05.05.2015 Views

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

mekanisme domestik untuk mengadili pelanggaran ham ... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kursus HAM <strong>untuk</strong> Pengacara X, 2005<br />

Bahan Bacaan<br />

Materi : Pengadilan Hak Asasi Manusia<br />

Bagian Keenam<br />

PENUTUP<br />

Indonesia telah memiliki UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam merumuskan kejahatan<br />

yang termasuk jurisdiksinya tegas-tegas dinyatakan telah mengikuti Statuta Roma Tahun 1998. Hanya<br />

sayangnya dua dokumen lainnya yang melekat tidak pernah dibahas yaitu dokumen tentang “Elements of<br />

Crimes” dan dokumen tentang “Rules of Procedures and Evidence”. Juga sangat disayangkan tidak<br />

dimasukkannya ketentuan ICC tentang kejahatan perang (war crimes) dalam jurisdiksi Pengadilan HAM. Di<br />

samping itu pelbagai rumusan lain dalam Pengadilan HAM juga mengadopsi apa yang diatur oleh ICC.<br />

Contohnya adalah Pasal 42 yang mengatur tentang Pertanggungjawaban Komando.<br />

Sebagai suatu norma yang baru kita harus mengkaji baik secara teoritik konseptual maupun empiris apa<br />

yang telah terjadi dalam praktek hukum internasional yang cenderung sudah menjadi hukum kebiasaan<br />

internasional.<br />

Dalam beberapa hal seperti pertanggungjawaban komando, sebenarnya pelbagai diskusi di atas sepanjang<br />

bersifat langsung (direct command responsibility) masalahnya dapat ditempatkan dalam kerangka hukum<br />

nasional yaitu Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yang mengatur tentang penyertaan (deelneming), sekalipun<br />

terdapat hal yang relatif baru yaitu “crimes by omission” atau “culpable omission” atau ‘indirect command<br />

responsibility’. Dikatakan ‘relatif’ baru, karena secara konseptual kejahatan omisionis juga dikenal seperti<br />

<strong>pelanggaran</strong> berat terhadap Konvensi Jenewa 1949 berupa pembunuhan dengan sengaja dengan cara tidak<br />

memberikan bantuan makanan atau kesehatan atau melalaikan hak POW <strong>untuk</strong> diadili secara adil. Dalam<br />

kerangka ini dipertimbangkan betapa pentingnya studi perbandingan hukum antar negara.<br />

Dalam hal ini pula Prof. Nico Keijzer (Hakim Agung Belanda) menyatakan bahwa pelbagai uraian di atas<br />

tidak hanya terbatas pada kejahatan perang (war crimes), tetapi harus dilihat sebagai salah satu bentuk<br />

“criminal participation” atau “participation by omission” dan dapat berkaitan dengan delik-delik yang lain<br />

secara umum.<br />

“The American Model Penal Code” (Section 2.06(3)) menentukan bahwa “ a person is an accomplice of<br />

another in the commission of a criminal offence, inter alia, if he , having a legal duty to prevent the<br />

commission of the offence, fails to make proper effort to do so”.<br />

Dalam Paragraph 13 KUHP Jerman yang mengatur pertanggungjawaban pidana terhadap mereka yang<br />

mengabaikan <strong>untuk</strong> mencegah kejahatan agar tidak terjadi, padahal yang bersangkutan mempunyai<br />

kewajiban hukum <strong>untuk</strong> melakukannya. “Participation by omission” juga dikenal dalam yurisprudensi (case<br />

law) Belanda sebagai landasan pertanggungjawaban pidana.<br />

Mengenai jurisdiksi materi kiranya dapat diusulkan amandemen terhadap UU No. 26 Tahun 2000, agar juga<br />

memasukkan juga Kejahatan Perang (War Crimes) di dalamnya sebagaimana ICC, mengingat kejahatan<br />

perang tidak hanya berkaitan dengan konflik bersenjata internasional, tetapi juga bisa diterapkan terhadap<br />

konflik bersenjata internal. Perumusan yang diambil dari ICC (seperti juga perumusan genosida dan<br />

kejahatan terhadap kemanusiaan) cukup memadai, mengingat perumusannya yang komprehensif.<br />

Sebagai rekomendasi lain dapat dikemukakan agar antar negara terjadi harmonisasi hukum mengenai<br />

“military codes” dan “rule of engagement” (semacam British Manual of Military Law atau the US Army Field<br />

Manual), mengingat telah terbentuknya ICC yang bersifat permanen dan dimungkinkannya dibentuknya<br />

peradilan pidana ad hoc oleh Dewan Keamanan PBB yang secara komplementer dapat mengambil alih<br />

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 28

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!