22.11.2014 Views

petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP

petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP

petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

P E T U N J U K T E K N I S<br />

PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />

BERSAMA MEMBANGUN KEMANDIRIAN<br />

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN


PETUNJUK TEKNIS<br />

PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />

PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)<br />

MANDIRI - PERKOTAAN<br />

Diterbitkan Oleh:<br />

Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />

i


ii<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


DAFTAR ISI<br />

Daftar Isi ..................................................................................................................... ..... 1<br />

I. PENDAHULUAN .................................................................................................... .….. 1<br />

1.1. Latar Belakang ........................................................................................... ..... 2<br />

1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................... ..... 3<br />

a. Modal Sosial .......................................................................................... ..... 3<br />

b. Jaringan Kerjasama ............................................................................... ..... 4<br />

c. Modal Sosial Menunjang Pemerintahan yang Baik …………………… .............. ..... 4<br />

d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya 4<br />

e. Kelembagaan Lokal sebagai Pembentuk Modal <strong>sosial</strong> masyarakat ……………. 5<br />

f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within) 9<br />

g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat………….. 10<br />

1.3. Ketentuan Dasar ......................................................................................... …. 11<br />

1.3.1. Roadmap dan Tujuan Strategis …………………………………………………………….. 11<br />

1.3.2. Isu-isu Strategis ………………………………………………………………………………….. 13<br />

a. Lambannya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP………………………… 13<br />

b. Partisipasi Belum diikuti oleh Peningkatan Kinerja…………………………………… 14<br />

c. KSM sebatas Pengelola BLM, belum terintegrasi meningkatkan IPM………… 15<br />

d. KBK…………………………………………………………………………………………………… 17<br />

e. Kelemahan Pengelolaan Transparansi dan Akuntabilitas………………………… 17<br />

f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan…………………………………………………………… 17<br />

1.4. Prinsip dan Pendekatan ................................................................................ ..... 18<br />

II. MEKANISME PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT PNPM MP ............ ….. . 21<br />

2.1. Pengertian ..................................................................................................... 22<br />

2.2. Tujuan ...................................................................................................... .... 22<br />

2.3. Sasaran .................................................................................................... .... 22<br />

2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarkat ............................ .. .. 22<br />

2.4.1 Penguatan Lembaga Masyarakat ........................................................ .. .. 22<br />

2.4.2 Penguatan Kepranataan Lokal Masyarakat .......................................... .... 23<br />

2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat ....................................... .... 24<br />

2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat ...................... .... 25<br />

2.6.1. Indikator dan target …………………………………………………………………………….. 25<br />

2.6.2. Langkah-langkah …………………………………………………………………………………. 25<br />

2.6.3. Delivery System …………………………………………………………………………………… 26<br />

2.6.4. Mekanisme Pengendalian ……………………………………………………………………… 27<br />

III. KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DAN ORIENTASI IPM ........................... 29<br />

3.1 Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................. 30<br />

3.2 Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................... 30<br />

3.3 Keluaran (output) Kegiatan Berbasis Modal Sosial .............................................. 30<br />

3.4 Strategi Pelaksanaan ....................................................................................... 31<br />

3.5 Sasaran Kegiatan ............................................................................................ 34<br />

3.6 Komponen Pendampingan dan Fasilitasi Kegiatan ................................................ 35<br />

LAMPIRAN – LAMPIRAN……………………………………………………………………………. 39<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />

iii


iv<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 1


1.1. Latar Belakang<br />

Dunia menargetkan delapan tujuan penting pembangunan untuk menjadikan masyarakat lebih<br />

sejahtera dan terbebas dari kemiskinan. Kedelapan tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan<br />

Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals - MDGs), yang memuat 8 target yang<br />

dijadikan sebagai tujuan pembangunan setiap negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia semua<br />

program pembangunan nasional, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM MP) mengacu pada<br />

target-target MDGs tersebut; yaitu : 1) Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim, 2)<br />

Pemerataan pendidikan dasar, 3) Mendukung adanya persaman gender dan pemberdayaan<br />

perempuan, 4) Mengurangi tingkat kematian anak, 5)Meningkatkan kesehatan ibu, 6) Perlawanan<br />

terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup,<br />

8)Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.<br />

Di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, hampir seluruh target MDGs dapat dikategorikan sebagai target<br />

kegiatan social, karena PNPM Mandiri Perkotaan hanya mengenal 3 pembidangan untuk<br />

menyederhanakan pendampingan. Bidang-bidang tersebut adalah Prasarana Lingkungan, Ekonomi<br />

dan Sosial atau yang dikenal dengan Tridaya. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan Kegiatan<br />

adalah segenap aktivitas masyarakat yang dilandasi oleh hubungan kekerabatan, solidaritas,<br />

tenggang rasa dan saling percaya. Pola hubungan semacam ini dikenal dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>.<br />

Bagaimanapun <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> di Indonesia telah terbentuk dan mengakar melalui perjalanan<br />

sejarahnya sendiri seperti gotong royong, guyub rukun dan tepa slira.<br />

Adalah Lyda Judson Hanifan (1916) yang pertama kali memperkenalkan istilah <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> untuk<br />

menggambarkan pusat masyarakat sekolah di pedesaan yang menggunakan norma-norma sebagai<br />

pengikatnya. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan permukiman padat Amerika yang memiliki ikatan<br />

norma yang lebih kuat ketimbang perumahan yang baru dibangun belakangan sebagaimana<br />

digambarkan oleh Jane Jacobs (The Death and Life of Great American Cities). Mereka memiliki<br />

jaringan <strong>sosial</strong> yang berhasil membentuk <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> untuk mendorong terwujudnya rasa aman<br />

dalam kehidupan komunitasnya (Fukuyama; 2005, 33)<br />

Jaringan <strong>sosial</strong> yang mengakar sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan negeri<br />

kita. Salah satunya untuk menunjang demokratisasi, dimana masyarakat menjadi mudah<br />

mengorganisir diri, membangun jaringan kerjasama dan membentuk kelompok-kelompok pada saat<br />

mendukung kandidat tertentu atau partai tertentu menjelang Pemilu. Gerakan-gerakan tersebut<br />

mustahil berhasil jika tidak memanfaatkan jaringan <strong>sosial</strong> yang sudah ada kecuali melalui<br />

pendekatan-pendekatan yang menyimpangi nilai-nilai <strong>sosial</strong> seperti money politics. Artinya, jika<br />

demokrasi bisa dijalankan di atas jaringan <strong>sosial</strong> yang ada maka pembangunan dan penanggulangan<br />

kemiskinan termasuk PNPM Mandiri Perkotaanpun niscaya dapat berjalan memanfaatkan jaringan<br />

<strong>sosial</strong> yang mengakar di masyarakat sebagaimana telah berlangsung selama ini sejak tahun 1999.<br />

Tercatat 665.026 orang relawan telah membantu keberlangsungan program ini dan berhasil<br />

membangun 10.958 BKM/LKM dengan kekuatan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>nya melalui Pemilu demokratis demi<br />

memfasilitasi 281.901 KK Miskin. BKM/LKM adalah salah satu produk <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Hingga<br />

2012 (Final report NMC 2012), jaringan kerja relawan lintas sector seperti relawan pendidikan,<br />

relawan kesehatan dan pengorganisir kegiatan masyarakat (local community organizer) telah berhasil<br />

mengagendakan sejumlah event pengembangan kapasitas yang menghasilkan output penting<br />

pemberdayaan masyarakat dengan terlatihnya 276.922 orang melalui pelatihan-pelatihan SDM,<br />

terbangunnya 243.077 m sarana air bersih, 2.038.488 m drainase, 4863896 m jalan, 269.788<br />

menikmati perguliran dana untuk meningkatkan income, 689 unit sarana kesehatan, 387.249 orang<br />

dibantu mengakses layanan kesehatan berkualitas, dan 91.879 pelajar mendapatkan bantuan<br />

beasiswa.<br />

2 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Angka-angka tersebut mengindikasikan keberhasilan kuantitatif yang cukup memuasskan meski harus<br />

dibarengi dengan perbaikan disana-sini. Pekerjaan rumah para relawan dan pelaku adalah<br />

memperkuat <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>, meningkatkan partisipasi dan memperluas jaringan kemitraan untuk<br />

keberlanjutan program. Beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kelembagaan adalah<br />

peningkatan kapasitas SDM BKM yang baru mampu mencapai 47%. Hal ini membuktikan bahwa<br />

aksesibilitas BKM untuk menjaring kemitraan diluar menu-menu kegiatan yang disuguhkan BLM masih<br />

rendah. Apalagi BKM/LKM yang menyandang status mandiri baru mencapai 53 % mesti dipersiapkan<br />

secara serius agar segera berproses menuju madani dengan menjalin sinergi dengan Pemda yang<br />

hingga saat ini baru mencapai 3,25 %.<br />

1.2. Dasar Pemikiran<br />

a. Modal Sosial<br />

Modal <strong>sosial</strong> adalah seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh anggota kelompok di dalam<br />

komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa<br />

anggota yang lain dapat dipercaya dan jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu<br />

seperti pelumas yang membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. Normanorma<br />

yang menghasilkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> meliputi nilai-nilai kejujuran, menunaikan kewajiban, dan<br />

berlangsung secara timbal-balik (Fukuyama; 2005; 21).<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 3


Norma-norma positif tersebut berasal dari keluarga dan mempengaruhi motivasi individu untuk<br />

berkelompk, membangun keakraban dan saling membantu. Potret tersebut terlihat dalam kehidupan<br />

di lingkungan RT, lorong, kelompok arisan, pengajian, posyandu dsb.<br />

Secara tidak langsung norma-norma keluarga tersebut akan dibawa keluar oleh anggota keluarga dan<br />

terlembaga melalui proses internalisasi menjadi nilai-nilai <strong>sosial</strong> yang berlaku di masyarakat. Normanorma<br />

keluarga yang awalnya dipengaruhi tata nilai <strong>sosial</strong> dan lingkungan sebaliknya bisa berbalik<br />

arah mempengaruhi nilai-nilai <strong>sosial</strong> secara positif (Tallcot Parson; 1973;79). Demikianlah timbal balik<br />

diantara norma keluarga dan nilai <strong>sosial</strong> yang makin memperkuat <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Program-program<br />

pemerintah yang hadir untuk memberdayakan masyarakat hanya berfungsi untuk mempercepat<br />

pencapaian target pembangunan dari aspek dukungan <strong>teknis</strong>, karena jaringan kerjasama telah<br />

bekerja alami di masyarakat.<br />

b. Jaringan Kerjasama<br />

Masyarakat berkelompok untuk memenuhi kebutuhan social dan memperbaiki kehidupannya. Tujuan<br />

<strong>sosial</strong> dapat dicapai secara alamiah melalui kerjasama antar anggota kelompok maupun antar<br />

komunitas berdasar norma-norma kerjasama yang telah membudaya. Lambat laun kebiasaan<br />

kerjasama akan melahirkan kemampuan membagi peran (job deskripsi), kemampuan memberikan<br />

penghargaan (reward) bagi yang dinilai berprestasi dan sanksi (punishment) bagi yang melanggarnya<br />

serta kemampuan mengatur diri sendiri (self governance). Dengan demikian pemerintah dalam<br />

menjalankan pembangunan niscaya terbantu oleh kemampuan komunitas-komunitas tersebut.<br />

Himpunan masyarakat atau komunitas tersebut menurut Alexis de Tocqueville (Fukuyama 2005; 24))<br />

merupakan tempat belajar untuk memerintah sendiri dan mengajarkan kepada anggotanya kebiasaan<br />

bekerjasama yang kemudian dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kerjasama merupakan<br />

substansi <strong>modal</strong> social. Tanpa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> tidak akan ada masyarakat sipil, dan tanpa masyarakat<br />

sipil tidak ada demokrasi yang berhasil (Fukuyama; 2005; 24). PNPM Mandiri Perkotaan sebagai salah<br />

satu program penanggulangan kemiskinan mempertaruhkan keberhasilannya di atas jaringan norma<br />

dan jaringan kerjasama yang dibangun oleh masyarakat tersebut.<br />

Jaringan kerjasama yang diimplementasikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diorientasikan untuk<br />

memperkuat aspek kemitraan, baik dengan lembaga-lembaga desa/kelurahan, organisasi<br />

kemasyarakatan, asosiasi KSM, SKPD (Pemda) maupun dunia usaha. Jaringan kerjasama dimaksud<br />

diintegrasikan ke dalam sebuah program-program jangka panjang yang menunjang peningkatan<br />

kapasitas SDM dan kesejahteraan setidaknya terukur sesuai standar IPM.<br />

c. Modal Social menunjang Pemerintahan Yang Baik<br />

Tidak dipungkiri bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> adalah aset, karena telah menumbuhkan rasa saling percaya<br />

dalam bekerjasama. Kerjasama berperan penting mewujudkan model pemerintahan yang baik dan<br />

masyarakat madani. Selama ini dalam kehidupan masyarakat berlangsung beragam aktivitas yang<br />

didasari <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Seluruh aktivitas tersebut berjalan dalam keteraturan karena diikat oleh normanorma<br />

yang berlaku. Norma-norma tersebut berfungsi sebagai pengatur, penggerak dan pembatas<br />

interaksi. Semakin lama masyarakat semakin terbiasa mengatur perilaku dan pola hubungan antar<br />

mereka, baik itu hubungan ekonomi, <strong>sosial</strong> maupun politik. Kebiasaan itu dalam kurun waktu yang<br />

panjang akan membudaya dan melembaga. Dalam perkembangannya masyarakat makin terorganisir,<br />

teruji kemampuannya untuk mengatur diri sendiri dan terampil memecahkan aneka persoalan.<br />

Masyarakat yang demikian ini disebut sebagai masyarakat sipil (civil society) atau yang dalam<br />

nomenklatur PNPM Mandiri Perkotaan disebut dengan Organisasi Masyarakat Warga (OMW).<br />

Program-program pemerintah yang dijalankan dalam masyarakat yang memiliki trust (tingkat<br />

kepercayaan) dan kemampuan kerjasama yang kuat dipercaya akan berjalan lebih optimal.<br />

d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya<br />

Masyarakat yang telah memiliki OMW -- dalam hal ini BKM/LKM yang dibentuk melalui Pemilu<br />

demokratis -- memiliki kesempatan lebih untuk meningkatkan kesejahteraan dan menggapai status<br />

masyarakat madani dimana kekuasaan (otoritas) dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan mereka.<br />

4 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Keberadaan BKM/LKM membuat pengorganisasian kegiatan lebih terarah. BKM/LKM yang<br />

merepresentasikan nilai-nilai <strong>sosial</strong> secara tidak langsung mewakili luasnya aktivitas warga dalam<br />

“bermasyarakat”. Seluruh aktivitas itu dilangsungkan dalam keteraturan jaringan <strong>sosial</strong> (jaringan<br />

kerjasama yang dilandasi solidaritas <strong>sosial</strong>) yang telah melembaga. Masyarakat yang berkualitas<br />

adalah masyarakat yang memiliki <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> kuat. Sebab dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> tersebut kekuasaan<br />

(otoritas) dan kedaulatan dapat dijalankan untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan<br />

<strong>sosial</strong> untuk pembangunan. Organisasi Masyarakat Warga berperan mengatur atau mengelola<br />

(governance) masyarakat bekerjasama dengan Pemda dan Dunia Usaha.<br />

Gambar 2<br />

Peran Modal Sosial dalam Civil Society (OMW)<br />

10.958 BKM<br />

KBK<br />

Jaringan Relawan dari<br />

665.026 relawan<br />

Diadaptasi dari : Rob Grey, Bebbington and Collison 2006; NGOs, civil society and accountability: making the people<br />

accountable to capital http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1558155&show=html<br />

Menurut Bank Dunia, governance is manner in which power is excercised in the management of a<br />

country’s economic and social rescources for development. Fokus pengertian konsep governance<br />

tersebut adalah bagaimana menggunakan kekuasaan untuk mengelola sumberdaya dalam proses<br />

pembangunan, agar menghasilkan kesejahteraan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan<br />

adalah dengan mencegah kemiskinan melalui penanggulangan kemiskinan. Konsep governance<br />

muncul seiring meningkatnya kesadaran bahwa fungsi dan peran pemerintah dalam pembangunan<br />

tidak dapat bergerak sendirian. Jika pada masa lalu, pemerintah identik dengan birokrasi yang tidak<br />

fleksibel, tertutup, sibuk dengan dirinya sendiri, merencanakan semua kebijakan public, dan tidak<br />

menyelesaikan masalah maka ketika kehidupan <strong>sosial</strong>, ekonomi, politik begitu dinamis, maka pola<br />

pemerintahan demikian harus ditinggalkan.<br />

Dengan demikian, governance dapat diartikan bahwa pengelolaan sumberdaya tidak bisa dilakukan<br />

oleh pemerintah sendiri, melainkan harus dibantu oleh institusi-institusi yang bukan berasal dari<br />

pemerintah, baik itu institusi <strong>sosial</strong> maupun swasta. Dalam governance, tanggung jawab untuk<br />

menghadapi isu-isu <strong>sosial</strong> dan ekonomi adalah tanggung jawab bersama yang bersifat lintas batas<br />

antar tiga relasi, yaitu pemerintah (Pemda), dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga relasi tersebut<br />

berhubungan saling tergantung dan saling melengkapi, sehingga kemampuan untuk mencapai tujuan<br />

tidak tergantung pada pemerintah saja (Gerry Stoker; 2010). Karena sejauh ini, dalam banyak hal<br />

governance digerakkan oleh jaringan kerja para pelaku yang otonom dan bisa mengatur dirinya<br />

sendiri (self governing). BKM/LKM, Jaringan relawan sector dan Komunitas Belajar Kelurahan bekerja<br />

di dalam lingkaran Civil Society (lihat Gambar 2). Lebih lanjut mengenai KBK dan Jaringan Relawan<br />

diatur dalam Pedoman Teknis KBK.<br />

e. Kelembagaan lokal sebagai pembentuk <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> masyarakat lokal<br />

Di dalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit didefinisikan. Pada tataran makro<br />

lokal adalah lawannya dari global. Sehingga istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 5


suatu negara sedang global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan<br />

internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada tataran mikro artinya<br />

istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat satu/propinsi, daerah tingkat dua/ kabupaten<br />

atau kota, dan dimungkinkan lokal untuk menyebut yang lebih spesifik yaitu kecamatan dan desa.<br />

Jadi institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses<br />

kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan trah,<br />

kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat<br />

bagi masyarakat dan pemerintah setempat.<br />

Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang menyilang<br />

(cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan jaring pengaman <strong>sosial</strong> (<strong>sosial</strong> safety<br />

net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas<br />

kepentingan pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama kelamaan<br />

menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Rasa saling percaya<br />

warga komunitas lokal yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin<br />

didambakan sebagai <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> (<strong>sosial</strong> capital).<br />

Institusi lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso, 2002: 6).<br />

Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika<br />

<strong>sosial</strong>, sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata<br />

normatif.<br />

Di atas telah dibahas pengertian institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> maka berikut akan kita telusuri<br />

dimana titik temu antara institusi lokal dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Kita pahami bahwa institusi lokal<br />

merupakan salah satu <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> sehingga institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap<br />

mempunyai nilai positif bagi komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar<br />

berpijak masyarakat lokal oleh karenanya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat berkembang dan mengalami erosi dan<br />

melemah serta menguatnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> pada masyarakat dapat dipotret melalui institusi lokal.<br />

