their subordinates shall be treated as the accomplices of such war<br />
criminals”.<br />
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 22