mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kursus HAM <strong>untuk</strong> Pengacara X, 2005<br />
Bahan Bacaan<br />
Materi : Pengadilan Hak Asasi Manusia<br />
melakukan atau memerintahkan terjadinya <strong>pelanggaran</strong> terhadap konvensi. Hal ini (jurisdiksi universal)<br />
bersifat perintah (mandatory), sekalipun konvensi tidak memuat ketentuan pidana yang lain.<br />
Contoh yang lain adalah ketentuan yang berkaitan dengan ‘Slavery and Forced Labour’. Di bawah Slavery<br />
Convention (1956), negara-negara peserta harus melakukan kriminalisasi terhadap perbudakan dan<br />
perdagangan budak, tanpa mempertimbangkan dimana perbuatan terjadi. Bahkan, ‘slave trade’ harus<br />
dipidana seberat-beratnya. Dalam hal ini tidak jelas apakah hukum kebiasaan internasional mewajibkan<br />
semua negara <strong>untuk</strong> menerapkan jurisdiksi universal terhadap perbudakan, sekalipun mengenai<br />
perbudakan paling tidak negara-negara mengaturnya secara ‘permissive’ atas dasar hukum kebiasaan<br />
internasional. Sepanjang mengenai kerja paksa (forced labour), Konvensi 1930 mewajibkan negara-negara<br />
<strong>untuk</strong> memidananya sebagai tindak pidana, sedang ‘Convention on Forced Prostitution’ mewajibkan negaranegara<br />
<strong>untuk</strong> memidana setiap orang yang berperan serta, namun tidak memuat kewajiban <strong>untuk</strong><br />
melakukan ekstradisi.<br />
Contoh selanjutnya adalah berkaitan dengan penyiksaan (torture). Konvensi tentang Penyiksaan secara jelas<br />
mewajibkan negara-negara <strong>untuk</strong> menjamin agar penyiksaan, percobaan <strong>untuk</strong> melakukannya dan<br />
penyertaan (complicity) <strong>untuk</strong> melakukan penyiksaan merupakan tindak pidana (dikriminalisasikan) dan<br />
memidananya secara patut sesuai dengan beratnya.<br />
Selanjutnya negara-negara wajib mengatur <strong>untuk</strong> memidana penyiksaan yang terjadi di wilayah<br />
teritorinya, oleh warganegaranya, dan apabila dipandang perlu, terhadap warganegaranya (korban), juga<br />
segala keadaan yang lain di mana negara tersebut memilih <strong>untuk</strong> tidak mengekstradisikan si pelaku.<br />
Melebihi ketentuan konvensi, hukum kebiasaan internasional mengijinkan negara-negara <strong>untuk</strong><br />
menerapkan jurisdiksi universal terhadap penyiksaan.<br />
Contoh berikutnya mengenai ‘Apartheid’. Konvensi Apartheid mengijinkan bahkan memerintahkan negaranegara<br />
peserta <strong>untuk</strong> menentukan dan menerapkan kriminalisasi yang dilakukan dimana pun juga<br />
(committed anywhere). Tribunal internasional juga dipertimbangkan dan mewajibkan negara-negara <strong>untuk</strong><br />
mengekstradisikan pelaku sesuai dengan perundang-undangan yang ada.<br />
Contoh terakhir berkaitan dengan kejahatan Penghilangan Paksa (Forced Disappearances). Terlepas dari<br />
kejahatan terhadap kemanusiaan asas jurisdiksi dalam hal ini juga mengalami perkembangan. Pada tahun<br />
1992, Resolusi Sidang Umum PBB menyerukan kepada negara-negara anggota <strong>untuk</strong><br />
mengkriminalisasikan ‘apartheid’ sebagai kejahatan berat dan mewajibkan negara-negara <strong>untuk</strong><br />
mengekstradisikannya atau menuntut pelakunya, dan menyerukan pengaturan daluwarsa yang panjang.<br />
5. Relevansinya dengan Hukum Nasional<br />
Negara-negara peserta konvensi mempunyai kewajiban <strong>untuk</strong> mengkriminalisasikan dan memidana<br />
kejahatan-kejahatan tertentu dalam hukum pidana nasionalnya sebagai pelaksanaan kewajiban tersebut.<br />
Bentuk lain adalah bahwa sistem hukum nasional atau <strong>domestik</strong> mengijinkan <strong>untuk</strong> secara langsung di<br />
bawah hukum internasional. Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan, sebenarnya merupakan<br />
<strong>pelanggaran</strong> terhadap komitmen internasional. Namun demikian akibat dari bervariasinya kewajibankewajiban<br />
atas dasar konvensi internasional (treaty-based duties) sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,<br />
maka jangkauan (coverage) hukum nasional atau hukum <strong>domestik</strong> yang mengaturnya juga bervariasi dari<br />
kejahatan yang satu ke kejahatan lainnya.<br />
Sebagai contoh adalah sepanjang berkaitan dengan ‘genocide’, hukum nasional/<strong>domestik</strong> membatasi<br />
pengaturannya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam wilayahnya (state’s soil),<br />
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 4