• Potret Positif <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan (trust) yang meliputi<br />

kohesi <strong>sosial</strong>, empati, transparansi, militan (inklusif) yang kesemuanya itu akan berdampak pada<br />

memunculkan kontrol <strong>sosial</strong> baru, revitalisasi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> baru, perlu membangun kerjasama<br />

dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi. Norma harus diwujudkan dalam bentuk<br />

kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak muncul perbedaan perlakuan antarwarga, dalam alokasi<br />

ini akan muncul kendala kebudayaan luar, anomalis primordialisme dan vested interest sehingga<br />

perlu dipersiapkan jawaban kedepan guna membenteng tantangan yang akan muncul.<br />

• Potret Negatif <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong><br />

sehingga <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> mengalami erosi dalam bentuk: interaksi <strong>sosial</strong>, ditandai dengan<br />

pelanggaran norma, krisis kepemimpinan, kerenggangan hubungan <strong>sosial</strong> dan dehumanisasi.<br />

Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya kontrol <strong>sosial</strong>, sentimen kelompok, meningkatnya semangat<br />

individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini dibiarkan maka akan<br />

berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan perilaku menyimpang. Komunitas, muncul<br />

sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong<br />

kompas (menerobos). Sikap ini muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan, rendahnya<br />

rasa handarbeni, egoisme, menghalalkan segala cara dan pelayanan birokrasi yang rendah. Jika<br />

kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang muncul adalah stagnan (kemandegan),<br />

menurunkan partisipasi, pelanggaran nilai <strong>sosial</strong> dan dimungkinkan terjadi KKN.<br />

• Apabila erosi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dalam interaksi <strong>sosial</strong> dan komunitas benar-benar terjadi, maka institusi<br />

lokal akan kehilangan social trust yang ditandai dengan rasa kecurigaan, rasa tidak aman,<br />

menurunnya rasa kebersamaan, pembangkangan, dan akan menyebabkan rendahnya<br />

keterbukaan sehingga intensitas komunikasi rendah, tingginya manipulasi publik dan dampak yang<br />

paling parah adalah disintegrasi <strong>sosial</strong>.<br />

Institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap komunitas<br />

lokal oleh karena itu perlu ada <strong>penguatan</strong> terhadap institusi lokal.<br />

Pemupukan institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat dilakukan melalui beberapa alternatif berikut:<br />

• Pengorganisasian institusi diarahkan dalam rangka memfasilitasi komunitas lokal.<br />

6 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


• Mengembangkan kerangka fikir re-lingking (menyambung kembali) tindakan ini diarahkan untuk<br />

menyambung kembali titik temu dimensi formal dengan dimensi nonformal yang ada di dalam<br />

masyarakat.<br />

• Perbaikan infrastruktur dalam suasana religius dan cultural<br />

Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya sering dipertukarkan<br />

dengan organisasi. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social<br />

scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this<br />

contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).<br />

Menurut Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-danlembaga-dalam.html,<br />

Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan”<br />

dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu:<br />

(1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986).<br />

Menurut Horton dan Hunt: “... institution do not have members, they have followers” (Horton<br />

dan Hunt, 1984).<br />

(2) Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”…<br />

lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan lapisan<br />

tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999).<br />

(3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah<br />

kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak juga berasal<br />

dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of<br />

institutionalization……Institutionalization is the process by which organizations and procedures<br />

acquire value and stability” (Huntington, 1965). Serta,<br />

(4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks<br />

ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi<br />

elemen <strong>teknis</strong> penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan.<br />

Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat<br />

organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan”<br />

(Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup<br />

(constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways)<br />

yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola;<br />

berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem <strong>sosial</strong> tradisional<br />

dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan<br />

kehidupan <strong>sosial</strong>.<br />

Norman T Uphoff 1 dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang jelas antara Organisasi dan<br />

kelembagaan, sebagai berikut:<br />

Organizations are structures of recognized and accepted roles, Institutions are complexes of<br />

norms an behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed.<br />

(Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah<br />

serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu<br />

tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau<br />

maksud-maksud yang bernilai <strong>sosial</strong>)<br />

Agung Pramono PW 2 sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan<br />

sangat jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:<br />

1 Uphoff, Norman T. 1986. Op.Cit (p.8)<br />

2 Pramono PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio & Clinic. (p.69)<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 7


Lembaga yang bukan<br />

organisasi<br />

Contoh:<br />

UU Perbankan<br />

Lembaga yang juga<br />

organisasi<br />

Contoh:<br />

Bank<br />

Organisasi yang bukan<br />

lembaga<br />

Contoh:<br />

Arisan RT<br />

Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:<br />

1. Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations)<br />

2. Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are organizations)<br />

3. Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not institutions)<br />

Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan, berdasarkan skema tersebut,<br />

dapat dijelaskan sebagai berikut:<br />

1. Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan<br />

layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan juga masyarakat di dunia. Segala<br />

peraturan didalamnya "membingkai" norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang,<br />

akan tetapi UU Perbankan tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh<br />

karena itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.<br />

2. Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan<br />

organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta<br />

dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota arisan<br />

mendapat giliran memperoleh uang arisan.<br />

3. Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada<br />

sturktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada<br />

Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank<br />

sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah<br />

menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya<br />

Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.<br />

Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi sebuah kelembagaan,<br />

bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui luas sebagai suatu<br />

norma dan perilaku bersama.<br />

Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara organisasi dan<br />

lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:<br />

Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti<br />

diikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan <strong>modal</strong>" dst. Sedangkan,<br />

"Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya lembaga koperasi, lembaga<br />

Gapoktan, dst.<br />

Maka, untuk kelembagaan penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan<br />

lembaga kelompok tani, Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan<br />

penyediaan jasa informasi dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui<br />

lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik<br />

Agribisnis, atau Kelompencapir.<br />

8 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within)<br />

Jika masyarakat telah mampu mengatur dirinya sendiri secara otonom, merencanakan masa depan<br />

komunitasnya dan menyelesaikan sejumlah persoalan dengan potensi yang dimiliki maka Pemerintah<br />

dan dunia usaha tinggal melengkapi bagian-bagian yang memerlukan support, seperti kebijakan,<br />

pelayanan, pendampingan <strong>teknis</strong> (technical assistance), keahlian, pengetahuan maupun pendanaan.<br />

Gambar 3<br />

Pembangunan dari Dalam<br />

MELALUI PROYEK MEMBANGUN PROGRAM DARI,<br />

OLEH & UTK MASYARAKAT<br />

INTERVENSI KE<br />

MASYARAKAT LUAS<br />

MEMBANGUN<br />

TATANAN YG<br />

PEDULI DGN<br />

MASY KELURAHAN<br />

NILAI-NILAI<br />

YG MEMBANTU<br />

LUHUR SEHINGGA<br />

TERBANGUN IKLIM<br />

YG KONDUSIF<br />

INTERVENSI<br />

PROYEK KE YG<br />

DIBANTU AGAR<br />

MAMPU<br />

MENSINERGIKAN<br />

ENERGI<br />

INTERNAL &<br />

EKSTERNAL<br />

YG<br />

DIBANTU<br />

(PS2)<br />

MODEL PEMBERDAYAAN<br />

INTERVENSI PROYEK<br />

KE MASY KELURAHAN<br />

AGAR PEDULI &<br />

MAMPU MEMBANTU YG<br />

HRS DIBANTU<br />

Pada bagian-bagian tersebut pemerintah dan dunia usaha memainkan peran untuk melengkapi<br />

segitiga relasi Pemerintah-dunia usaha-masyarakat yang merupakan ciri utama organisasi masyarakat<br />

warga (civil society).<br />

Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, BKM/LKM mengajak masyarakat miskin untuk meningkatkan<br />

kemampuannya, dibantu oleh kelompok peduli di kelurahan setempat, Pemda dan dunia usaha. Pola<br />

semacam ini disebut dengan pola pembangunan manusia melalui penerapan paradigma<br />

pembangunan manusia secara konsisten. Paradigma tersebut melihat pembangunan <strong>sosial</strong> sebagai<br />

upaya terstruktur untuk meningkatkan otonomi manusia untuk berbuat dan menentukan sejarahnya<br />

sendiri sehingga pada gilirannya akan terbangun kemandirian. Oleh sebab itu dalam tautan<br />

pemberdayaan sering dirumuskan sebagai membangun dari dalam (development from within)<br />

Salah satu kebijakan yang diprogramkan oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan dan<br />

pendidikan. Agar tepat sasaran maka kebijakan tersebut dirancang berlandaskan pada proses<br />

penggalian kebutuhan yang dilakukan partisipatif. Oleh sebab itu pelayanan pendidikan dan<br />

kesehatan yang menunjang pencapaian target IPM-MDGs diposisikan sebagai kegiatan pendorong<br />

tercapainya kesejahteraan di tingkat masyarakat. Dengan kata lain PNPM Mandiri Perkotaan berfungsi<br />

mensupport dari sisi kebijakan, program, pendampingan <strong>teknis</strong> dan dukungan financial untuk<br />

memperlancar program penanggulangan kemiskinan, yang dapat meliputi; 1) peningkatan kapasitas<br />

SDM/relawan sektor, 2)pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, 3)pembangunan infrastruktur,<br />

4)peningkatan taraf hidup, daya beli dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, 5)membuka lapangan<br />

kerja 6)mitigasi dan penanggulangan bencana.<br />

Secara <strong>teknis</strong>, ketentuan, mekanisme dan pemanfaatan BLM sebagai wujud dukungan berbagai<br />

aktivitas yang menguatkan <strong>modal</strong> social. Ketentuan tersebut untuk selanjutnya akan dijabarkan<br />

dalam Petunjuk Operasi Baku (POB) kegiatan Sosial. Secara <strong>teknis</strong>, PNPM Mandiri Perkotaan<br />

mendorong Kegiatan sebagai kegiatan yang difokuskan untuk menunjang <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>, jaringan<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 9


kerjasama dan solidaritas <strong>sosial</strong> tetap bekerja lebih inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat<br />

miskin terkait pembangunan infrastruktur (prasarana lingkungan), pelayanan pendidikan, kesehatan,<br />

peningkatan kapasitas serta kegiatan pengelolaan ekonomi produktif (bergulir) yang disupport oleh<br />

BLM maupun pendanaan dari berbagai sumber. Seluruh kegiatan di dalam MDGs tersebut berupaya<br />

meningkatkan angka harapan hidup masyarakat miskin, membuatnya lebih terdidik dan meningkat<br />

daya belinya. Ketiga upaya tersebut diukur menggunakan Indeks tahunan yang dinamakan Indeks<br />

Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam Bahasa Inggris disebut Human Development Index (HDI).<br />

g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat<br />

Menurut Sjafri Mangkuprawira (Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi dan<br />

Manajemen IPB) Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat merupakan salah satu model<br />

pendekatan pembangunan dengan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber daya<br />

lokal yang ada. Selain itu dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan sisi kearifan<br />

lokal dimana masyarakat punya tradisi, dan adat-istiadat sebagai potensi yang dapat dikembangkan<br />

sebagai <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Berikut Gambar 1 dan 2 secara hipotetis menunjukkan hubungan <strong>modal</strong> positif<br />

dan negatif dengan kesejahteraan masyarakat.<br />

Modal<br />

Sosial<br />

Jejaring<br />

Sosial<br />

Saling<br />

Percaya<br />

Biaya<br />

Transaksi<br />

Sumber<br />

Daya<br />

Optimal<br />

Output<br />

Kebersamaan<br />

Biaya<br />

Kendali<br />

Kesejahteraan<br />

Masyarakat<br />

Gambar 4 Hubungan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> positif dengan kesejahteraan masyarakat<br />

Gambar 4 menunjukkan bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang positif akan memiliki hubungan positif dengan<br />

kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai oleh jejaring <strong>sosial</strong> yang luas, tingginya saling percaya<br />

sesama anggota masyarakat, dan jiwa kebersamaan yang tinggi. Modal <strong>sosial</strong> ini akan memerkecil<br />

biaya transaksi dan biaya kendali untuk suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Dengan kata lain<br />

akan mampu menciptakan pengelolaan sumber daya optimum dan kemudian menghasilkan output<br />

yang semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat.<br />

Berbeda dengan Gambar 4, maka Gambar 5 memperlihatkan bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang negatif akan<br />

menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya saling percaya sesama warga<br />

yang menyebabkan perangkat kendali semakin berlapis. Hal ini berkait dengan meningkatnya perilaku<br />

kepentingan diri dan menurunnya sifat saling memberi. Mengapa? Karena timbulnya saling curiga dan<br />

antipasti. Akibatnya masyarakat mengalami stagnasi yang dicirikan oleh rendahnya kreativitas dan<br />

inovasi yang ditemukan. Dalam situasi seperti itu berarti terjadi pemborosan sumber daya dan pada<br />

gilirannya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.<br />

10 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Modal<br />

Sosial<br />

Saling<br />

Percaya<br />

Rendah<br />

Perangkat<br />

Kendali<br />

Berlapis<br />

Kepentingan<br />

Diri<br />

(+)<br />

Saling Memberi<br />

(‐)<br />

Curiga<br />

Antipati<br />

Kreativitas<br />

(‐)<br />

Inovasi<br />

(‐)<br />

Pemborosan<br />

Sumber Daya<br />

Kesejahteraan<br />

(‐)<br />

1.3. Ketentuan dasar<br />

1.3.1. Road Map dan tujuan Strategis<br />

Sebagai bagian dari Rencana Kerja Pembangunan-RKP 2010-2014, penanggulangan kemiskinan<br />

menggunakan pendekatan pemberdayaan yang mengorganisir masyarakat dalam sebuah gerakan<br />

social. Cara untuk menggerakkan masyarakat menjadi berdaya disebut dengan pengorganisasian<br />

masyarakat (Community Organization). Pengorganisasian Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan<br />

kapasitas masyarakat agar mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya, tidak tergantung kepada<br />

pihak lain.<br />

Demikian juga dengan kebijakan dan strategi PNPM Mandiri Perkotaan yang mengacu pada Peta jalan<br />

(road map) PNPM Mandiri, menghendaki kemandirian dan keberlanjutan. Deputi Menko Kesra Bidang<br />

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat/Ketua Pokja Pengendali<br />

PNPM Mandiri pada Rapat Koordinasi Nasional PNPM Mandiri Perkotaan di Denpasar tanggal 23 April<br />

2012 menyampaikan bahwa agar seluruh sistem yang telah dibangun tidak hanya berjalan pada saat<br />

program tapi juga menjadi sebuah sistem yang berkelanjutan, dan menjadi sebuah gerakan nasional<br />

penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan sejumlah pendekatan spesifik yaitu:<br />

1. Memberi kepercayaan penuh pada semua pihak dan lembaga terutama lembaga masyarakat<br />

agar berjalan sesuai dengan kemampuannya dan<br />

2. Menghargai inisiatif dari masyarakat, pemerintah daerah, lembaga mitra dan pemangku<br />

kepentingan lainnya.<br />

Secara skematis ilustrasi dari proses pengembangan PNPM Mandiri ke depan, digambarkan sebagai<br />

berikut:<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 11


Gambar 6<br />

Proses Pengembangan PNPM Mandiri ke depan<br />

MANDIRI<br />

(Community<br />

Institution)<br />

MADANI<br />

(Community<br />

Engagement)<br />

BERDAYA<br />

(community<br />

participation)<br />

Melalui serangkaian diskusi dengan sejumlah stakeholders PNPM Mandiri, ditetapkanlah 5 pilar arah<br />

dan kebijakan peta jalan PNPM Mandiri sebagai berikut:<br />

1. Integrasi Program Pemberdayaan Masyarakat<br />

2. Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />

3. Peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan<br />

4. Peningkatan Peran Pemerintah Daerah Secara Bertahap<br />

5. Penguatan Tata Kelola (Good Governance)<br />

Kelima pilar tersebut nantinya diharapkan menjadi orientasi seluruh pihak dalam pengembangan<br />

PNPM Mandiri ke depan. Disebutkan secara jelas bahwa Penguatan Kelembagaan masyarakat menjadi<br />

salah satu pilarnya. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam peta jalan tersebut merujuk kepada<br />

action plan sebagai berikut:<br />

1. Menyusun Mekansime Penetapan status hukum lembaga bentukan PNPM seperti BKAD, UPK,<br />

BKM/LKM termasuk kepemilikan aset & pemanfaatan lembaga-lembaga tersebut bagi seluruh<br />

program pemberdayaan. (Untuk PNPM Mandiri Perkotaan diprioritaskan pada perlindungan hukum<br />

lembaga BKM/LKM, sedangkan <strong>penguatan</strong> status hukum diberikan kepada gugus tugas BKM/LKM,<br />

yaitu UP-UP).<br />

2. Perubahan sistem, mekanisme dan indikator bagi UPK yang sehat secara kelembagaan dan<br />

keuangan sebagai lembaga yang berorientasi pemberdayaan.<br />

3. Membangun mekanisme akuntabilitas di tingkat kelompok masyarakat melalui peningkatan<br />

kemampuan pengawasan dan kesadaran hukum masyarakat.<br />

Untuk menerjemahkan kebijakan tersebut serta sesuai dengan tujuan strategis (strategic goals) yang<br />

ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, maka PNPM Mandiri Perkotaan memiliki setidaknya 3 strategi<br />

yaitu 1)Implementasi Tridaya, 2)Pemberdayaan Masyarakat dan 3)Pengembangan Penghidupan dan<br />

kawasan produktif dan sustainable yang kemudian diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) kegiatan yang<br />

diharapkan mampu membangun kemandirian masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan,<br />

yaitu1). Penguatan Kelembagaan Masyarakat, 2) Peningkatan Penghidupan masyarakat dan 3)<br />

Pengembangan Kawasan Permukiman Produktif, sebagaimana digambarkan dalam skema berikut:<br />

12 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Gambar 7<br />

Strategic Goal Dirjen Cipta Karya kementrian PU<br />

Merujuk kepada kebijakan nasional PNPM Mandiri dan Strategi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut,<br />

jelas bahwa untuk menjamin keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan, maka <strong>penguatan</strong><br />

kelembagaan masyarakat harus menjadi agenda penting dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan<br />

ke depan.<br />

Untuk menggambarkan sejauhmana perkembangan kelembagaan masyarakat di dalam PNPM Mandiri<br />

Perkotaan, program ini sudah mengembangkan instrumen terkait dengan hal tersebut, antara lain<br />

adalah instrumen pengukuran tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM. Potret nasional pada akhir<br />

tahun 2012 (rekap data April 2013), menyebutkan sebanyak 47,37 % BKM telah mencapai kategori<br />

Mandiri, sementara BKM Berdaya 50,06%. Sedangkan BKM yang berstatus menuju madani meningkat<br />

menjadi 2 %. Status berdaya menuju mandiri adalah status transisi sebelum mencapai taraf Madani.<br />

