West Papua - Evangelische Kirche von Westfalen
West Papua - Evangelische Kirche von Westfalen
West Papua - Evangelische Kirche von Westfalen
Erfolgreiche ePaper selbst erstellen
Machen Sie aus Ihren PDF Publikationen ein blätterbares Flipbook mit unserer einzigartigen Google optimierten e-Paper Software.
Tokoh dalam cerita: janda dan<br />
hakim<br />
Seperti yang kita baca dan temukan disana, hanya<br />
dua orang saja yang menjadi pemeran utamanya:<br />
yaitu si janda dan hakim. Sedang orang<br />
yang menjadi ‘lawan’ dari janda itu hanya disebutkan<br />
begitu saja. Perumpamaan lain yang senada<br />
yaitu tentang ‘sahabat di tengah malam’ juga<br />
menunjukkan dua karakter utama, tuan rumah<br />
dan tetangganya, sementara orang/tokoh lain<br />
sebagai sahabat yang melakukan perjalanan<br />
hanya disebutkan secara sepintas.<br />
Dari dua kisah perumpamaan ini nampaknya janda-janda<br />
di Israel mengalami banyak kesulitan;<br />
banyaknya hukum yang melindungi mereka, menunjukkan<br />
bahwa penderitaan dan penindasan<br />
menjadi bagian cerita hidup mereka. Meski demikian<br />
menarik sekali karena Allah sendiri membela<br />
perkara si janda (Ulangan 10:18) dan mengutuk<br />
orang yang bersikap tidak adil terhadap dia<br />
(Ulangan 27:19). Seorang janda menggantikan<br />
almarhum suaminya dan di pengadilan, ia dianggap<br />
sama dengan seorang laki-laki: „Mengenai<br />
nazar seorang janda atau seorang perempuan<br />
yang diceraikan, segala apa yang mengikat dirinya<br />
akan tetap berlaku baginya“ (Bilangan 30:9).<br />
Setiap orang yang ingin mencabut hak-hak dari<br />
seorang janda harus berhadapan dengan Allah,<br />
yaitu Pelindung dari para janda (Mazmur 68:5).<br />
Meskipun demikian, para janda tetap diperlakukan<br />
tidak sebagaimana mestinya. Nabi Yesaya<br />
bahkan pernah mengeluh bahwa penguasa-penguasa<br />
negeri ternyata adalah juga para pemberontak<br />
dan pencuri. „Mereka tidak membela hak<br />
anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tidak<br />
sampai kepada mereka“ (Yesaya 1:23). Sedangkan<br />
Maleakhi menyatakan bahwa Allah akan<br />
segera menjadi saksi melawan mereka yang<br />
menindas janda-janda dan anak-anak yatim (Maleakhi<br />
3:5). Gambaran ketidakadilan, ironis dan<br />
dilematis seorang janda rupanya telah menjadi<br />
sorotan dan pembicaraan dalam kisah-kisah PL.<br />
Demikian juga dengan kondisi di PB, Yesus<br />
menceritakan kepada murid-murid-Nya tentang<br />
seorang janda di suatu kota yang berhadapan<br />
dengan seseorang yang melawan dia dan tidak<br />
ada seorang pun yang mendukungnya kecuali<br />
gerechte gemeinschaft <strong>von</strong> männern und frauen gottesdienst 2011<br />
Materialien für den Gottesdienst<br />
seorang hakim yang tidak adil [1]. Musuhnya pun<br />
tidak muncul di pengadilan, yang kemungkinan<br />
besar ini menunjukkan bahwa masalah ini berkaitan<br />
erat dengan masalah uang. Si janda tidak<br />
mampu membayar jasa seorang pengacara. Karena<br />
itu dia langsung saja pergi kepada hakim<br />
dan mengharapkan hakim tersebut menjadi pengacara,<br />
sekaligus menjadi hakimnya [2].<br />
Aneh dan rumit sekali membayangkan bahwa<br />
Janda tersebut pergi ke seorang hakim dunia<br />
yang mempunyai reputasi yang tidak baik [3] daripada<br />
pergi ke pengadilan masyarakat. Sebab<br />
Hakim itu sama sekali tidak mempunyai prinsipprinsip<br />
agama dan kebal terhadap pendapat<br />
umum. Dia sama sekali tidak memperhatikan<br />
apa yang dikatakan Allah dan juga manusia.<br />
Kepada hakim yang demikianlah janda ini mengadu.<br />
Sayang sekali karena rincian dari cerita<br />
ini kurang sekali, misalnya kita tidak diberitahu<br />
berapa umur janda tersebut [4]. apakah dia kaya<br />
atau miskin, dan bagaimana dia memutuskan<br />
pergi ke seorang hakim yang „tidak takut akan<br />
Allah dan tidak menghormati manusia.“<br />
Sebagai seorang janda, dia merupakan symbol<br />
atau gambaran dari sifat atau sosok/pribadi yang<br />
kecil dan mudah diserang. Satu-satunya jalan<br />
baginya adalah membawa kasusnya kepada<br />
hakim itu dengan permohonan, „Belalah hakku<br />
terhadap lawanku.“ Frasa „belalah hakku“ merupakan<br />
bahasa hukum dan benar-benar berarti<br />
„terimalah perkaraku,“ atau „bantulah aku untuk<br />
mendapatkan keadilan“ [5]. Janda itu memohon<br />
kepada hakim tersebut untuk membantunya,<br />
meskipun dari reputasi hakim tersebut, dia pasti<br />
tidak menghiraukan permintaan yang demikian.<br />
Benar juga bahwa hakim itu menolak permintaannya.<br />
Hakim itu mungkin menolak janda itu<br />
dengan mengirimkan dia pulang dengan ucapan<br />
yang lazim dipengadilan, „silahkan, kasus berikutnya.“<br />
Satu-satunya kekuatan yang dimiliki wanita itu<br />
adalah semangat, kerajinan dan ketekunannya<br />
pergi ke hakim tersebut setiap hari dengan mengajukan<br />
permohonan yang sama, „Belalah hakku<br />
terhadap lawanku.“ Kekuatan dan ketekunan si<br />
Janda rupanya menjadi senjata yang menyebabkan<br />
sang hakim merasa gelisah, sehingga dia<br />
berbicara kepada dirinya sendiri dan berkata,<br />
„Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak<br />
menghormati seorang pun, namun karena janda<br />
ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan<br />
41