11.09.2013 Views

Digha Nikaya - Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara

Digha Nikaya - Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara

Digha Nikaya - Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pendahuluan xxiii<br />

1. ‘Semua sankhàràIV (perpaduan) adalah tidak permanen’: Sabbe<br />

sankhàrà anicca<br />

2. ‘Semua sankhàrà tidak memuaskan’: Sabbe sankhàrà dukkhà<br />

3. ‘Semua dhamma (segala hal, termasuk yang tidak berkondisi<br />

adalah tanpa diri’: Sabbe dhammà anattà<br />

Yang pertama dan ke dua dari karakteristik ini berlaku pada semua<br />

hal-hal duniawi, semua yang ‘ada’ (sankhàrà dalam artian yang<br />

seluas-luasnya). Yang ke tiga merujuk pada elemen yang tidak<br />

berkondisi (a-sankhata, bukan sankhàra, yaitu Nibbàna). Hal ini tidak<br />

‘ada’ (secara relatif), tetapi ADA.<br />

Dengan demikian, tidak ada yang abadi, semua hal berubah<br />

dan lenyap. Tidak ada yang sepenuhnya memuaskan: dukkha,<br />

secara umum diartikan ‘penderitaan’, memiliki arti luas dari<br />

ketidakpuasan, frustasi, rasa sakit dalam tingkatan apa pun.<br />

Bahkan hal-hal yang menyenangkan akan berakhir atau menjadi<br />

tidak menarik, dan aspek kehidupan yang menyakitkan telah<br />

dikenal dengan baik dan menjadi umum untuk didiskusikan.<br />

Dua karakteristik pertama mungkin bisa dipahami tanpa usaha<br />

yang keras, meskipun penembusan mendalamnya lebih sulit. Untuk<br />

karakteristik ke tiga yang sering memancing banyak kontroversi<br />

dan salah pengertian.<br />

An-attà (Sansekerta, an-àtman) adalah bentuk negatif dari attà/àtman<br />

‘diri’. Sejauh ini sudah jelas. Dalam penggunaan umum dari attà<br />

adalah untuk kata ganti yang digunakan pada semua orang, tunggal,<br />

dan jamak, yang berarti ‘diriku’, ‘dirinya’, ‘diri kita’, ‘diri mereka’,<br />

dll. Tidak ada implikasi metafisikal sama sekali. Berikutnya adalah<br />

diri pada kehidupan sehari-hari, yang sepenuhnya relatif, dan<br />

kebenaran konvensional hanya karena hal tersebut merupakan<br />

ekspresi dalam komunikasi sehari-hari yang memang tidak dapat<br />

dihindari. Sebagai kata benda, attà bagi para Buddhis berarti sebuah<br />

entitas khayalan, yang dikatakan ‘diri’, yang tidak benar-benar ada.<br />

Lima khanda atau kumpulan, yang membentuk personalitas empiris<br />

kita (lihat Sutta 22, bait 14), bukan ada diri di dalamnya, secara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!