Dalam setahun kedepan diharapkan lebih banyak lagi BKM yang keluar dari zona transisi tersebut<br />

untuk menuju madani. Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan masih memiliki PR untuk<br />

menguatkan kelembagaan masyarakat agar pada tahun 2014 nanti seluruh BKM/LKM sudah pada<br />

tingkat organisasi yang dikatakan mandiri. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan<br />

diharapkan dapat terus berlanjut.<br />

1.3.2. Isu-isu Strategis<br />

a. Lambatnya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP<br />

Pertumbuhan LKM/BKM menuju mandiri setiap tahun lambat, diperkirakan BKM Mandiri sulit tercapai<br />

100% pada tahun 2014. Kelemahan utama terletak pada aspek system manajemen, manajemen SDM<br />

dan hubungan eksternal(data mengenai status kemandirian BKM/LKM terlampir) Sehingga<br />

untuk meningkatkan kemandirian BKM sedapat mungkin difokuskan pada aspek system manajemen,<br />

manajemen SDM dan hubungan eksternal (kemitraan). Sedangkan pada aspek ketaatan terhadap<br />

AD/ART, manajemen keuangan dan kepemimpinan, BKM telah dinilai memadai. Namun demikian<br />

keenam aspek tersebut tetap harus diperkuat.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 13


Kinerja BKM bagus pada aspek kepemimpinan, hal ini dapat dipahami mengingat proses pemilu<br />

BKM/LKM dijalankan dengan serius secara periodik untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar<br />

dipercaya dan merepresentasikan nilai dan prinsip kemasyarakatan. Kepemimpinan yang bagus<br />

mempengaruhi implementasi visi dan misi melalui berbagai kegiatan. Sehingga visi dan misi yang<br />

tertuang dalam statute (AD/ART) menunjukkan capaian yang lebih bagus ketimbang yang lain.<br />

Demikian juga pada aspek manajemen keuangan yang menunjukkan capaian positif, disebabkan<br />

PNPM Mandiri Perkotaan memberikan porsi lebih dalam pendampingan pengelolaan keuangan selama<br />

ini. Oleh sebab itu statuta, kepemimpinan dan manajemen keuangan adalah aspek-aspek yang telah<br />

tercapai lebih baik. Namun tiga aspek yang lain selalu rendah, yaitu system manajemen (manajemen<br />

organisasi), pengelolaan SDM dan hubungan eksternal mengisyaratkan perlu perbaikan.<br />

Hal ini berarti bahwa proses pengembangan kelembagaan masyarakat tidak boleh berhenti pada<br />

terpilihnya angggota BKM/LKM melalui pemilu yang demokratis, tapi juga harus diiringi dengan<br />

pengembangan kapasitas BKM/LKM dari aspek organisasi, sistem manajemen, pengelolaan SDM dan<br />

hubungan eksternal, dikarenakan BKM/LKM mengelola kelembagaan untuk mengatasi problematika<br />

penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang relatif rumit<br />

Masih sedikit penelitian tentang kapasitas lembaga UP-UP dalam mengelola kegiatan penanggulangan<br />

kemiskinan, akan tetapi beberapa indikasi dapat ditunjukan dengan informasi yang ada. Informasi<br />

berikut dapat dijadikan patokan, laporan akhir KMP PNPM MP 2009-2011 (hal 3-14)<br />

a. Masih kurangnya pemahaman BKM/LKM (masyarakat) bahwa kegiatan ekonomi<br />

adalah bagian penting dalam menggerakan keberdayaan ekonomi masyarakat (miskin)<br />

sehingga perhatian dan upaya-upaya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul<br />

masih belum cukup kuat dan belum intensif.<br />

b. UPK sebagai pengelola pinjaman dana bergulir idealnya dikelola oleh 2-4 orang<br />

sehingga ada ruang untuk melakukan pembinaan kepada KSM, saat ini secara nasional<br />

50% UPK hanya dikelola oleh 1 orang.<br />

c. Peran pengawas belum efektif dalam membantu BKM/LKM melakukan pengendalian<br />

terhadap kinerja UPK maupun dalam menyelesaikan persoalan tunggakan di tingkat<br />

masyarakat<br />

d. Turnover personil UPK relative cukup tinggi, insentif yang diberikan belum sebanding<br />

dengan beban pekerjaan yang cukup tinggi.<br />

Dengan demikian dapat dikatakan selain daripada kualitas SDM yang bersangkutan, jumlah orang<br />

yang mengelola kegiatan di UP-UP juga masih relatif sedikit, tidak sebanding dengan lingkup tugas<br />

yang bersangkutan. Patut diduga bahwa UP-UP selain UPK juga mengalami problem yang sama,<br />

padahal sebagai lembaga yang dianggap bertugas secara profesional yang diangkat oleh<br />

BKM/LKM/LKM, UP-UP diharapkan dapat mengelola implementasi seluruh kegiatan penanggulangan<br />

kemiskinan, menjadi eksekutor kegiatan berdasarkan kebijakan/keputusan yang dikeluarkan<br />

BKM/LKM/LKM.<br />

b. Partisipasi belum diikuti peningkatan kinerja<br />

Bila melihat capaian kuantitatif yang telah dicapai melalui proses-proses demokrasi yang dicapai oleh<br />

BKM/LKM, indikator kinerja BKM/LKM dalam membangun partisipasi tidak diragukan lagi, terbukti<br />

indicator 40% partisipasi perempuan, 40% partisipasi warga miskin, 30 % partisipasi penduduk<br />

dewasa dalam Pemilu BKM, terbangunnya BKM/LKM di setiap Desa, tersusunnya dokumen PJM<br />

Pronangkis di setiap BKM, dan terlaksananya kegiatan tridaya telah tercapai (terlampir data-data<br />

mengenai capaian KPI 2012)<br />

14 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Namun dibalik kesuksesan upaya mendorong proses partisipasi masyarakat tersebut (yang diukur<br />

dengan Key Performance indicator), masih tersisa sejumlah agenda penting peningkatan kinerja<br />

BKM/LKM sebagaimana disinggung di atas, yaitu <strong>penguatan</strong> manajemen internal organisasi, SDM dan<br />

hubungan eksternal (baik dengan Pemda, kelompok peduli, dunia usaha, masyarakat dan KSM).<br />

Ketiga hal tersebut juga harus ditingkatkan mengikuti kesuksesan meningkatnya partisipasi<br />

masyarakat.<br />

Sebagai salah satu contoh bagaimana proses demokratis dalam siklus (termasuk Pemilu<br />

BKM/LKM) belum ditransformasikan kepada masyarakat terlihat dalam fasilitasi kegiatan<br />

infrastruktur. Disana demokratisasi dalam pemilihan anggota BKM belum ditularkan oleh BKM/LKM<br />

kepada masyarakat. Temuan konsultan evaluasi (studi dampak <strong>P2KP</strong>-2-2/8 studi kajian; 2010)<br />

menyebutkan bahwa Kapasitas BKM/LKM dalam mengelola kegiatan yang didanai melalui dana BLM<br />

PNPM Mandiri Perkotaan masih menjadi catatan dan perlu diperbaiki, yaitu :<br />

BKM/LKM kurang bisa memprioritaskan dan menerapkan intervensi kegiatan infrastruktur<br />

infrastruktur dalam hal: (1) sesuai dengan kebutuhan masyarakat obyektif (khususnya kaum<br />

miskin setempat), dan (2) sesuai dengan standar <strong>teknis</strong> yang diperlukan, tanpa bimbingan<br />

substantif dan kompeten, serta pengawasan melalui proyek manajemen<br />

Manajemen BKM/LKM (yang secara informal memiliki ikatan yang kuat dengan RT/RW),<br />

cenderung untuk menghindari kecemburuan antar wilayah dengan membagi rata semua BLM ke<br />

semua wilayah bukan berdasarkan prioritas<br />

Demikian juga dalam Pengelolaan Kegiatan Sosial, yang ternyata, sebagian besar berjalan baik,<br />

apabila dijalankan dengan pola-pola yang sama seperti ketika dikerjakan oleh lembaga-lembaga<br />

lama seperti PKK atau Ormas seperti lembaga muslimat NU. Hal ini sering terjadi akibat masih<br />

minimnya pengakuan masyarakat atas BKM/LKM sebagai lembaga kemasyarakatan setempat,<br />

BKM/LKM masih dipandang sebagai penyalur dana BLM saja<br />

Dalam proses sikluspun ternyata diperoleh bukti bahwa laki-laki lebih berpendidikan, kaya, dan<br />

pejabat lebih mungkin untuk terpilih menjadi anggota BKM/LKM - organisasi masyarakat di<br />

kelurahan yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya UPP2. Demikian juga<br />

dengan keterlibatan perempuan yang pada umumnya di KSM ekonomi lebih memungkinkan,<br />

sedangkan di BKM/LKM masih relatif sedikit. Disini terlihat partisipasi belum sepenuhnya<br />

berhasil dibangun tanpa diskriminasi.<br />

c. KSM sebatas pengelola BLM; Tridaya belum terintegrasi meningkatkan IPM<br />

Bagaimana dengan KSM? banyak temuan menunjukan bahwa KSM belum menjadi wadah utama<br />

penanggulangan kemiskinan di tingkat komunitas yang paling kecil. Keberadaannya masih banyak<br />

berhenti pada pengelolaan dana BLM kegiatan. Sehingga KSM sering disebut juga sebagai pengelola<br />

kegiatan instan karena kehadiran BLM tidak dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Padahal melalui<br />

KSM lah diharapkan tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, kepedulian dan menjadi wadah bagi seluruh<br />

masyarakat utamanya masyarakat miskin untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan<br />

mereka secara mandiri.<br />

BKM/LKM yang bagus adalah kunci bagi terciptanya keberlanjutan program dan kepuasan penerima<br />

manfaat warga miskin baik yang tergabung dalam KSM maupun tidak. Salah satu indicator kepuasan<br />

adalah meningkatnya taraf hidup. Peningkatan taraf hidup ditandai dengan terpenuhinya sejumlah<br />

kebutuhan dasar seperti perumahan, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan seperti yang<br />

disebutkan dalam MDGs. Sedangkan untuk mengukur pencapaian kualitas manusianya, digunakan<br />

ukuran IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang terdiri dari peningkatan angka harapan hidup,<br />

pendidikan dan daya beli. Kebutuhan dasar dan kualitas SDM tersebut didorong untuk dicukupi<br />

menggunakan potensi yang dimiliki masyarakat sendiri. Potensi-potensi tersebut beragam bentuknya,<br />

ada yang berupa dana, gagasan, tenaga, <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> maupun jaringan kerjasama.<br />

Melalui PNPM Mandiri Perkotaan, semua potensi (terutama jaringan kerjasama) diasah untuk<br />

mengakses sumberdaya fisik, sumberdaya alam, aset, dan kesempatan untuk mempengaruhi<br />

lembaga-lembaga kunci agar terlibat memikirkan cara mengurangi kemiskinan. Dengan demikian,<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 15


kegiatan tridaya, baik infrastruktur, ekonomi produktif maupun kegiatan <strong>sosial</strong> tidak<br />

hanya mengemban amanah untuk menguatkan kapasitas manusia (human capital) tetapi juga<br />

menguatkan komunitas (social capital). Kekuatan kapasitas manusia dan <strong>modal</strong> social merupakan<br />

landasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan taraf hidup.<br />

KSM-KSM yang bekerja pada tiga bidang tridaya, baik infrastruktur, ekonomi maupun social<br />

seharusnya memikirkan bagaimana output kegiatannya berdampak terhadap warga msikin PS-2<br />

secara terintegrasi. Oleh sebab itu KSM-KSM memerlukan perluasan jaringan kerjasama antar bidang<br />

(lingkungan-ekonomi-<strong>sosial</strong>) agar penanggulangan kemiskinan tertangani menyeluruh,<br />

tidak parsial. Sebab semua kegiatan yang dilaksanakan oleh KSM berorientasi untuk meningkatkan<br />

kapasitas SDM yang diukur dengan standar IPM.<br />

Pemanfaatan kegiatan infrastruktur berkaitan dengan peningkatan daya beli masyarakat ketika<br />

mempermudah akses warga miskin dari lokasi pengambilan hasil bumi ke lokasi pemasaran (seperti<br />

jembatan, jalan dan sarana transportasi lain). Pembangunan infrastruktur juga meningkatkan<br />

pelayanan kesehatan ketika sarana kesehatan (posyandu/poskesdes) yang dibangun mendekatkan<br />

warga miskin terhadap layanan kesehatan, serta meningkatkan kesehatan warga PS-2 secara<br />

langsung melalui pembangunan drainase, sanitasi, air bersih, pengolah limbah, daur ulang sampah<br />

maupun MCK. Pembangunan infrastruktur juga berkontribusi pada peningkatan pendidikan melalui<br />

pembangunan/perbaikan sarana pendidikan di PAUD, TK dan SD.<br />

Pencapaian IPM sebagai indicator kesejahteraan manusia berada di tangan para KSM-KSM yang<br />

menangani kegiatan tersebut. Seperti diketahui, IPM mengandung tiga komponen penting, yaitu<br />

peningkatan angka harapan hidup, kualitas pendidikan dan peningkatan daya beli. Ketiga komponen<br />

tersebut dapat dicapai melalui kinerja KSM-KSM, baik KSM ekonomi, KSM social maupun KSM<br />

infrastruktur secara bersama-sama, sebab semua KSM memiliki kontribusi untuk menyumbang<br />

pencapaian IPM dengan kadarnya masing-masing.<br />

Untuk mencapai peningkatan IPM secara lebih komprehensif, maka seluruh kegiatan KSM mesti<br />

dibenahi agar berkorelasi dengan IPM lebih tinggi lagi, baik secara langsung maupun tidak.<br />

Kontribusi masing-masing KSM terhadap IPM dapat dijembatani dengan <strong>penguatan</strong><br />

kapasitas KSM dan mengupayakan jaringan kerjasama antar KSM secara terkoneksi dan<br />

menjalin kerjasama dengan berbagai pihak (terutama SKPD dan Dunia Usaha) dengan<br />

memperbaiki hubungan eksternal BKM agar KSM tidak lagi distigmasisasi sebagai<br />

pengelola dana BLM (terlampir Data mengenai kegiatan KSM yang berkontribusi<br />

terhadap IPM)<br />

KSM ideal tumbuh bersama masyarakat dan menguatkan <strong>modal</strong> social. Hampir semua kegiatan<br />

masyarakat yang ber<strong>modal</strong> social kuat dibatasi oleh norma-norma yang mengikat. Segala jenis<br />

kegiatan social yang diselenggarakan oleh masyarakat bermaksud untuk memperkuat rasa saling<br />

percaya, kerjasama dan kebersamaan. Sebagai contoh, jika salah seorang warga sedang<br />

menyelenggarakan hajatan para tetangga pasti berdatangan untuk saling membantu. Sejumlah<br />

peristiwa penting dalam kehidupan amat dihormati dan dianggap harus dibantu dengan semangat<br />

gotong royong, baik pada saat senang maupun susah. Peristiwa yang mendapat tempat di hati<br />

masyarakat tersebut antara lain perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, pesta syukuran atau saat<br />

mengalami musibah, sakit, dan meninggal dunia. Semua tetangga bahu-membahu memberikan<br />

bantuan tanpa pamrih dengan satu alasan untuk menolong. Seluruh tradisi tersebutlah yang<br />

melatarbelakangi kelahiran KSM-KSM untuk tumbuh dan berkembang.<br />

Selain kejadian-kejadian penting dalam kehidupan, masyarakat juga menyelenggarakan sendiri<br />

pertemuan-pertemuan tatap muka rutin untuk memperkuat tenggang rasa, memenuhi kebutuhan dan<br />

memecahkan persoalan bersama. Pertemuan-pertemuan tersebut berupa arisan, pengajian,<br />

pertemuan kelompok profesi (petani, nelayan, ojek, pedagang, tukang sayur dsb). Bahkan dewasa ini<br />

program-program pembangunan dihamparkan di atas paguyuban-paguyuban yang berlandaskan<br />

solidaritas dan tenggang rasa itu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan.<br />

16 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Dalam bidang kesehatan melalui posyandu atau pengobatan gratis serta dalam bidang pendidikan<br />

melalui sarana pendidikan, beasiswa maupun biaya pendidikan. Karena itu PNPM Mandiri Perkotaan<br />

mendorong agar kegiatan social mampu menjawab peningkatan kapasitas manusia bertumpu pada<br />

mata pencaharian, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, serta akses<br />

terhadap sumberdaya.<br />

d. KBK<br />

Komunitas Belajar Kelurahan dicita-citakan sebagai ladang persemaian <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> diluar BKM.<br />

Sifatnya sebagai forum pembelajaran yang berfungsi sebagai penyeimbang BKM dalam mengambil<br />

keputusan penanggulangan kemiskinan. Sebagai arena pembelajaran, komunitas tersebut juga<br />

bersifat cair, fleksible, dan terbuka diikuti oleh orang-orang yang peduli persoalan kemiskinan.<br />

Sebagai Community Learning Centre, KBK menghadapi dua hal, yang pertama, belum diyakininya<br />

KBK oleh program sebagai salah satu instrumen penting pengelolaan penanggulangan kemiskinan di<br />

tengah masyarakat. Kedua, konsepsi KBK belum dapat dikejawantahkan secara operasional sehingga<br />

menyulitkan para pelaku untuk mengimplementasikan konsep tersebut.<br />

e. Kelemahan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas<br />

Secara umum program ini telah mengembangkan suatu sistem pengelolaan transparansi dan<br />

akuntabilitas program di tingkat BKM/LKM/LKM. Ada cukup banyak instrumen yang dapat<br />

dipergunakan untuk melihat sejauhmana BKM/LKM telah menerapkan transparansi dan akuntabilitas<br />

dalam pengelolaan programnya, antara lain melalui:<br />

1) Kinerja Pengelolaan Keuangan UPK dan Sekretariat<br />

2) Audit internal (melalui Review Keuangan)<br />

3) Audit Eksternal (oleh auditor independen)<br />

Secara umum kinerja keuangan baik dari sisi laporan keuangan UPK dan sekretariat, Review telah<br />

menunjukkan perkembangan yang berarti, dengan kata lain menggambarkan tumbuhnya kesadaran<br />

transparansi dan jaminan akuntabilitas masyarakat dalam mengelola dana bantuan secara langsung.<br />

Keterbatasan pelaksanaan audit yang terjadi adalah berkaitan dengan ketepat waktuan dalam<br />

melaksanakan audit. Beberapa aspek yang berpengaruh kuat adalah ketersediaan KAP dan biaya<br />

audit. Sejumlah kota/kabupaten mempunyai kontribusi yang nyata dalam kondisi ini, yaitu dengan<br />

mendukung sebagian biaya pengauditan melalui APBD setempat. Beberapa kelemahan sebagaimana<br />

ditulis dalam laporan akhir KMP adalah sebagai berikut:<br />

<br />

<br />

Kelemahan yang ada baik pada pihak konsultan maupun di masyarakat berkaitan dengan perilaku<br />

dalam melakukan pendampingan kepatuhan terhadap aturan seperti masalah cash in hand,<br />

tranparansi maupun akuntabilitas. Sehingga hal ini berdampak pada capaian indikator kinerja;<br />

baik Sekretariat maupun UPK, termasuk terdapatnya kasus-kasus yang dilakukan mulai dari<br />

masyarakat, UPK dan BKM/LKM sampai ke konsultan. Di samping itu hasil audit masih terdapat<br />

