You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
FOKUS<br />
Lokasi penambangan pasir<br />
liar di Desa Selok Awar-Awar<br />
diberi garis polisi.<br />
ISFARI/DETIKCOM<br />
lingkungan ini juga dijaga beberapa polisi dan<br />
personel Satuan Polisi Pamong Praja. Beberapa<br />
ucapan belasungkawa, antara lain dari Yayasan<br />
Kasih Bangsa Surabaya, Sajogyo Institute, LBH<br />
Disabilitas Jatim, Walhi, dan dari perorangan,<br />
seperti aktivis Wardah Hafidz, tertata di depan<br />
rumah sederhana itu.<br />
Tijah ingat Salim pernah bercerita ia akan<br />
dibunuh gara-gara kegiatannya memprotes penambangan<br />
pasir ilegal di desanya. Salim juga<br />
pernah ditantang berkelahi oleh para preman<br />
yang menjadi beking tambang pasir. Tapi Salim<br />
menolaknya.<br />
Berikut ini wawancara Bahtiar Rifai dari majalah<br />
detik dengan Tijah.<br />
Salim memprotes penambangan pasir<br />
karena dirugikan. Sawahnya rusak, sehingga<br />
tidak bisa bertani lagi. Sejak kapan<br />
kerusakan sawah itu terjadi?<br />
Sejak ada Backhoe (ekskavator) itu. Kuranglebih<br />
dua tahun. Ini kan sawah Pak Kancil. Nah,<br />
Kepala Desa bikin (tempat) parkir motor di<br />
situ. Bilangnya begini, “Pak Kancil, sawahmu<br />
mau dibikin parkir motor. Nanti bagi hasil. Satu<br />
motor dikasih Rp 2.000.”<br />
Pernah dulu kami gagal panen, habis biaya<br />
lebih dari Rp 2 juta. Tapi tidak ada hasilnya.<br />
Terus minta hasil parkiran sama Pak Kades,<br />
dikasih Rp 1 juta. Terus gagal lagi panen, minta<br />
lagi sama Kepala Desa. Dia suruh minta ke Pak<br />
Desir. Terus Pak Salim datang ke Pak Desir, tapi<br />
Pak Desir bilang ke Kades saja.<br />
Pak Salim bilang, “Aku malu, Tik (panggilan<br />
MAJALAH DETIK 5 - 11 OKTOBER <strong>201</strong>5