12.07.2015 Views

Public Review RUU P2H 22 April 2013.pdf - Elsam

Public Review RUU P2H 22 April 2013.pdf - Elsam

Public Review RUU P2H 22 April 2013.pdf - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAGIAN KELIMAKESIMPULAN DAN REKOMENDASIA. KESIMPULAN<strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> dinilai bermasalah baik dari aspek formil (pembentukannya) maupun aspekmateriil (substansi). Dari aspek formil, proses pembahasan <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> dinilai telahmenyimpang dari asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baiksebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan, khususnya asas “keterbukaan”. Idealnya proses PembentukanPeraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, danpembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisanmasyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukandalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.Proses pembahasan <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> di DPR dilakukan secara tidak transparan dan tidakterbuka sehingga menutup peluang bagi masyarakat dan media dalam melakukanpemantauan atau memberikan masukan. Jadwal maupun perkembangan terbaru setiapproses pembahasan tidak pernah disampaikan kepada publik atau media secara terbuka.Bahkan draft <strong>RUU</strong> yang tercantum dalam website DPR pun masih draft <strong>RUU</strong> yang lama,yaitu <strong>RUU</strong> Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar.Selain isu Keterbukaan, persoalan lain yang muncul dari aspek formil atau legal draftingproses pembahasan <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> adalah: (1) Permasalahan yang ingin disasar oleh <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong>tidak jelas; (2) <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> masih mengalami persoalan pada sebagian strukturpengelompokkan dan penataurutan norma; (3) <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> terlalu banyak memberikandiskresi tanpa disertai koridor yang ketat; dan (4) Secara tidak langsung, sebagiansubstansi <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> mengkonfirmasi problem kapasitas perancang dan pembahas <strong>RUU</strong><strong>P2H</strong> dalam mengidentifikasi, memilah, dan mengkategorikan fakta atau perbuatan yanghendak diatur.Dari aspek materiil, mayoritas subtansi <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> masih dinilai bermasalah. <strong>RUU</strong> ini antaralain : (1) dinilai membuka peluang terjadinya kriminalisasi bagi masyarakat adat danmasyarakat lokal di sekitar hutan; (2) menambah tumpang tindih peraturan di bidangsumber daya alam; (3) mengacaukan sistem hukum pidana ; (4) sejumlah subtansibertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang definisi kawasan hutan(Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45 Tahun 2011) ; (5) membuka peluangterjadinya korupsi atau penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan pemberian izin-izindi bidang kehutanan; (6) mendorong pembentukan lembaga baru dan hakim ad hockehutanan yang dinilai tidak diperlukan dan diragukan efektifitasnya; dan (7) mendorongupaya legalisasi pertambangan dan perkebunan di dalam kawasan hutan yangseharusnya tidak diperkenankan.Subtansi <strong>RUU</strong> <strong>P2H</strong> yang ada jika nantinya disahkan akan memberikan dampak yangsangat krusial dan tidak menguntungkan bagi masyarakat maupun upaya kelestarian36

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!