UPK dengan opini AO dan Disclaimer.<br />

Kelemahan yang lain ditunjukkan oleh beberapa hal antara lain: Kerjasama tim Faskel Ekonomi<br />

dan Tim Korkot masih lemah dalam pengendalian kegiatan. Hal ini membawa implikasi yang<br />

besar terhadap kualitas pengembangan kapasitas masyarakat, akurasi data penilaian kinerja<br />

keuangan, dan kemampuan memperkokoh kelembagaan BKM/LKM/LKM untuk mampu<br />

memfasilitasi kebutuhan masyarakat miskin dengan optimal.<br />

Perkembangan yang berarti tersebut di satu sisi, dan di sisi yang lain masih belum cukup<br />

terinternalisasinya kelembagaan pengelolaan transparansi dan akuntabilitas di tingkat BKM/LKM/LKM,<br />

menunjukan bahwa masih ada masalah dalam hal ini.<br />

f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan<br />

Keberlanjutan kegiatan ditentukan oleh seberapa banyak kemitraan telah dilakukan oleh BKM.<br />

Semakin banyak mitra kerjasama, maka semakin cerah masa depan pengelolaan kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />

Mengingat pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar tidak pernah akan ada habisnya. Mitra<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 17


kerjasama yang berkompeten di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan SDM amat diperlukan<br />

oleh BKM untuk menjaga kesinambungan penanggulangan kemiskinan.<br />

1.4. Prinsip dan Pendekatan<br />

Untuk peningkatan IPM secara langsung dapat diupayakan terlebih dahulu melalui revitalisasi<br />

kegiatan sebab pada prinsipnya seluruh kegiatan berkaitan langsung dengan peningkatan IPM<br />

bersama dengan kegiatan ekonomi produktif. Kegiatan social yang disupport secara <strong>teknis</strong> oleh PNPM<br />

Mandiri Perkotaan mesti mengikuti kaidah-kaidah yang telah diatur dalam ketentuan Pedoman Umum<br />

dan Petunjuk Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Prinsip-prinsip yang menjadi koridor bagi<br />

kegiatan Sosial tersebut adalah :<br />

1. Penguatan Modal <strong>sosial</strong> melalui Penguatan Kelembagaan Masyarakat antara lain dengan:<br />

a. Pemberdayaan masyarakat untuk kemandirian masyarakat. Strategi penanggulangan<br />

kemiskinan nasional telah terbagi menjadi 4 klaster, yang memperjelas domain PNPM pada<br />

klaster yang kedua sebagai program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Pola<br />

kegiatannya berupa fasilitasi pembelajaran, penyadaran, pelibatan masyarakat dan <strong>penguatan</strong><br />

peran Pemda secara mandiri dalam pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan.<br />

PNPM Mandiri Perkotaan menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai pilihan strategi<br />

utama dengan berfokus pada jalur Tridaya (bidang <strong>sosial</strong>, infrastruktur, dan ekonomi).<br />

Kegiatan Sosial sebagai salah satu dari tiga bidang yang difasilitasi oleh PNPM Mandiri<br />

Perkotaan, diharapkan memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kemandirian<br />

masyarakat miskin berpegang pada prinsip:<br />

i. Pembelajaran terhadap komunitas, dan pihak terkait lainnya tentang penyelesaian masalah<br />

dengan berpartisipasi memberi dukungan nyata dalam pelaksanaan kegiatan.<br />

ii. pembelajaran terhadap keluarga/jiwa miskin terkait penyelesaian masalah dengan melakukan<br />

perubahan mindset/paradigma, kebiasaan, etos, dan budaya kemiskinan, dll.<br />

b. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelembagaan,<br />

agar seluruh norma dan nilai yang ditawarkan program termasuk di dalamnya organisasi<br />

kemasyarakatan dan pranata yang sudah dibangun, menjadi bagian masyarakat. Termasuk<br />

prinsip dalam konsteks ini ada memberikan perlindungan hukum bagi Kelembagaan masyarakat<br />

yang sudah dibangun untuk dapat mengelola asset dan program penanggulangan kemiskinan<br />

secara berkelanjutan<br />

c. Kemitraan untuk menjaga kesinambungan program. Seluruh kegiatan social akan terjaga<br />

keberlanjutannya jika dilaksanakan bermitra dengan berbagai pihak mulai dari level local,<br />

regional bahkan global. Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan yang terpenting adalah<br />

bermitra dengan Pemda, Perguruan Tinggi dan dunia Usaha. Sebab ketiga kompartemen<br />

tersebut yang paling realistis diajak mewujudkan kerjasama jangka panjang di level kab/kota.<br />

Pemda, Masyarakat dan Dunia Usaha, adalah tiga pilar pembangunan yang memiliki tanggung<br />

jawab sama untuk melayani kebutuhan masyarakat.<br />

d. Menggunakan Jaringan Relawan. Untuk mendorong agar kegiatan social lebih berjangka<br />

penjang maka selain menggalang kemitraan, juga mengorganisasikannya dalam jaringan<br />

relawan yang telah mengakar. Di dalam jaringan relawan tersebut telah terdapat spesialisasi<br />

pembagian kerja seperti relawan kesehatan, relawan pendidikan, relawan pertanian, relawan<br />

perikanan, relawan lingkungan dst. Relawan-relawan tersebut dapat berperan sendiri sebagai<br />

penghubung antar komunitas (bridge volunteer) maupun tergabung dalam berbagai komunitas<br />

seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kelompok nelayan maupun paguyuban lainnya.<br />

Upaya untuk mendidkusikan peran-peran relawan dapat dilakukan dalam Komunitas Belajar<br />

Kelurahan (KBK) terkait pembahasan rencana kerja, masukan dan keluaran program. Untuk<br />

memahami lebih lanjut urgensi jaringan relawan dan KBK telah tersedia Pedoman Teknis KBK.<br />

2. Pengembangan Kegiatan yang pro-poor dan berorientasi kepada IPM & MDG's, antara lain<br />

melalui:<br />

a. Sesuai dengan Kegiatan yang diprogramkan dalam PJM Pronangkis yang diproses melalui<br />

Pemetaan Swadaya dan rutin diverifikasi melalui review/tinjauan partisipatif<br />

18 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


. Bermanfaat langsung bagi KK Miskin yang tercatat dalam PS2, bukan pemanfaat tidak<br />

langsung. Mereka adalah Pemanfaat Usia Sekolah, Usia Produktif dan Tidak Produktif<br />

c. Mampu menggalang swadaya masyarakat dan merekatkan solidaritas social dalam<br />

perencanaan, pelaksanaan dan monitoringnya. Memastikan KSM Sosial bukan kepanitiaan baru<br />

tetapi telah berpengalaman menjalankan aktivitas <strong>sosial</strong>. Kegiatan <strong>sosial</strong> yang akan<br />

dilaksanakan masyarakat harus dipastikan mengandung perlakuan pra dan pasca kegiatan,<br />

sehingga kegiatan yang dilakukan tidak “numpang lewat” dalam kehidupan masyarakat.<br />

Kegiatan ada sewaktu dilaksanakan (awal) saja, namun kemudian menghilang setelah acara<br />

selesai. Mencegah terjadinya hal tersebut maka dilakukan Internalisasi kegiatan ke dalam<br />

sistem <strong>sosial</strong> yang ada, antara lain sistem; keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat,<br />

keagamaan, dll. Tantangan utamanya adalah menjadikan aktivitas penanggulangan kemiskinan<br />

sebagai bagian kehidupan masyarakat, sehingga pelaksanaan program akan berjalan seiring<br />

dinamika kehidupan masyarakat pula. Pelaksanaan kegiatan mesti terpola dalam sistem,<br />

teratur dan menggerakkan semua potensi sumber daya yang ada seperti memaksimalkan<br />

kerjasama, mengoptimalkan keswadayaan, serta menggalang kemitraan strategis. Semua itu<br />

merupakan langkah nyata untuk merencanakan keberlanjutan program. Indikator pelaksanaan<br />

prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM/panitia:<br />

i. Pembangunan KSM/panitia melibatkan lembaga/organisasi, individu/keluarga dan jaringan<br />

social yang sudah aktif melakukan kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />

ii. Pelaksanaan kegiatan sudah melakukan kerjasama dengan lembaga/organisasi<br />

kemasyarakatan, <strong>sosial</strong>, keagamaaan, dll setempat.<br />

iii.<br />

Menjalin kemitraan dengan pihak lain diluar komunitas: pemerintah daerah, perusahaan<br />

swasta, dll untuk melaksanakan program, mensinergikan program, dll.<br />

d. Berkelanjutan, artinya bukan kegiatan instant dan berjangka pendek. Sebab kebutuhan dasar<br />

KK miskin yang harus dilayani bersifat menerus. Hal-hal yang membuat kegiatan berjangka<br />

panjang adalah kejelasan pengelola, dukungan financial dan kemitraan dengan pihak ketiga,<br />

baik SKPD maupun CSR atau sumber lain<br />

e. Mendukung Program Perlindungan Sosial Cluster I seperti Beasiswa miskin, Program Keluarga<br />

Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),<br />

dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Cluster IV Program Serba Murah, yaitu Program<br />

Rumah Sangat Murah, Transportasi umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik Murah dan<br />

hemat, serta Program Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Masyarakat Miskin Perkotaan. Tidak<br />

menutup kemungkinan program di cluster I dan IV berjalan di kelurahan yang sama sehingga<br />

akan lebih bermanfaat jika dijalankan dengan skema PNPMMP.<br />

f. Membuka Lapangan Kerja dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan Sosial yang membuka<br />

lapangan kerja baru lebih diprioritaskan karena selain bermanfaat bagi banyak KK miskin juga<br />

memberi pemasukan (income) kepada banyak jiwa yang ditanggung oleh masing-masing KK<br />

tersebut. Pada gilirannya akan meningkatkan daya beli. Dengan daya beli yang tinggi akan<br />

memberi kesempatan untuk memilih akses sumberdaya dan pelayanan (terutama pendidikan,<br />

kesehatan dan asupan gizi). Bentuk kegiatan social yang meningkatkan pendapatan dan daya<br />

beli dimulai dari pelatihan open menu sesuai kebutuhan masyarakat. Jenis-jenis pelatihan yang<br />

disesuaikan dengan mata pencaharian dan potensi masyarakat akan berpeluang memperluas<br />

usaha dan otomatis membuka lapangan kerja baru diprioritaskan seperti pelatihan ketrampilan<br />

dan kewirausahaan yang harus disambung dengan pembentukan KSM ekonomi produktif<br />

g. berkaitan dengan peningkatan kesehatan otomatis akan meningkatkan Angka Harapan Hidup<br />

sebagamana ditargetkan IPM. Semakin sehat seseorang akan makin panjang harapan<br />

hidupnya, sehingga makin produktif sebagai manusia sejahtera. Adapun area-area strategis<br />

yang digarap mestinya juga berkaitan dengan target-target MDGs seperti memberantas<br />

kelaparan (MDGs 1), mengurangi kematian anak (MDGs 4), meningkatkan kesehatan ibu<br />

(MDGs 5), melawan penyakit menular malaria dan HIV (MDGs 6), serta menjaga daya dukung<br />

lingkungan hidup (MDGs 7) yang sehat sebagai habitat hidup jangka panjang.<br />

h. Berkaitan dengan pendidikan sebagai prioritas untuk meningkatkan kapasitas SDM sebagai<br />

salah satu kebutuhan primer yang ditargetkan dalam IPM. Sebagai target ketiga, pendidikan<br />

berniat menjadikan masyarakat terdidik sejak usia sekolah. Dalam MDGs pendidikan diletakkan<br />

pada target ke 2 dan ke-3 yaitu pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan dan tidak<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 19


ada diskriminasi gender untuk mendapatkannya. Anak perempuan dan laki-laki memiliki<br />

kesempatan yang sama untuk sekolah.<br />

20 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


BAB II<br />

MEKANISME PENGUATAN<br />

KELEMBAGAAN MASYARAKAT<br />

PNPM MANDIRI PERKOTAAN<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 21


2.1. Pengertian<br />

Yang dimaksud dengan <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah<br />

upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang telah dibangun<br />

agar dapat diterima sebagai sebuah norma dan perilaku baru di masyarakat dalam rangka<br />

melestarikan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis nilai.<br />

2.2 Tujuan<br />

Secara prinsip <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat tidak ditujukan untuk mengembangkan<br />

kelembagaan yang baru, akan tetapi menginternalisasi kelembagaan yang sudah berhasil dibangun<br />

oleh PNPM Mandiri Perkotaan dan meningkatkan kapasitasnya untuk dapat melanjutkan upaya<br />

penanggulangan kemiskinan. Tujuan dari Penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri<br />

perkotaan adalah:<br />

1. Memperkuat, meningkatkan dan melestarikan kapasitas kelembagaan masyarakat yang sudah<br />

dibangun PNPM MP agar menjadi milik masyarakat<br />

2. Meningkatkan kapasitas lembaga masyarakat yang ada agar mampu meningkatkan kualitas dan<br />

kuantitas pelayanan dasar bagi masyarakat miskin<br />

3. Memperkuat Pranata Lokal masyarakat yang telah terbangun sebagai dasar untuk keberlanjutan<br />

upaya penanggulangan kemiskinan<br />

2.3 Sasaran<br />

Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat<br />

ini antara lain:<br />

Terbentuknya pranata lokal yang sudah diinisiasi oleh BKM/LKM dan terinternalisasi dengan baik di<br />

tingkat masyakat ditunjang oleh :<br />

a. kembalinya fungsi BKM/LKM sebagai board of trustee dan UP-UP sebagai pelaksana<br />

operasional kegiatan<br />

b. Terbentuknya forum relawan dan juga relawan berdasarkan minat (relawan sektoral), sebagai<br />

mitra kerja BKM/LKM dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat<br />

miskin.<br />

c. Tumbuh kembangnya KBK sebagai sarana pembelajaran bersama masyarakat dan<br />

pelembagaan nilai<br />

2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />

Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, maka setidaknya ada 2 (dua) elemen penting <strong>penguatan</strong><br />

kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan, elemen tersebut adalah 1) Elemen<br />

Organisasi Masyarakat dan 2) Elemen Pranata yang sudah dibangun, sebagaimana diilustrasikan<br />

dengan skema sebagai berikut:<br />

2.4.1. Penguatan Lembaga/Organisasi Masyarakat<br />

Salah satu sasaran dalam PNPM Mandiri Perkotaan disebutkan terbangunnya Lembaga Keswadayaan<br />

Masyarakat yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan<br />

berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. Hal ini dilakukan di level desa/kelurahan,<br />

akan tetapi sebenarnya pengembangan lembaga kemasyarakatan di PNPM Mandiri Perkotaan<br />

dilakukan di berbagai level mulai dari komunitas yang paling kecil. Berikut adalah elemen dan<br />

substansi <strong>penguatan</strong> lembaga di PNPM Mandiri Perkotaan diberbagai level:<br />

1. BKM/LKM:<br />

a. Penajaman peran BKM/LKM dalam nangkis<br />

b. Memberikan perlindungan hukum kepada BKM melalui peraturan daerah atau surat<br />

keputusan kepala daerah apabila diperlukan sesuai dengan kondisi masing-masing Pemda<br />

c. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen<br />

d. BKM mampu menjalankan manajemen organisasi, baik dalam aspek POAC (planning,<br />

organizing, actuating dan controlling) maupun memperkuat unsure-unsure organisasi (men,<br />

money, material, dan time)<br />

22 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


e. Internalisasi AD & ART<br />

f. Perbaikan sistem kearsipan dan sistem database BKM/LKM<br />

g. Peningkatan kapasitas cara membuat keputusan<br />

h. Peningkatan Pemahaman soal indikator kemandirian LKM dan juga review kelembagaan<br />

2. UP-UP (bekerjasama dgn unit lain):<br />

a. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen sesuai tupoksinya<br />

b. Peningkatan jumlah personil<br />

c. Perbaikan sistem kearsipan dan database UP-UP<br />

d. Peningkatan kapasitas pembinaan untuk KSM<br />

3. KSM (a.l program PPMK):<br />

a. Peningkatan kapasitas kelembagaan KSM (Organisasi dan manajemen)<br />

b. Peningkatan pelatihan keterampilan<br />

c. Pengembangan usaha produktif<br />

Pengembangan organisasi/lembaga masyarakat di berbagai level tersebut diharapkan dapat menjadi<br />

lembaga yang mampu melahirkan kebijakan/keputusan yang berpihak pada masyarakat miskin, dan<br />

yang utama adalah menjadi pengelola penanggulangan kemiskinan di berbagai level. Dalam hal ini<br />

<strong>penguatan</strong> lembaga masyarakat akan bertumpu di level kelurahan dan kecamatan.<br />

2.4.2 Penguatan Kepranataan lokal Masyarakat<br />

Merujuk pada pengertian tentang kelembagaan masyarakat, maka kelembagaan masyarakat dan<br />

sering juga disebut sebagat pranata dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan adalah sekumpulan<br />

jaringan dari relasi <strong>sosial</strong> yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki<br />

aturan dan norma, serta memiliki struktur di dalam PNPM Mandiri Perkotaan dan diikuti dengan kata<br />

kerja. Sehingga di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, yang disebut dengan kelembagaan tentu bukan<br />

hanya organisasi yang di bentuk saja, akan tetapi mencakup aturan main, nilai-nilai dan norma yang<br />

membentuk relasi <strong>sosial</strong>, interaksi <strong>sosial</strong> sebagai akibat dari proses pembelajaran di masyarakat dan<br />

kegiatan penanggulangan kemiskinan itu sendiri.<br />

Berdasarkan pengertian tersebut, dengan asumsi bahwa kelembagaan tersebut merupakan proses<br />

pembelajaran masyarakat dan kemudian menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat dalam<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 23


pengelolaan penanggulangan kemiskinan dan demikian juga tertulis di dalam Pedoman, maka ada<br />

beberapa pranatan yang berhasil PNPM Mandiri Perkotaan bangun, antara lain :<br />

1. Penetapan dan Penguatan Siklus Pembangunan partisipatif<br />

2. Penetapan dan <strong>penguatan</strong> mekanisme pengelolaan kegiatan Tridaya (fokus secara eksplisit<br />

menetapkan syarat KK miskin/PS-2 sebagai penerima manfaat BLM)<br />

a. Pengelolaan kegiatan Infrastruktur (kerjasama dgn unit infra)<br />

b. Pengelolaan kegiatan Sosial<br />

c. Pengelolaan kegiatan Ekonomi (kerjasama dgn unit Kredit Mikro)<br />

3. Penetapan dan <strong>penguatan</strong> Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas (kerjasama dgn unit<br />

Manajemen Keuangan)<br />

4. Pengembangan Forum Relawan dan Relawan Sektor<br />

5. Pengembangan kegiatan KBK<br />

6. Pengembangan kesiapan lembaga untuk kemitraan (kerjasama dengan unit LG)<br />

Keterkaitan antar elemen tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:<br />

2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat<br />

Kelembagaan masyarakat adalah faktor penting yang dapat mendorong keberlanjutan<br />

penanggulangan kemiskinan. Agar kelembagaan tersebut dapat menjamin keberlanjutan, maka ada<br />

beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain:<br />

1. Legitimasi yang kuat; Organisasi dan juga pranata yang ada, memiliki legitimasi yang kuat di<br />

tingkat masyarakat, dipercaya sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri<br />

2. Dapat diterima oleh semua pihak; Artinya kelembagaan masyarakat tersebut dapat diterima,<br />

tidak menimbulkan resistensi oleh seluruh multipihak yang berkepentingan dalam penanggulangan<br />

kemiskinan<br />

3. Mudah dan dapat diaplikasikan; Tentu saja kelembagaan masyarakat tersebut, mudah dan<br />

dapat diaplikasikan, tidak membutuhkan teknologi dan pengetahuan yang terlalu rumit<br />

24 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


4. Dapat direplikasikan; Hal lain adalah dapat dengan mudah direplikasi di bagian wilayah yang<br />

lain tanpa membutuhkan fasilitasi yang terlalu rumit<br />

5. Terinternalisasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan; Terinternalisasi dengan baik di<br />

tingkat masyarakat selain secara pemahaman dan yang lebih penting diwujudkan dalam kegiatan<br />

yang bersifat rutin<br />

2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />

2.6.1 Indikator dan Target Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />

Untuk mengukur keberhasilan proses <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat, maka perlu ada indikator<br />

yang disepakati. Indikator ini mencakup elemen-elemen <strong>penguatan</strong> kelembagaan sebagaimana<br />

disampaikan sebelumnya.<br />

NO ASPEK INDIKATOR<br />

TARGET<br />

2012 2013<br />

1. Organisasi<br />

a BKM/LKM Seluruh BKM/LKM telah dilatih <strong>penguatan</strong><br />

kelembagaan BKM/LKM<br />

Tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM<br />

Mandiri<br />

Administrasi dan sekretariat BKM/LKM<br />

tertata sesuai dengan standar yang<br />

ditetapkan<br />

100% BKM/LKM<br />

50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

Terdapat Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

b UPS Seluruh UPS telah dilatih <strong>penguatan</strong> UPS 100% UPS<br />

Ter<strong>sosial</strong>isasikannya SOP Keg <strong>sosial</strong><br />

100% UPS<br />

Terlaksananya kegiatan <strong>sosial</strong> sesuai SOP 70%<br />

1. Kepranataan lokal<br />

a<br />

Mekanisme<br />

Pelaksanaan<br />

kegiatan<br />

Ditetapkannya mekanisme pelaksanaan<br />

kegiatan yang menjamin ketepatan sasaran<br />

PS-2, sebagai pranata setempat<br />

50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

b<br />

Penguatan<br />

Relawan<br />

Terbentuknya forum Relawan dan relawan<br />

sektor<br />

50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

s KBK Terbentuknya KBK 50% BKM/LKM 100%<br />

BKM/LKM<br />

Terlaksananya forum pertemuan KBK rutin 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />

2.6.2. Langkah-langkah<br />

Langkah-langkah <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat secara umum dapat dikembangkan sesuai<br />

dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Langkah-langkah ini juga harus simultan dan<br />

juga bersinergi dengan langkah-langkah pelaksanaan siklus di masyarakat, diupayakan untuk tidak<br />

overlap dengan kegiatan yang lain. Rumusan langkah yang akan disampaikan berikut hanya sebagai<br />

guidance yang diharapkan dapat membantu agar elemen-elemen proses <strong>penguatan</strong> kelembagaan<br />

secara substansi terpenuhi. Langkah-langkah ini juga dapat berkembang sesuai dengan<br />

perkembangan dan proses pembelajaran di tingkat masyarakat. Langkah-langkah tersebut, secara<br />

umum dapat digambarkan secara skematis melalui:<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 25


2.6.3 Delivery System<br />

Untuk menjamin bahwa seluruh pelaku dapat memahami konsep <strong>penguatan</strong> kelembagaan<br />

masyarakat ini maka dikembangkan Sistem "delivery" sebagaimana berikut:<br />

26 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


2.6.4. Mekanisme Pengendalian<br />

PELAKU QA QC & FEEDBACK<br />

TOR KMP<br />

Strategi Operasional<br />

KMP<br />

TA CO & S<br />

KMP<br />

Menyusun Workplan bidang<br />

CO & S<br />

Menyusun Petunjuk <strong>teknis</strong><br />

kelembagaan dan pengelolaan<br />

keg <strong>sosial</strong><br />

Sosialisasi melalui EGM,<br />

Pelatihan dan supervisi CB<br />

Pengendalian berbasis SIM<br />

dan WEB<br />

Supervisi CB<br />

Evaluasi kinerja TA KMW<br />

Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi<br />

konsep Kelembagaan & Keg<br />

Sosial<br />

TA Sos & TA Pelatihan<br />

KMW<br />

Korkot & Askot CD<br />

Menyusun Workplan<br />

tingkat KMW bidang CO<br />

& S<br />

Men<strong>sosial</strong>isasikan SOP<br />

kelembagaan dan keg<br />

<strong>sosial</strong> melalui KBIK dan<br />

platihan khusus<br />

Menyusun Workplan<br />

tingkat KMW bidang CO<br />

& S<br />

Men<strong>sosial</strong>isasikan SOP<br />

kelembagaan dan keg<br />

<strong>sosial</strong> melalui KBIK dan<br />

platihan khusus<br />

LAPORAN<br />

Pengendalian berbasis SIM<br />

dan WEB<br />

Supervisi kepada Korkot<br />

Evaluasi Kinerja bidang CO &<br />

S<br />

Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi bid<br />

CO & S kepada tim korkot<br />

LAPORAN<br />

Pengendalian berbasis SIM<br />

dan WEB<br />

Supervisi kepada tim faskel<br />

Evaluasi Kinerja bidang CO<br />

& S tim faskel<br />

Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi bid<br />

CO & S kepada tim korkot<br />

Tim Faskel & esp<br />

Faskel <strong>sosial</strong><br />

LAPORAN<br />

Pengelolaan Kegiatan<br />

<strong>penguatan</strong><br />

kelembagaan dan keg<br />

<strong>sosial</strong><br />

MASYARAKAT (esp<br />

LKM & UPS)<br />

Implementasi<br />

Penguatan<br />

kelembagaan Implementasi<br />

Implementasi dan<br />

kegiatan <strong>sosial</strong><br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 27


28 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


BAB III<br />

KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL<br />

DAN BERORIENTASI IPM<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 29


3.1. Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />

Lemahnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> adalah akar pesoalan yang menggoyahkan kemandirian. Penyebabnya adalah<br />

pengambilan keputusan terpengaruh kepentingan, tidak adil, tidak transparan, dan tidak memihak<br />

kepada si miskin. Pengelola tidak dipilih dengan benar, hanya menjadi perpanjangan tangan pihakpihak<br />

yang menanamkan kepentingan. Akibatnya keputusan yang dibuat mengutamakan kepentingan<br />

pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga kerap diabaikan oleh masyarakat. Dampaknya lembaga<br />

mengalami krisis kepercayaan, yang membuatnya tidak sempat mengembangkan pemimpin<br />

berintegritas. Lambat laun lembaga semacam ini semakin sulit mengakar karena tidak diakui<br />

(legitimate). Untuk membenahinya harus diupayakan langkah-langkah :<br />

a. <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> social (keikhlasan, kerelaan, kepercayaan, dan gotong-royong) di lokasilokasi<br />

yang telah memiliki jaringan kerjasama yang kuat dan<br />

b. membangun kembali <strong>modal</strong> social yang mulai memudar di sejumlah lokasi<br />

c. Penanaman dan penumbuhan <strong>modal</strong> social kepada masyarakat dilakukan melalui proses<br />

pemberdayaan.<br />

Ketiga proses tersebut pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan social. Di dalamnya terdapat<br />

upaya <strong>penguatan</strong> kelembagaan melalui peningkatan rasa saling percaya, kerelaan, keikhlasan,<br />

keadilan dan kejujuran pada seluruh tahapan yang dikenal dengan tahapan siklus, mulai Pemetaan<br />

swadaya, Pemilihan anggota BKM, penyusunan PJM Pronangkis hingga pembentukan KSM.<br />

Pemberdayaan bertujuan mewujudkan perubahan social dari kondisi negative menuju positif.<br />

Tonggaknya pada terbentuknya BKM. Harapannya, masyarakat kembali memiliki pemimpin<br />

berintegritas dalam BKM sebagai :<br />

1. wadah perjuangan kaum miskin untuk hidup mandiri, berkualitas, memperluas jaringan,<br />

memperbanyak mitra dan mendorong penanggulangan kemiskinan berkelanjutan<br />

2. lembaga yang lebih menekankan perhatian untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat.<br />

3. lembaga yang dalam setiap proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepemimpinan<br />

yang berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor)<br />

4. lembaga kepemimpinan kolektif yang menggerakkan perwujudan tata kelola pemerintahan<br />

yang baik (good governance)<br />

3.2. Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />

Tujuan Kegiatan Sosial terintegrasi dengan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana yang<br />

ditetapkan dalam Pedoman Umum mengenai sifat dan rambu-rambu pengalokasian Bantuan<br />

langsung Masyarakat untuk kegiatan <strong>sosial</strong>, yaitu :<br />

1. Meningkatkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat miskin<br />

2. Menguatkan solidaritas <strong>sosial</strong> masyarakat.<br />

3. meningkatkan angka harapan hidup masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan,<br />

sumberdaya dan kesempatan pendidikan.<br />

4. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan<br />

kemiskinan.<br />

3.3. Output Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />

1. Masyarakat mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar dengan baik, baik dari Pemda maupun<br />

pihak lain (dunia usaha dan Perguruan Tinggi). Dengan demikian masyarakat terpenuhi<br />

kebutuhan dasarnya dan mendapatkan manfaat dari peningkatan kondisi lingkungan serta tata<br />

kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).<br />

2. Terjadinya keberlanjutan. Kegiatan Sosial menunjang fasilitasi pelayanan-pelayanan SKPD agar<br />

tepat sampai pada kelompok sasaran. Artinya dengan terfasilitasinya pelayanan SKPD kepada<br />

masyarakat miskin akan menunjang alih kelola kegiatan <strong>sosial</strong>, keberlanjutan program dan<br />

memperpanjang harapan hidup masyarakat miskin.<br />

3. Meningkatnya Modal Sosial. Dalam banyak aspek, kegiatan <strong>sosial</strong> yang dijalankan oleh KSM-KSM<br />

Sosial yang telah mengakar akan memperkuat sambung rasa, kepedulian dan kerjasama antar<br />

30 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


warga menghadapi persoalan kemiskinan. Kepedulian dapat diwujudkan melalui keswadayaan. Di<br />

sisi lain, kegiatan <strong>sosial</strong> memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk lebih menjangkau<br />

masyarakat sasaran, terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan.<br />

4. Terselesaikannya persoalan-persoalan kemasyarakatan oleh masyarakat sendiri dengan kearifan<br />

lokal yang dimiliki. Potensi untuk menyelesaikan persoalan tersesbut akan memicu tumbuhnya<br />

kemandirian.<br />

3.4. Strategi Pelaksanaan<br />

a. Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri<br />

Kegiatan Sosial dalam arti luas adalah seluruh proses pemberdayaan dalam mewujudkan perubahan<br />

social sesuai konteks PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses tersebut masyarakat yang tidak berdaya<br />

diintervensi dengan 8 aktivitas utama untuk membangkitkan <strong>modal</strong> social. Seluruh kegiatan PNPM<br />

Mandiri Perkotaan berbasis <strong>modal</strong> social, namun kegiatan social akan sangat strategis dan<br />

menemukan momentumnya pada saat intervensi mulai beranjak dari masyarakat berdaya menuju<br />

masyarakat mandiri. Intervensi <strong>P2KP</strong> untuk mampu mewujudkan transformasi <strong>sosial</strong> dari Masyarakat<br />

Berdaya menuju Masyarakat Mandiri melalui 2 hal, yaitu : pertama, Pembelajaran kemitraan antar<br />

stakeholders strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upayaupaya<br />

penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/ kabupaten, dan kelompok<br />

peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan.<br />

Kemitraan sinergis pada dasarnya bermakna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara<br />

masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan<br />

bersama, kepentingan yang sama, dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan bersama.<br />

Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis dimaksud, maka perlu dilakukan upaya<br />

<strong>penguatan</strong> peran pemerintah dan KPKD tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan,<br />

sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-D kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun<br />

strategi penanggulangan kemiskinan (SPK-D) dan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis<br />

kota/kabupaten) di masing-masing wilayah.<br />

Kedua, Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan<br />

jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka<br />

dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses<br />

penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapan Tridaya<br />

di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain: LSM, Perguruan Tinggi<br />

setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis,<br />

dll.<br />

b. Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani<br />

Intervensi <strong>P2KP</strong> untuk mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat<br />

madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi<br />

dan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya masyarakat madani, serta melalui intervensi<br />

komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood<br />

Development), yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip<br />

pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang<br />

tertata, sehat, produktif dan lestari. Gambaran mengenai strategi pelaksanaan PNPM Mandiri<br />

Perkotaan dapat dilihat pada Gambar 10.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 31


Gambar 10<br />

Strategi Dasar Pelaksanaan <strong>P2KP</strong><br />

Tidak<br />

berdaya<br />

(masyarakat<br />

miskin)<br />

Masyarakat<br />

Berdaya<br />

Masyarakat<br />

Mandiri<br />

Menuju<br />

mayarakat<br />

Madani<br />

Perubahan<br />

sikap/perilaku<br />

masyarakat<br />

Kelembagaan<br />

masyarakat yg<br />

mengakar dan<br />

representatif<br />

Penyusunan<br />

program<br />

partisipatif oleh<br />

masyarakat<br />

Aplikasi<br />

Pronangkis<br />

pro-poor dan<br />

kontrol warga<br />

Pembelajaran<br />

sinergi dengan<br />

Pemda melalui<br />

kemitraan<br />

Pembelajaran<br />

optimalisasi<br />

sumberdaya<br />

eksternal<br />

(Bank, Depsos<br />

Kimpraswil, dll)<br />

Pembelajaran<br />

pembangunan<br />

lingkungan<br />

permukiman<br />

kelurahan terpadu<br />

secara mandiri<br />

Internalisasi<br />

prinsip dan<br />

nilai luhur<br />

universal<br />

Penyiapan<br />

masyarakat<br />

oleh Faskel<br />

Penguatan<br />

Lembaga<br />

masyarakat<br />

BKM<br />

Pembelajaran<br />

Penerapan<br />

konsep TRIDAYA<br />

PJM<br />

Pronangkis<br />

Penguatan<br />

akuntabilitas<br />

masyarakat<br />

BLM<br />

Tridaya<br />

Kemitraan<br />

Pemda &<br />

masyarakat<br />

PAKET<br />

Penguatan<br />

jaringan dan<br />

chanelling<br />

program<br />

Pembelajaran<br />

neigborhood<br />

development<br />

berbasis good<br />

governance<br />

Channeling<br />

program<br />

Neighborhood<br />

development<br />

Kegiatan <strong>sosial</strong> dalam arti luas adalah <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang diintervensi melalui<br />

pemberdayaan. Sedangkan kegiatan <strong>sosial</strong> dalam arti sempit adalah jenis-jenis kegiatan yang<br />

digunakan oleh masyarakat sebagai wahana ekspresi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> mereka. Oleh sebab itu untuk<br />

mempercepat peningkatan kesejahteraan maka kegiatan <strong>sosial</strong> dijalankan dengan bertumpu pada<br />

kekuatan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Area-area kunci untuk mencapai kesejahteraan <strong>sosial</strong> tersebut didukung oleh<br />

PNPM Mandiri Perkotaan melalui penerapan 5 aspek strategis untuk memudahkan pengendalian.<br />

Pelaksanaan kelima aspek strategis tersebut memprioritaskan kegiatan <strong>sosial</strong> agar:<br />

1. Relevan dengan target IPM-MDGs<br />

Kegiatan Sosial yang relevan dengan target IPM-MDGs akan mendapatkan prioritas<br />

penanganan. Sebab menghubungkannya dengan IPM-MDGs akan menjadikan kegiatan social<br />

menjadi mudah untuk diukur pencapaiannya. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang<br />

terkait dengan peningkatan daya beli, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan<br />

peningkatan SDM.<br />

2. Menguatkan <strong>modal</strong> social<br />

Apabila <strong>modal</strong> social yang tumbuh bersama kearifan local dijadikan tumpuan, maka mesti<br />

dipastikan bahwa semua KSM Sosial terbentuk dari jaringan social yang telah lama berperan<br />

(exist) di masyarakat. KSM Sosial yang tidak dibentuk dari bawah (bottom up) akan sulit<br />

mempertahankan solidaritas social yang selama ini terbangun. Oleh karena itu fasilitator<br />

social dan ascot social berkewajiban untuk memastikan bahwa KSM Sosial bukan kepanitiaan<br />

baru tetapi dibentuk dari jaringan relawan yang telah lama mengakar melayani berbagai<br />

kegiatan seperti pelatihan, <strong>penguatan</strong> kapasitas, pendidikan, kesehatan maupun lingkungan.<br />

KSM-KSM Sosial yang telah mengakar selain beranggotakan para relawan yang telah<br />

berpengalaman juga memiliki jaringan <strong>sosial</strong> yang telah mapan (establish) dan spesialis pada<br />

bidangnya seperti relawan posyandu, BKKBN, Kader PKK, kelompok tani, kelompok nelayan,<br />

pegiat lingkungan, PAUD, radio komunitas, relawan kemitraan yang telah terbiasa<br />

memfasilitasi program-program SKPD. Dengan memanfaatkan relawan-relawan yang telah<br />

32 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


aktif dan berjaringan, maka KSM Sosial yang dibentuk akan makin merekatkan solidaritas<br />

<strong>sosial</strong> dan menguatkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> sebagai <strong>modal</strong> penting untuk bekerjasama.<br />

3. Menunjang Kegiatan Ekonomi<br />

Kegiatan Sosial yang terkait dengan bidang ekonomi memungkinkan berdaya jangkau lebih<br />

luas untuk meningkatkan kapasitas SDM menjadi lebih produktif dalam menjalankan kegiatan<br />

ekonomi produktif dan terhindar dari kerugian. Input yang dibutuhkan terkait peningkatan<br />

kemampuan melakukan kegiatan usaha kecil ekonomi produktif antara lain adalah :<br />

a. Pengetahuan dan wawasan dalam mengelola usaha<br />

b. Ketrampilan/skill yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan menjaga kualitas<br />

produk<br />

c. Kemampuan membaca prospek usaha<br />

Singkat kata kegiatan social yang dimasukkan dalam daftar PJM Pronangkis adalah kegiatan<br />

yang menunjang peningkatan pendapatan melalui usaha yang selama ini telah ditekuni oleh<br />

masyarakat. Jadi bukan usaha yang sama sekali baru dan tidak terkait dengan mata<br />

pencaharian masyarakat. Bentuk kegiatan peningkatan kemampuan di atas adalah pelatihan,<br />

coaching dan on the job training.<br />

Oleh sebab itu segala bentuk pelatihan kewirausahaan maupun pelatihan-pelatihan<br />

ketrampilan yang ditujukan untuk menguatkan skill masyarakat dalam meningkatkan<br />

produktivitas dan pendapatan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan KSM-KSM ekonomi<br />

produktif sebagai konsekuensi bahwa kegiatan social berfungsi sebagai pengantar menuju<br />

intensifikasi maupun diversifikasi usaha. Artinya, kegiatan social yang berhenti di tengah jalan<br />

atau paska pelatihan selesai tanpa follow up, dipastikan tertolak.<br />

4. Berkelanjutan<br />

Dimuka sempat disinggung bahwa Kegiatan social berhubungan dengan sector-sektor yang<br />

menjadi tanggung jawab SKPD, sehingga amat relevan dengan Program Penanggulangan<br />

Kemiskinan cluster I, yaitu Program Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga dan Cluster IV<br />

Program serba murah untuk masyarakat. Program Perlindungan Sosial berbasis keluarga<br />

antara lain Program Keluarga Harapan, Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, dan<br />

Beasiswa Siswa Miskin. Sedangkan Program serba Murah Untuk Masyarakat adalah Air Untuk<br />

Rakyat, Rumah Murah, Peningkatan Taraf Hidup Nelayan, Perbaikan Hidup Masyarakat<br />

Urban. Dalam jangka panjang, kegiatan <strong>sosial</strong> tidak hanya harus bermanfaat bagi warga<br />

miskin melainkan juga mesti meningkatkan kesejahteraan dan berkesinambungan.<br />

Artinya semakin banyak penanggung jawab kegiatan akan semakin baik. Semakin banyak<br />

sector-sektor pemerintahan terlibat, baik SKPD-SKPD Pemda maupun Pemerintah pusat akan<br />

menjadikan program berjangka panjang. Kegiatan social yang ditempelkan atau<br />

disinkronisasikan dengan program-program daerah (program-program SKPD) atau program<br />

daerah yang dilimpahkan dari pusat seperti program-program perlindungan social di cluster I<br />

dan IV. akan membuatnya berkesinambungan. Kegiatan social yang dikerjasamakan dengan<br />

pihak swasta dalam alokasi program CSR mereka juga akan lebih terpelihara dengan baik<br />

masa depannya. Namun dari segala jenis kemitraan tersebut kekuatan terbesar untuk<br />

membuat kegiatan berkelanjutan adalah keswadayaan, <strong>modal</strong> social dan jaringan social. Oleh<br />

sebab itu mulai saat ini kita harus mulai intensif mengidentifikasi prospek, baik kemungkinan<br />

penyertaan swadaya maupun kemitraan strategisnya.<br />

5. Memberikan Perlindungan Sosial<br />

Kegiatan Sosial mestinya memberikan jaminan perlindungan <strong>sosial</strong> kepada keluarga miskin,<br />

mendukung program-program jaminan kesehatan, pendidikan dan hari tua. Esensi kegiatan<br />

<strong>sosial</strong> adalah pemenuhan ketiga kebutuhan dasar tersebut. Mengandalkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>,<br />

kerjasama untuk memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan hari tua akan lebih<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 33


erkelanjutan. Perlindungan social juga dapat diberikan kepada masyarakat yang mengalami<br />

dampak bencana.<br />

6. Mereview PJM Pronangkis<br />

Untuk membenahi kembali kegiatan <strong>sosial</strong> agar sesuai dengan kelima aspek di atas maka<br />

diperlukan reorientasi dan revitalisasi kegiatan <strong>sosial</strong> sebagai entitas penting dalam<br />

penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh sebab itu tidak menutup<br />

kemungkinan untuk mereview kembali PJM Pronangkis hingga pada substansi kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />

Jika perlu dapat direvisi kembali.<br />

3.5. Sasaran Kegiatan<br />

Sasaran Kegiatan tentu saja adalah KK Miskin yang telah teridentifikasi dalam data PS 2 hasil<br />

Pemetaan Swadaya. Data-data PS 2 tersebut harus dipastikan telah diupdate secara periodic minimal<br />

setahun sekali. Data PS 2 yang telah diperoleh harus dipetakan, baik secara geografis, mata<br />

pencaharian maupun tingkat kemiskinannya. Sehingga akan diperoleh kategori KK miskin yang<br />

berhak mendapatkan intervensi pelayanan/kegiatan social dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Tiga<br />

kelompok warga PS 2 tersebut antara lain :<br />

a. Usia Sekolah, yaitu anak-anak KK Miskin (keluarga PS2), usia sekolah yang tidak memiliki<br />

kecukupan dana untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak. Kategori<br />

anak-anak miskin usia sekolah adalah anak-anak miskin yang tidak memiliki kemampuan<br />

mengakses pendidikan dan kesehatan karena ketidakcukupan biaya dari orang tua mereka.<br />

Rentang usia disesuaikan dengan Balita dan Program Wajib Belajar 9 Tahun.<br />

b. Usia Produktif, KK Miskin yang masih berusia produktif tetapi tidak memiliki pendapatan<br />

tetap, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan penguasaan aset. Di kelompok<br />

ini berisikan kelompok umur usia bekerja, tetapi belum mempunyai kemampuan untuk<br />

menekuni suatu pekerjaan atau belum mempunyai pekerjaan tetap.<br />

c. KK miskin Tidak Produktif, KK Miskin tidak produktif yaitu Jiwa miskin yang telah<br />

melewati usia produktif seperti tidak memiliki pendapatan tetap/tidak memiliki sumber<br />

pendapatan, tidak memiliki akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua<br />

Gambar 11<br />

Klasifikasi Warga PS-2<br />

PS 2<br />

Usia<br />

Sekolah<br />

• Balita dan Usia sekolah<br />

sesuai program wajib<br />

belajar<br />

•Tidak memiliki<br />

kecukupan dana untuk<br />

mengakses pendidikan<br />

dan kesehatan<br />

Usia<br />

Produktif<br />

•Tidak memiliki<br />

pekerjaan<br />

•pekerjaan tidak tetap<br />

•Tidak berpendidikan<br />

•Tidak memiliki<br />

ketrampilan<br />

•Tidak memiliki akses<br />

perawatan kesehatan<br />

Usia<br />

Tidak<br />

Produktif<br />

•telah melewati masa<br />

produktif<br />

•pendapatan tidak tetap<br />

•ketergantungan tinggi<br />

•Tidak memiliki akses<br />

kesehatan<br />

•Tidak memiliki jaminan<br />

hari tua<br />

34 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Untuk menjamin ketepatan sasaran kegiatan kepada keluarga/individu miskin yang ada dalam daftar<br />

PS-2 maka dapat dikembangkan penggunaan register warga miskin. Jadi masing-masing jiwa<br />

miskin (PS-2) mempunyai nomor register tersendiri dan harus jelas nama (by name) dan alamatnya<br />

(by address)-nya. Register ini digunakan semenjak usulan kegiatan/proposal, rapat BAPPUK BKM,<br />

sampai pada kunjungan lapang untuk menentukan kelayakan usulan. Dengan menggunakan nomor<br />

register warga miskin maka akan mempermudah untuk mengetahui apakah penerima manfaat<br />

kegiatan adalah warga miskin PS-2.<br />

Sasaran dari Kegiatan secara umum adalah keluarga/jiwa miskin yang ada dalam daftar PS-2, namun<br />

untuk Kegiatan tertentu harus ditentukan kriteria yang lebih khusus, hal ini dimaksudkan menghindari<br />

bias orientasi dan sasaran Kegiatan. Perlu untuk terus menjaga suasana batin warga miskin agar<br />

selalu harmoni, kondusif sehingga dalam memfasilitasi keluarga/jiwa miskin tersebut lebih strategis<br />

dan sesuai derajat keberdayaannya. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan<br />

KSM/panitia:<br />

1. PJM pronangkis sudah diperbaiki: ada register jiwa miskin, ada katagori mendekati miskin -<br />

miskin - sangat miskin dan miskin produktif - miskin non produktif.<br />

2. Peserta/penerima manfaat semuanya ada dalam register PS-2 PJM Pronangkis.<br />

3. Untuk keperluan mendukung system register tersebut di atas dapat dibuatkan kartu identitas<br />

penerima manfaat tersendiri untuk mengidentifikasi kelompok sasaran agar mendapatkan<br />

intervensi yang tepat, misalnya beasiswa/bantuan pendidikan untuk warga PS-2 usia sekolah<br />

dan mendukung kartu sehat terdistribusi dengan benar melalu database PS-2<br />

Dengan mengklasifikasikan warga PS-2 akan mempermudah pemilihan intervensi yang cocok<br />

terhadap mereka, khususnya melalui Kegiatan. Dalam PJM Pronangkis sudah harus terlihat berapa<br />

jumlah warga miskin, tinggal dimana dan siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat untuk<br />

setiap kegiatan. Dengan demikian, BKM terhindar dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak berkaitan<br />

dengan penanggulangan kemiskinan, tidak jelas pemanfaatnya, instan dan kurang berkelanjutan.<br />

3.6. Komponen dan Fasilitasi Kegiatan<br />

Sebagaimana kegiatan yang lain, komponen Kegiatan berproses dari tahap Perencanaan,<br />

Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam<br />

merencanakan, melaksanakan dan memonitor harus memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan<br />

ketepatan sasaran bagi warga miskin. Kebutuhan dan ketepatan sasaran dimuat dalam PJM<br />

Pronangkis yang akan selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya,<br />

Kegiatan disesuaikan dengan tiga target utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). yaitu :<br />

1. Peningkatan Angka Harapan Hidup melalui pelayanan Kesehatan.<br />

2. Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelayanan Pendidikan<br />

3. Peningkatan Daya Beli, yang didahului dengan peningkatan pendapatan sesuai mata<br />

pencaharian<br />

Ketiga komponen tersebut adalah criteria hidup sejahtera menurut Indeks Pembangunan Manusia<br />

sebagaimana ditentukan oleh UNDP. Untuk mewujudkannya diperlukan aneka jenis kegiatan, antara<br />

lain :<br />

1. Membantu penyelenggaraan pelayanan bidang kesehatan yang difasilitasi oleh BKM<br />

bekerjasama dengan Pemda. KSM Sosial yang memfasilitasi kegiatan tersebut diprioritaskan<br />

para volunteer yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan dan memahami benar PJM<br />

Pronangkis. Sehingga kegiatan KSM akan memiliki kekuatan visi untuk meningkatkan<br />

kesehatan warga miskin setempat seperti; pengobatan gratis, imunisasi, perawatan ibu<br />

hamil, penambahan gizi dan penimbangan balita, perawatan kesehatan orang tua (jompo),<br />

dsb<br />

2. Pembangunan prasarana kesehatan dan fasilitasi pelayanan kesehatan untuk<br />

menyambungkan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program Pemda yang<br />

terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan seperti Posyandu, Pos<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 35


Kesehatan Desa/Kelurahan, Puskesmas, pelayanan jamkesmas, pemanfaatan obat generic,<br />

vaksinasi, penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit menular (malaria, demam berdarah,<br />

HIV), antisipasi pandemi maupun endemi, fogging, dst<br />

3. Pembangunan prasarana lingkungan yang menunjang peningkatan kesehatan masyarakat<br />

dan pencegahan penyakit adalah bagian dari kegiatan untuk mengantisipasi permasalahan<br />

social. Tidak jarang permasalahan lingkungan tersebut ditimbulkan oleh permasalahan<br />

lingkungan seperti penumpukan sampah atau pencemaran lingkungan (udara, air, tanah dan<br />

tanaman). Bahkan jika sudah mencapai skala tertentu, upaya pencegahan dilakukan dengan<br />

membangun instalasi, mulai dari yang murah hingga yang mahal seperti instalasi air bersih,<br />

sanitasi, pengolah limbah (water treatment), pengolah sampah (incinerator), hingga<br />

pembangkit listrik untuk kesehatan (dan pendidikan).<br />

4. Pembangunan prasarana pendidikan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda<br />

antara lain pemberian bantuan beasiswa berkelanjutan, bantuan seragam sekolah,<br />

pembangunan sarana dan prasarana sekolah (PAUD, TK, SD, dan SMP), pembangunan<br />

perpustakaan sekolah, penyediaan prasarana sekolah, penyediaan buku-buku sekolah,<br />

pengendalian dan pengawasan pemanfaatan Biaya Operasional Sekolah (BOS), pemanfaatan<br />

beasiswa, biaya dsb<br />

5. Mendorong agar warga miskin (PS-2) dapat mengakses kegiatan kredit mikro (ekonomi<br />

bergulir) setelah dberikan <strong>penguatan</strong> kapasitas melalui pelatihan-pelatihan, baik pelatihan<br />

kewirausahaan, ekonomi rumah tangga maupun pelatihan ketrampilan. Pelatihan-pelatihan<br />

dilaksanakan secara berkelanjutan, agar setelah pelatihan dapat membentuk KSM untuk<br />

mengakses BLM (diprioritaskan), meski tidak menutup kemungkinan untuk dilepas ke pasar<br />

kerja. Dukungan kepada KSM ekonomi produktif juga diberikan dalam rangka mengakses<br />

kemitraan, termasuk dalam hal legalitas/license usaha sector informal.<br />

6. Santunan (dapat berupa cash transfer) untuk memenuhi kebutuhan pokok, berupa makanan,<br />

pakaian dan perumahan untuk mengurangi beban hidup generasi mendatang sesuai kondisi<br />

yang dialami dan kemendesakan persoalan. Pemenuhan kebutuhan pokok biasanya diberikan<br />

kepada KK Miskin yang tidak dapat memenuhinya, baik akibat bencana maupun pada saat<br />

normal. Pemda telah memiliki alokasi bantuan social dalam APBD. Fasilitasi untuk warga<br />

miskin tidak hanya dalam desa/kelurahan, namun bias diperluas hingga keluar batas-batas<br />

kelurahan jika memungkinkan untuk meminimalisir kelompok sasaran yang tidak tercover<br />

seperti anak jalanan atau tunawisma. Pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama untuk<br />

kegiatan ini selain Pemda adalah Dunia Usaha (CSR).<br />

36 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 37


38 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


LAMPIRAN ‐ LAMPIRAN<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 39


Lampiran 1<br />

a. Perkembangan Kemandirian BKM dan KPI<br />

Pertumbuhan kemandirian BKM mulai tahun 2010-2012 rendah, hanya sekitar 7 % saja. Sehingga<br />

diperkirakan bahwa pada tahun 2014 jumlah BKM/LKM yang mencapai kategori mandiri tidak<br />

tercapai, hanya sekitar 62% saja. Padahal para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan bertekad melalui<br />

Resolusi Lembang agar pada tahun 2014 untuk memandirikan 100 % BKM/LKM. Belum lagi jika<br />

diidentifikasi persoalan dalam masing-masing aspek yang memperlihatkan pola yang sama antara<br />

tahun 2012 dengan tahun 2011.<br />

Gambar 1<br />

Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2010-2011<br />

60%<br />

50%<br />

40%<br />

44%<br />

53%<br />

52%<br />

57%<br />

43%<br />

51%<br />

48%<br />

58%<br />

41%<br />

47%<br />

46%<br />

53%<br />

30%<br />

20%<br />

10%<br />

0%<br />

STATUTA<br />

KEPEMIM<br />

PINAN<br />

SISTEM<br />

MANAJEMEN<br />

KEUANGAN SDM HUB,<br />

EKSTERNAL<br />

RATA‐2010<br />

RATA‐2011<br />

Sumber : Data KMP Status Mei 2012<br />

Gambar 2<br />

Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2011-2012<br />

(Range nilai : 0-25 %= awal, 26-50%=berdaya, 51-75%=mandiri, 76-100%= Menuju Madani)<br />

Sumber : Data KMP Status April 2013<br />

40 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Tabel 1<br />

Capaian Key Performance Indikator (KPI) Nasional (SIM Maret 2013)<br />

INDIKATOR Nilai kel<br />

tercapai<br />

Kel tdk<br />

tercapai<br />

% kel<br />

(data)<br />

Min 40% kehadiran warga miskin 44 8.206 2.719 100<br />

Min 40% kehadiran perempuan 43 8.082 2.843 100<br />

Min 30% pndk dewasa dalam Pemilu LKM<br />

tk basis<br />

31 8.355 2.570 100<br />

Min 90% BKM terbentuk 99 10.852 73 100<br />

Min 90% PJM tersusun 98 10.674 251 100<br />

Tridaya selesai di 80% kel 77 8.134 2.791 100<br />

Min 30% anggt KSM peremp 37 7.035 3.890 100<br />

b. Perkembangan IPM<br />

Data perkembangan kegiatan Sosial saja mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan yang<br />

relevan dengan IPM antara bulan desember 2012 hingga Maret 2013. Sepanjang 3 bulan, komponen<br />

kegiatan yang berkorelasi langsung dengan IPM dan MDGs mengalami kenaikan 5 %.<br />

Kenaikan kegiatan IPM-MDGs sangat diharapkan, meskipun masih diikuti dengan peningkatan<br />

kategori lain-lain. Berikut ini perbandingan komposisi antar komponen IPM dalam kegiatan <strong>sosial</strong><br />

secara nasional pada periode itu.<br />

Tabel 2<br />

Perbandingan Kegiatan Sosial sesuai IPM<br />

Desember 2012 - Maret 2013<br />

No<br />

Periode Status<br />

Jumlah<br />

Kegiatan<br />

Sosial<br />

Santunan<br />

Peningkatan<br />

SDM<br />

Jenis Kegiatan<br />

Pendidikan kesehatan Lain-lain<br />

1. 28 Des 2012 50,363 3,182 18,414 4,853 12,225 11,142<br />

2. 8 Maret 2013 52,796 3,293 19,667 5,219 12,758 11,321<br />

3. Kenaikan 2433 111 1253 366 533 179<br />

4. Prosentase 5% 3% 7% 8% 4% 2%<br />

Prosentase peningkatan terbesar terdapat pada Pendidikan (366 kegiatan, 8%) dan diikuti oleh<br />

Peningkatan SDM (1253 kegiatan, 7%). Sedangkan terrendah adalah kegiatan lain-lain (179 kegiatan,<br />

2%). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan lain-lain mulai kurang diminati, meskipun mengalami<br />

pertumbuhan juga sekitar 2 % (dibawah santunan 3 %). Potret tersebut menunjukkan bahwa<br />

pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh KSM-KSM Sosial masih<br />

menjadi primadona karena menambah income dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat<br />

miskin.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 41


Sayangnya bidang pendidikan selalu menduduki posisi bawah (10 %) setelah lain-lain (22 %).<br />

Kemungkinan urusan pendidikan sudah dihandle oleh sector (kementrian) pendidikan, sehingga PNPM<br />

Perkotaan hanya berkontribusi 10 % saja untuk menunjangnya.<br />

Untuk melihat kontribusi KSM-KSM secara lebih luas lagi terhadap IPM, maka dapat ditengok dari BLM<br />

yang disalurkan kepada masyarakat. Namun cara ini tidak dapat memotret jenis-jenis kegiatan yang<br />

dikerjasamakan dengan berbagai pihak, baik dengan SKPD maupun Dunia Usaha. Kelemahan lainnya<br />

adalah, kegiatan yang tidak berkorelasi langsung dengan IPM juga tidak tergambar dengan baik<br />

seperti sanitasi dan MCK (yang seharusnya dapat dikaitkan dengan kesehatan/peningkatan angka<br />

harapan hidup). Namun demikian tetap layak untuk dipertimbangkan.<br />

Dilihat dari dana BLM yang direalisasikan selama 5 tahun terakhir (2007-2015, dari alokasi pagu<br />

manapun), kontribusi PNPM Perkotaan terhadap IPM hanya Rp 718 M (10,66 %). Padahal total BLM<br />

yang direalisasikan adalah 5,4 Triliun. Artinya hampir 90 % kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan benarbenar<br />

“pure” pada aspek infrastruktur. Terdapat dua kemungkinan mengenai hal ini. Pertama,<br />

semua kegiatan yang terhubung langsung dengan IPM telah dihandle sector-sektor<br />

pendidikan, kesehatan maupun peningkatan income masyarakat. Kedua, semua kegiatan<br />

yang tidak terkait langsung dengan IPM ditunjang oleh kegiatan infrastruktur. Artinya<br />

sedikit banyak kegiatan infrastruktur turut memberikan sumbangan terhadap peningkatan IPM<br />

meskipun tidak seluruh jenis kegiatan infrastruktur terkait IPM.<br />

Data-data SIM yang diambil untuk memotret IPM berasal dari dari komponen infrastruktur, ekonomi<br />

produktif dan Sosial. Ketiga komponen tersebut di dalam SIM PNPM Mandiri Perkotaan terbagi ke<br />

dalam beberapa bagian sebagai berikut :<br />

42 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Tabel 3<br />

Klasifikasi Sumber data IPM<br />

No Aspek Sub komponen Komponen<br />

Kegiatan Sosial<br />

1 Angka Harapan Hidup Pemberian Makanan Sosial<br />

Tambahan Balita<br />

Pemberian Makanan<br />

Tambahan Ibu<br />

Pemberian Makanan<br />

Tambahan Lansia<br />

Pemberian Gizi<br />

Imunisasi<br />

Fogging<br />

Penyediaan alat-alat<br />

kesehatan<br />

Pembangunan<br />

Infrastruktur<br />

Posyandu/Poskesdes<br />

2 Pendidikan Beasiswa Sosial<br />

Pengadaan alat-alat<br />

pendidikan (APE PAUD)<br />

Revitalisasi PAUD<br />

Pengadaan prasarana<br />

sekolah (TK/PAUD/SD)<br />

Peralatan Sekolah<br />

pembangunan prasarana Infrastruktur<br />

sekolah; PAUD dan TK<br />

3 Peningkatan Daya Beli Pelatihan-pelatihan Sosial<br />

peningkatan kapasitas<br />

Semua jenis ternak<br />

bergulir<br />

Semua jenis kegiatan<br />

Perguliran<br />

Ekonomi<br />

Gambar 4<br />

Potret Nasional BLM Nasional terhadap<br />

IPM 2007-2012<br />

Angka Harapan<br />

Hidup<br />

19%<br />

Peningkatan<br />

Daya Beli<br />

75%<br />

Pendidikan<br />

6%<br />

Khusus untuk peningkatan daya beli, PNPM Perkotaan melakukan intervensi melalui kegiatan kredit<br />

mikro yang dikelola KSM. Kegiatan perguliran dana ini memberikan kontribusi paling besar dalam<br />

IPM, yaitu sebesar 7,99 %. Tiga besar Propinsi yang menguatkan daya beli masyarakat melalui<br />

pengelolaan dana bergulir oleh KSM ekonomi produktif adalah Kalimantan Timur (19.53%), Sulawesi<br />

selatan (18,56%) dan Nusa Tenggara timur (17,17%). Hal ini tidak mengherankan karena<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 43


pengendalian kegiatan yang diarusutamakan (mainstreaming) dalam PNPM Mandiri Perkotaan selama<br />

ini ekonomi produktif dan infrastruktur.<br />

c. Capaian Kemitraan BKM secara Nasional dalam PNPM Perkotaan<br />

Dalam Kegiatan PNPM MP sebenarnya telah dibuka peluang untuk menjalankan kegiatan social<br />

dengan pelibatan mitra strategis, baik Pemda maupun Dunia Usaha. Secara Nasional, sejumlah BKM<br />

berdaya telah mampu mewujudkan hal tersebut sebelum guidance dan wacana kegiatan social yang<br />

mengedepankan kemitraan dibuat. Sejauh ini 314 BKM di 3 Propinsi (Jawa Timur, Kalimantan<br />

Selatan dan Kalimantan Timur) telah mampu merealisasikan 569 jenis kegiatan kemitraan<br />

dengan berbagai pihak untuk menunjang terlaksananya pembangunan infrastruktur dan kegiatan<br />

pelayanan pendidikan, kesehatan, santunan serta peningkatan SDM di desa/kelurahannya masingmasing.<br />

Gambar 5<br />

Jumlah Kegiatan Kemitraan dengan BKM<br />

secara Nasional<br />

Infrastruktur<br />

46%<br />

Peningkatan<br />

SDM<br />

48%<br />

Santunan Sosial<br />

1%<br />

Lain<br />

Beasiswa -lain<br />

0% 2%<br />

Kesehatan<br />

3%<br />

Kemitraan yang paling diminati adalah untuk peningkatan kapasitas SDM, menjangkau 48 % jenis<br />

kegiatan. Disusul kemudian dengan pembangunan infrastruktur yang mencapai 46 %.<br />

Kecenderungan ini menunjukkan bahwa mayoritas BKM memandang bahwa kapasitas manusia hanya<br />

dapat ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Gambar di atas<br />

menjelaskan potret tersebut. Sementara itu layanan kesehatan penduduk seperti pengobatan gratis,<br />

pelayanan kesehatan murah, maupun penambahan gizi balita dan Ibu hamil menduduki peringkat<br />

ketiga dengan capaian 3 %.<br />

Potret pemanfaat KK miskin masih didominasi oleh pemanfaat kegiatan infrastruktur. Hal ini mungkin<br />

berkenaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan renovasi atau<br />

pembangunan fasilitas-fasilitas umum baru. Sedangkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM<br />

diminati oleh lebih sedikit pemanfaat KK miskin karena meliputi aktivitas yang lebih specific<br />

menyangkut mata pencaharian masing-masing KK miskin. Peningkatan kapasitas SDM biasanya<br />

berbentuk pelatihan-pelatihan ketrampilan, ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan. Jenis<br />

peningkatan kapasitas semacam ini berkorelasi langsung dengan pemenuhan kebutuhan KK miskin<br />

usia produktif untuk meningkatkan income keluarga.<br />

Namun demikian pemanfaat KK miskin untuk pembangunan infrastruktur desa/kelurahan lebih<br />

banyak (50 %) ketimbang peningkatan kapasitas SDM (41%), meskipun peningkatan kapasitas SDM<br />

memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak. Sedangkan pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh 5%<br />

dari total 16283 KK miskin. Selebihnya tidak begitu terlihat pemanfaat KK miskinnya, kecuali lain-lain<br />

sebesar 3 %.<br />

44 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Gambar 6<br />

KK Miskin Pemanfaat<br />

Kegiatan Kemitraan BKM<br />

Santunan Sosial<br />

1%<br />

Infrastruktur<br />

50%<br />

Peningkatan<br />

SDM<br />

41%<br />

Beasiswa<br />

0%<br />

Lain - lain<br />

3%<br />

Pelayanan<br />

Kesehatan<br />

5%<br />

Dilihat dari sisi pendanaan, Kegiatan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga diluar<br />

dana APBN menghabiskan alokasi pembiayaan paling besar, yaitu sebesar 83 %. Angka 83 %<br />

tersebut merupakan capaian amat besar dari realisasi pendanaan sebesar Rp 15.9 miliar. Dapat<br />

disimpulkan bahwa jumlah dana kemitraan sebesar itu hanya dimanfaatkan 16 % saja bagi kegiatan<br />

peningkatan SDM. Selebihnya kegiatan peningkatan layanan kesehatan sebesar Rp 1 % saja.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 45


Lampiran 2<br />

Penguatan Kelembagaan Masyarakat Melalui Review AD<br />

I. Latar Belakang<br />

Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, Upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai<br />

pengentasan warga miskin menjadi lebih sejahtera, bukan hanya soal pemanfaatan dana BLM untuk<br />

penanggulangan kemiskinan tetapi juga dilihat sebagai upaya sistemik untuk menyelesaikan<br />

persoalan kemiskinan secara komprehensif, antara lain dengan membangun kelembagaan<br />

masyarakat agar dapat melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.<br />

Membangun kelembagaan masyarakat adalah salah satu elemen penting. Upaya pengembangan<br />

kelembagaan masyarakat pada hakekatnya merupakan pengembangan norma dan perilaku<br />

positif yang disepakati secara kolektif untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembangunan<br />

(Agung Pramono, 2011:113). Sekalipun memang inisiasi kelembagaan tersebut dilakukan oleh<br />

proyek, tetapi dalam proses perkembangannya, diserahkan kepada masyarakat apakah disepakati<br />

sebagai bagian dari kelembagaan masyarakat tersebut atau tidak.<br />

Walaupun bukan merupakan satu-satunya elemen pengembangan kelembagaan, maka AD & ART<br />

dalam hal ini dianggap merupakan kristalisasi dari proses pelembagaan norma dan nilai atau<br />

pengembangan kelembagaan masyarakat tersebut. Anggaran Dasar suatu BKM/LKM bukan hanya<br />

sekedar menjadi landasan organisasi BKM/LKM semata-mata, tapi juga lebih luas lagi menjadi<br />

landasan bagi terlaksananya upaya penanggulangan kemiskinan sesuai dengan prinsip-prinsip dan<br />

metode pelaksanaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan.<br />

Salah satu elemen penting dalam konteks ini adalah peningkatan kapasitas sistem yang diantaranya<br />

melalui review AD, agar secara organisasi memiliki kapasitas untuk memimpin warganya dalam<br />

penanggulangan kemiskinan dengan tetap berbasis pada nilai-nilai luhur tetapi juga kapasitas untuk<br />

bersinergi dengan pihak lain dengan tujuan yang sama.<br />

II. Hal-hal yang harus diperhatikan<br />

AD suatu organisasi pada prinsipnya memuat aturan-aturan dasar yang menjadi landasan<br />

kerja/kegiatan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Selain menggambarkan visi dan misi<br />

dibangunnya organisasi juga memuat bagaimana organisasi tersebut dalam menjalankan visi dan<br />

misinya. AD dan ART juga berfungsi untuk menggambarkan mekanisme kerja suatu organisasi,<br />

dimana:<br />

1. Anggaran Dasar berfungsi juga sebagai DASAR pengambilan sumber peraturan/hukum dalam<br />

konteks tertentu dalam organisasi<br />

2. Anggaran Rumah Tangga berfungsi menerangkan hal-hal yang belum spesifik pada AD atau yang<br />

tidak diterangkan dalam AD, Karena AD hanya mengemukakan pokok-pokok mekanisme<br />

organisasi saja. ART adalah perincian pelaksanaan AD Ketentuan pada ART relatif lebih mudah<br />

dirubah daripada ketentuan pada AD.<br />

Hal-hal yang tercantum dalam setiap AD/ART suatu organisasi tergantung dari perhatian organisasi<br />

tersebut kepada suatu hal. Ada suatu hal yang dalam suatu organisasi dimasukkan dalam AD atau<br />

ART-nya karena dianggap penting, tetapi diorganisasi lain bisa jadi hal tersebut tidak dimasukkan<br />

dalam AD atau ART organisasi tersebut karena dianggap tidak penting.<br />

Sebagaimana diketahui Perjalanan BKM/LKM juga seiring dengan perjalanan dan Program PNPM<br />

Mandiri Perkotaan yang tadinya bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan.<br />

Perkembangan program ini pun mewarnai sepak terjang BKM/LKM bukan saja di dalam melaksanakan<br />

program tapi juga dalam upaya penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Di hampir<br />

46 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


semua tempat keberadaan BKM/LKM telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam<br />

penanggulangan kemiskinan.<br />

Akan tetapi disamping perkembangan positif tersebut, tuntutan akan peningkatan kapasitas BKM/LKM<br />

baik secara sistem, organisasi maupun individu menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,<br />

misalnya dari organisasi yang tadinya hanya sekedar memanfaatkan BLM untuk penanggulangan<br />

kemiskinan menjadi organisasi yang siap bermitra secara strategis dalam penanggulangan kemiskinan<br />

di wilayah masing-masing.<br />

Dalam konteks pengembangan kelembagaan masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan, maka setidaknya<br />

ada 5 (lima) elemen yang telah dilakukan:<br />

1. Elemen Organisasi masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan<br />

2. Elemen siklus pembangunan partisipatif sebagai media pembelajaran masyarakat dalam<br />

penanggulangan kemiskinan.<br />

3. Elemen penggalangan kegiatan kemitraan sebagai upaya untuk memperluas akses bagi<br />

masyarakat miskin<br />

4. Elemen unsur Relawan sebagai mitra BKM/LKM dalam upaya penanggulangan kemiskinan<br />

5. Elemen KBIK sebagai media proses pelembagaan nilai-nilai dan juga pranata yang sudah<br />

dikembangkan dalam program ini terutama kepada unsur pemangku kepentingan<br />

penangggulangan kemiskinan di tingkat desa/kelurahan.<br />

Selain daripada itu dalam PNPM Mandiri Perkotaan, seluruh upaya penanggulangan kemiskinan harus<br />

dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :<br />

a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada<br />

peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.<br />

b. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan<br />

kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.<br />

c. Partisipasi. masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan<br />

pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan.<br />

d. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan<br />

partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.<br />

e. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan<br />

dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.<br />

f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam<br />

perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan<br />

pembangunan.<br />

g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dan<br />

mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.<br />

h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala<br />

informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan<br />

secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, <strong>teknis</strong>, legal, maupun administratif.<br />

i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk<br />

pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang<br />

terbatas.<br />

j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong<br />

untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan<br />

kemiskinan.<br />

k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan<br />

peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap<br />

menjaga kelestarian lingkungan.<br />

l. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus<br />

sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola oleh masyarakat.<br />

Oleh karena itu, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKM/LKM, diharapkan mampu<br />

mengakomodir seluruh prinsip-prinsip tersebut serta dapat menggambarkan dan mengatur elemen<br />

pengembangan kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun berikut kegiatan-kegiatan serta<br />

personil di dalamnya.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 47


III. Kisi-Kisi Anggaran Dasar<br />

NO Bagian Uraian<br />

1 Mukadimah Di dalam uraian mukodimah dijelaskan tentang latar<br />

belakang terbentuknya organisasi (misalnya diinisiasi<br />

melalui PNPM Perkotaan). Penting juga disampaikan<br />

konteks penanggulangan kemiskinan dalam PNPM Mandiri<br />

Perkotaan, mulai dari akar persoalan kemiskinan dan<br />

cara pandang program ini dalam menyelesaikan<br />

persoalan kemiskinan, antara lain soal prinsip-prinsip<br />

dan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan.<br />

2 Nama, Tujuan, tempat<br />

kedudukan, Tanggal Pendirian<br />

dan kepemilikan<br />

3 Visi, Misi, Prinsip dan Nilai<br />

(masukan: diatas tujuan, boleh<br />

sesuai visi dan misi<br />

desa/kelurahan - masuk OMW)<br />

4 Kepemimpinan, Keanggotaan,<br />

Kepemilikan dan Legalitas<br />

BKM/LKM<br />

1. Nama: LKM adalah nama generik, Nama LKM dapat<br />

disepakati sesuai keinginan warga<br />

2. Tujuan: Tujuan organisasi harus disebutkan jelas<br />

(misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan<br />

masyarakat miskin)<br />

3. Tempat kedudukan: Jelas di desa/kelurahan<br />

bersangkutan<br />

4. Tanggal Pendirian: kapan (tanggal,bulan, Tahun)<br />

didirikan harus disebutkan dengan jelas<br />

5. Kepemilikan: Sebagai sebuah OMW (Organisasi<br />

Masyarakat Warga, maka pada hakekatnya BKM/LKM<br />

dimiliki oleh seluruh masyarakat, mengingat proses<br />

pembentukannya pun melibatkan seluruh elemen<br />

masyarakat yang ada.<br />

Bagian ini jelas terkait dengan penanggulangan<br />

kemiskinan, dan sesuai dengan visi misi BKM/LKM dalam<br />

PJM Pronangkis, sedangkan prinsip dan nilai mengacu<br />

kepada prinsip dan nilai dalam PNPM Mandiri Perkotaan:<br />

Tentang nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip <strong>sosial</strong><br />

kemasyarakatan dan juga keberlanjutan melalui tridaya<br />

(refer pedoman PNPM Mandiri Perkotaan)<br />

LKM adalah organisasi nirlaba, artinya tidak berorientasi<br />

profit<br />

Kepemimpinan LKM berbentuk pimpinan Kolektif yang<br />

terdiri dari 9-13 orang anggota (tergantung keputusan<br />

masyarakat). Pimpinan Kolektif LKM dikoordinir oleh<br />

seorang Koordinator yang kedudukannya setara dengan<br />

anggota LKM yang lain. Pimpinan kolektif dipilih<br />

masyarakat berdasarkan kriteria nilai.<br />

Anggota BKM/LKM adalah seluruh warga masyarakat di<br />

desa/kelurahan tersebut, sehingga dengan demikian<br />

LKM adalah milik masyarakat setempat. LKM dicatatkan<br />

ke notaris untuk mendapatkan pengakuan dan<br />

pembuktian atas adanya organisasi LKM tersebut.<br />

Proses pencatatan LKM dilakukan oleh pimpinan kolektif<br />

LKM atas mandat anggota LKM/masyarakat secara<br />

keseluruhan<br />

5 Kedudukan Harus ditegaskan disini, kedudukan LKM yang<br />

independen, diluar institusi manapun<br />

Merupakan mitra aparat pemerintahan baik tingkat<br />

desa/kelurahan, juga dengan kelembagaan masyarakat<br />

yang lain<br />

6 Organisasi, Tupoksi, Fungsi dan<br />

Peran<br />

BKM/LKM terdiri dari unsur Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />

yang merupakan board of trustee atau dewan amanah<br />

48 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


NO Bagian Uraian<br />

yang juga merupakan representasi nilai masyarakat,<br />

yang peran utamanya adalah menjadi steering<br />

(pengarah dan pengendali) upaya penangulangan<br />

kemiskinan dan fungsi utamanya adalah merumuskan<br />

kebijakan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya<br />

dan juga melakukan kontrol.<br />

Untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari Pimpinan<br />

Kolektif BKM/LKM dibantu oleh Sekretariat BKM/LKM<br />

yang bertanggung jawab secara <strong>teknis</strong> operasional<br />

sehari-hari, mengelola pengaduan masyarakat dan juga<br />

mengelola keuangan diluar kegiatan pinjaman bergulir.<br />

Selain daripada itu Pimpinan Kolektif BKM/LKM juga<br />

dibantu oleh Unit-unit dibawahnya yang terdiri dari UPK<br />

BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola Keuangan<br />

dan kegiatan pinjaman dana bergulir, UPL BKM/LKM<br />

yang tugas utamanya mengelola kegiatan<br />

lingkungan/infrastruktur dan UPS BKM/LKM yang tugas<br />

utamanya mengelola kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />

Pengawas UPK BKM/LKM yang tugas utamanya<br />

membantu BKM/LKM dalam mengawasi kegiatan<br />

pinjaman dana bergulir.<br />

Untuk melaksanakan tugas BKM/LKM, Pimpinan Kolektif<br />

BKM/LKM dapat membentuk unit operasional lain sesuai<br />

kebutuhan.<br />

7 Pimpinan Kolektif BKM/LKM,<br />

Koordinator Pimpinan Kolektif<br />

BKM/LKM, Anggota Pimpinan<br />

Kolektif BKM/LKM<br />

8 Keuangan: Perolehan dan<br />

Pengeluaran<br />

Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM berjumlah 9-13<br />

orang<br />

Dipilih berdasarkan kriteria nilai<br />

Dipilih melalui proses pemilu demokratis yang akan<br />

dibahas rinci di ART<br />

Dipilih untuk masa bakti 3 tahun<br />

Keanggotaan pimpinan kolektif BKM/LKM dapat hilang,<br />

bilamana meninggal dunia, melakukan penyimpangan,<br />

pindah tempat tinggal, mengundurkan diri,dll<br />

Bilamana terjadi pergantian antar waktu, akan dipilih<br />

berdasarkan ranking pemilu tingkat desa/kel dan<br />

disahkan melalui Rembuk Warga tertinggi.<br />

Koordinator Pimpinan Kolektif (PK) BKM/LKM Fungsinya<br />

mengkoordinir seluruh anggota PK BKM/LKM dalam<br />

setiap pengambilan kebijakan/keputusan<br />

Koordinator PK BKM/LKM dapat dilakukan bergantian<br />

dan periodik sesuai kesepakatan yang tertuang dalam<br />

ART<br />

Koordinator PK BKM/LKM dapat bertindak atas nama<br />

BKM/LKM, berdasarkan hasil kesepakatan pimpinan<br />

kolektif BKM/LKM, untuk berhubungan dengan pihak lain<br />

untuk mencapai tujuan BKM/LKM<br />

Anggota PK BKM/LKM memiliki kedudukan yang setara<br />

dalam hal memutuskan sebuah kebijakan/pengambilan<br />

keputusan<br />

Dalam hal Koordinator PK BKM/LKM berhalangan setiap<br />

anggota PK BKM/LKM berhak mewakili<br />

Setiap anggota PK BKM/LKM berhak memilih dan dipilih<br />

menjadi Koordinator PK BKM/LKM<br />

Ada Sumber dan penggunaan dana, bisa darimanapun<br />

apakah APBN, APBD, swasta, swadaya, hasil perguliran<br />

UPK BKM/LKM, dll masuk melalui rekening BKM/LKM<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 49


NO Bagian Uraian<br />

(dan akan diatur melalui ART)<br />

SEtiap dana yang diterima dimana pemberi dana<br />

mempunyai persyaratan tertentu atas penggunaan dana<br />

tersebut maka dana akan digunakan secara khusus<br />

sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama<br />

pemberi dana dengan tetap mempertimbangkan tujuan<br />

BKM/LKM<br />

Dana BKM/LKM sebesar-besarnya digunakan untuk<br />

aktifitas penanggulangan kemiskinan Berbasis Tridaya<br />

(Lingkungan, Sosial dan Ekonomi)<br />

Penerima manfaat dari kegiatan tersebut adalah<br />

KK miskin hasil pemetaan Swadaya yang<br />

terdaftar dalam Data PS-2<br />

Pengelolaan keuangan dikelola oleh Sekretariat<br />

BKM/LKM sedangkan khusus untuk kegiatan Pinjaman<br />

Dana Bergulir dikelola oleh UPK BKM/LKM<br />

Untuk penggunaan dana yang tidak termuat dalam<br />

rencana anggaran harus disetujui oleh suara mayoritas<br />

dalam kuorum Musyawarah PK BKM/LKM (diatur dalam<br />

ART)<br />

Penggunaan Laba UPK BKM/LKM akan dialokasikan<br />

untuk pemupukan <strong>modal</strong> UPK, Biaya operasional UPK<br />

dan cadangan resiko pinjaman (Akan diatur lebih detil<br />

dalam ART).<br />

Mekanisme Penerimaan, Pengeluaran dan pemanfaatan<br />

dana akan diatur secara lebih detil dalam ART.<br />

9 Kegiatan Kegiatan utama BKM/LKM adalah upaya<br />

penanggulangan kemiskinan, dengan siklus<br />

pembangunan partisipatif tahunan dan 3 tahunan<br />

Dalam siklus tahunan kegiatan utamanya adalah<br />

Tinjauan Partisipatif, RWT dan juga implementasi<br />

kegiatan berbasis Tridaya<br />

Sedangkan siklus 3 tahunan terdiri dari RK, PS, Pemilu<br />

BKM/LKM, PJM Pronangkis, Pengembangan KSM, RWT<br />

Dalam implementasi kegiatan orientasinya adalah<br />

peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin<br />

(IPM & MDG's) dan juga tridaya (Ekonomi, lingkungan<br />

dan <strong>sosial</strong>)<br />

10 Musyawarah/Rembug Warga<br />

Pengambilan Keputusan<br />

Ada beberapa jenjang pengambilan keputusan<br />

Ada Musyawarah pengambilan keputusan tertinggi, yang<br />

merupakan utusan warga hasil pemilu tingkat<br />

basis/komunitas<br />

terkecil<br />

(RT/RW/Dukuh/Dusun/Kampung/Banjar,dll)<br />

Musyawarah tertinggi memiliki kewenangan mengganti<br />

anggota BKM/LKM, merubah AD & ART, Menyusun PJM<br />

Pronangkis, dll, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+<br />

1 utusan warga hasil pemilu tingkat basis sebelumnya.<br />

Ada Musyawarah Pimpinan Kolektif BKM/LKM;<br />

Merupakan musyawarah anggota pimpinan kolektif<br />

BKM/LKM, terutama untuk merumuskan kebijakan<br />

penanggulangan di wilayahnya, Musyawarah pimpinan<br />

kolektif di atur dalam ART. Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />

juga dapat merumuskan Surat Keputusan sebagai<br />

aturan pendukung yang tertuang dalam AD maupun<br />

ART, untuk mengatur <strong>teknis</strong> operasional pelaksanaan<br />

seluruh kegiatan. Dalam hal membuat Surat Keputusan<br />

ini, tidak boleh bertentangan dengan AD dan ART yang<br />

50 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


NO Bagian Uraian<br />

sudah disusun, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+<br />

1 Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM.<br />

Ada Musyawarah akhir tahun, dilakukan dalam rangka<br />

evaluasi penanggulangan kemiskinan dan<br />

pertanggungjawaban Pimpinan Kolektif BKM/LKM,<br />

merumuskan Rencana tahunan, <strong>teknis</strong> musyawarah<br />

akhir tahun diatur dalam ART. Quorum tercapai bila<br />

diikuti oleh 50%+ 1 utusan warga hasil pemilu tingkat<br />

basis sebelumnya Ada Musyawarah luar biasa, bilamana<br />

terjadi penyimpangan atas prinsip-prinsip pelaksanaan<br />

penanggulangan kemiskinan, Musyawarah luar biasa<br />

bisa dilakukan atas usulan 50%+ 1 utusan warga hasil<br />

Pemilu BKM/LKM sebelumnya.<br />

Musyawarah tersebut dapat dihadiri oleh tamu<br />

undangan yang merupakan unsur-unsur kelompok di<br />

masyarakat (Kepala Desa/Lurah,RT,RW, Tokoh<br />

masyarakat, PKK, Karang Taruna, Tokoh agama, dll)<br />

11 Relawan dan KBK Relawan merupakan mitra kerja Pimpinan Kolektif<br />

BKM/LKM dalam nangkis, dasarnya adalah keikhlasan<br />

dan juga kerelawanan. Siapapun berhak mengajukan<br />

diri menjadi relawan. Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />

memfasilitasi pengembangan relawan dan juga relawan<br />

sektoral sesuai minatnya.<br />

KBK (Komunitas Belajar Kelurahan) adalah wadah<br />

belajar masyarakat dan pelembagaan proses<br />

penanggulangan kemiskinan, seluruh pemangku<br />

kepentingan dalam nangkis berhak hadir. Terutama<br />

membahas tema-tema penanggulangan kemiskinan di<br />

masyarakat. Pimpinan Kolektif BKM/LKM memfasilitasi<br />

Pengembangan KBK<br />

12 Mekanisme Pemilu BKM/LKM Mekanisme Pemilu BKM/LKM antara lain mengatur<br />

langkah-langkah pemilu BKM/LKM:<br />

o Pembentukan Panitia Pemilu yang terdiri dari Panitia<br />

Pemilu, Pengawas dan Perumus AD & ART, tugas<br />

Panitia diatur dalam ART<br />

o Pemilu tingkat basis, harus mengundang seluruh<br />

Penduduk dewasa, dan minimum diikuti oleh 30%<br />

penduduk dewasa di wilayah tersebut.<br />

o Pemilu tingkat basis menghasilkan utusan warga<br />

yang berhak hadir dalam Pemilu tingkat<br />

desa/kelurahan untuk memilih pimpinan kolektif<br />

BKM/LKM. Jumlah utusan warga diatur dalam ART<br />

o Akan halnya pemilu BKM/LKM tingkat basis tidak<br />

mencapai kehadiran 30% penduduk dewasa, maka<br />

pemilu harus di ulang, mekanisme pemilu ulang<br />

diatur dalam ART<br />

o Pemilu tingkat desa/kelurahan diikuti oleh seluruh<br />

utusan warga tingkat basis yang diikuti minimal 2%<br />

dari penduduk dewasa di desa/kelurahan tersebut.<br />

Pemilu BKM/LKM dilaksanakan sekurang-kurangnya 3<br />

tahun sekali sesuai masa bakti BKM/LKM atau bilamana<br />

terjadi musyawarah luar biasa yang diatur dalam AD<br />

13 Pelaksanaan transparansi dan<br />

akuntabilitas<br />

Upaya Nangkis oleh BKM/LKM harus menjamin<br />

transparansi akuntabilitas, ada beberapa instrumen terkait<br />

dengan hal ini, yaitu:<br />

Seluruh hasil kegiatan Penanggulangan kemiskinan<br />

harus dipublikasikan kepada masyarakat<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 51


NO Bagian Uraian<br />

Audit tahunan, audit tahunan BKM/LKM dilakukan oleh<br />

auditor independen, keputusan pemilihan tim audit<br />

diambil dalam Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM<br />

Tinjauan partisipatif yang di dalamnya ada review<br />

keuangan<br />

Mekanisme Pengelolaan keuangan diatur dalam ART dan<br />

juga Petunjuk khusus yang disepakati oleh Musyawarah<br />

pimpinan kolektif BKM/LKM<br />

Termasuk di dalamnya mekanisme pertanggungjawaban<br />

KSM yang melaksanakan kegiatan nangkis<br />

Laporan keuangan dan kegiatan setidak-tidaknya akan<br />

disampaikan ke aparat pemerintah setempat dan<br />

dipublikasikan ke masyarakat.<br />

13 Perubahan Anggaran Dasar dan<br />

ART<br />

Anggaran dasar dan ART hanya dapat dirubah melalui<br />

Musyawarah tertinggi BKM/LKM<br />

14 Sanksi Apabila ditemukan indikasi penyimpangan dan<br />

penyalahgunaan oleh Pimpinan Kolektif BKM/LKM, UP-<br />

UP, KSM atau masyarakat yang tidak memenuhi kaidah<br />

transparansi dan akuntabilitas, maka dapat dikenakan<br />

sanksi.<br />

Jika penyimpangan terjadi di lingkungan UP-UP, KSM,<br />

atau masyarakat, maka bentuk sanksi yang diberikan<br />

ditetapkan melalui Musyawarah pimpinan kolektif<br />

BKM/LKM.<br />

Jika penyimpangan terjadi di lingkungan Pimpinan<br />

Kolektif BKM/LKM, maka bentuk sanksi yang diberikan<br />

ditetapkan melalui Musyawarah tertinggi BKM/LKM<br />

Ketentuan dan bentuk sanksi akan diatur dalam ART<br />

15 Pembubaran Pembubaran/penutupan Lembaga Keswadayaan<br />

Masyarakat, dapat dilakukan jika Pimpinan Kolektif<br />

BKM/LKM sebagai dewan amanah warga sudah tidak<br />

mampu lagi menjalankan tugas dan fungsinya.<br />

Jika Lembaga Keswadayaan Masyarakat ditutup, maka<br />

kekayaan yang dimiliki yang berasal dari dana BLM<br />

harus diserahkan kepada lembaga yang telah ditunjuk<br />

BKM/LKM melalui Musyawarah tertinggi yang visi dan<br />

misinya sejalan dengan visi misi penanggulangan<br />

kemiskinan BKM/LKM. Dalam hal tidak ada lembaga<br />

yang dimaksud, sebelumnya BKM/LKM daat<br />

memfasiltiasi pembentukan Lembaga berbadan hukum<br />

untuk kepentingan nangkis.<br />

Keputusan pembubaran harus dihadiri oleh sekurangkurangnya<br />

50%+1 dari 2% penduduk dewasa.<br />

16 ART Anggaran Rumah Tangga Lembaga Keswadayaan<br />

Masyarakat serta peraturan khusus yang memuat<br />

peraturan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dalam<br />

Anggaran Dasar ini, disusun oleh BKM/LKM melalui<br />

Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM dengan tidak<br />

bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.<br />

Melalui mekanisme Musyawarah pimpinan kolektif<br />

BKM/LKM dapat mengeluarkan Surat Keputusan yang<br />

isinya tidak boleh bertentangan dengan Anggaran<br />

Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta keputusan lain<br />

dari Musyawarah tertinggi<br />

Anggara Rumah Tangga sebaiknya memuat seluruh<br />

52 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


NO Bagian Uraian<br />

aturan main pelaksanaan kegiatan dengan<br />

mempertimbangkan seluruh pedoman pelaksanaan,<br />

<strong>petunjuk</strong> <strong>teknis</strong>, POB dll. yang telah dikeluarkan oleh<br />

PNPM Mandiri Perkotaan.<br />

17 Penutup Demikian Anggaran Dasar Lembaga Keswadayaan<br />

Masyarakat ini ditetapkan dan ditandatangani oleh yang<br />

diberi kuasa oleh Musyawarah tertinggi<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 53


Lampiran 3<br />

Sistem Arsip dan Database Organisasi BKM/LKM<br />

A. Pendahuluan<br />

Setiap pekerjaan dan kegiatan kantor, baik pemerintah maupun swasta, bahkan organisasi <strong>sosial</strong><br />

sekalipun memerlukan penyimpanan, pencatatan serta pengolahan surat, baik ke dalam maupun<br />

keluar dengan sistem tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini disebut dengan<br />

istilah Administrasi Kearsipan. Kearsipan sebagai salah satu kegiatan perkantoran merupakan hal<br />

yang sangat penting dan tidak mudah. Arsip yang dimiliki oleh organisasi harus dikelola dengan baik<br />

sebab keunggulan pada bidang kearsipan akan sangat membantu tugas pimpinan serta membantu<br />

mekanisme kerja dari seluruh karyawan instansi yang bersangkutan dalam pencapaian tujuan secara<br />

lebih efisien dan efektif. Informasi yang diperlukan melalui arsip dapat menghindari salah<br />

komunikasi, mencegah adanya duplikasi pekerjaan dan membantu mencapai efisiensi kerja.<br />

Apa sajakah yang perlu dilakukan agar komunitas mampu mengelola informasi? Bagaimana cara<br />

melakukannya? Dari mana memulainya? Banyak pihak memilih untuk memulai dengan melakukan<br />

pembenahan dokumentasi organisasi. Memang benar adanya, dokumentasi merupakan kelemahan<br />

umum dari banyak organisasi komunitas. Tak jarang kita menjumpai dokumentasi BKM/LKM yang<br />

jauh dari rapi. Beberapa upaya dilakukan dengan mendidik beberapa relawan atau pengurus<br />

BKM/LKM untuk melakukan pencatatan (melengkapi lembar isian, menomori surat keluar/masuk,<br />

mengarsipkan, dst). Namun, upaya ini sering tak memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun<br />

pelatihan sudah diberikan, dokumen tetap tercerai‐berai tak beraturan. Banyak BKM/LKMtetap tidak<br />

sanggup memproduksi bahkan dokumen organisasi yang paling sederhana, seperti ringkasan<br />

pertemuan/rapat. Pekerjaan dokumentasi akhirnya terhenti sama sekali, setelah petugas<br />

penanggungjawabnya kehilangan minat untuk melanjutkan tugasnya. Mengapa kehilangan minat?<br />

Karena petugas tersebut kemudian mengamati bahwa seluruh hasil pekerjaannya hanya akan<br />

berakhir di rak penyimpanan dokumen. Tak seorang pun berminat memanfaatkan hasil<br />

pekerjaannya.<br />

Pengelolaan arsip dan database organisasi sangat penting dalam kaitannya dengan perkembangan<br />

organisasi, pengambilan keputusan dan terlbih terhadap rekaman proses pembelajaran untuk<br />

menjadi lebih baik. BKM/LKMadalah motor penggerak penanggulangan kemiskinan, jadi di<br />

BKM/LKMlah tumpuan dokumentasi proses pembelajaran tersebut, harus mampu mengelola data<br />

dan informasi yang ada untuk kepentingan proses pengembangan komunitas dan pembelajaran<br />

dalam jangka panjang.<br />

B. Pengertian Pengelolaan arsip dan database<br />

Banyak teori tentang arsip, tapi itu tidak penting, yang lebih penting adalah apa manfaatnya untuk<br />

kepentingan organisasi. Salah satu teori yang penting tentang Arsip ini apa yang disebut Lembaga<br />

Administrasi Negara (LAN) dalam (Wursanto, 1991:47)<br />

"Arsip sebagai segala kertas, buku, foto, film, rekaman suara, gambar peta,<br />

bagan atau dokumen-dokumen lain dalam segala macam bentuk dan sifatnya,<br />

asli atau salinannya, serta dengan segala penciptaannya, dan yang dihasilkan<br />

atau diterima oleh suatu organisasi/badan, sebagai bukti atas tujuan,<br />

organisasi, fungsi-fungsi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan,<br />

prosedur-prosedur, pekerjaan-pekerjaan, atau kegiatan pemerintah yang lain,<br />

atau karena pentingnya informasi yang terkandung didalamnya"<br />

54 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


Dalam konteks ini maka yang dimaksud dengan arsip BKM/LKMadalah segala kertas, buku, modul,<br />

pedoman, SOP, berita acara dan dokumen lain dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, yang<br />

dihasilkan BKM/LKM selama proses pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.<br />

Sedangkan Pengelolaan database, kurang lebih adalah pengelolaan data‐data penting yang berguna<br />

yang dapat dikembangkan menjadi informasi untuk pengembangan kebijakan, keputusan, dan<br />

juga evaluasi upaya penanggulangan kemiskinan.<br />

Secara teori pengertian arsip dan database ini berbeda, akan tetapi dalam prakteknya ini merupakan<br />

satu kesatuan kegiatan, sehingga sebut saja ini adalah Pengelolaan Arsip dan Database BKM/LKM.<br />

C. Maksud dan Tujuan<br />

Maksud pengelolaan arsip dan database ini tentu dalam rangka menunjang kegiatan organisasi<br />

BKM/LKM terutama untuk pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayah agar berlangsung<br />

secara efektif dan effisien. Sedangkan tujuannya antara lain:<br />

1. Seluruh rekaman data, alat bukti, proses, informasi tersusun dengan baik dan mempermudah<br />

siapapun untuk mengakses data dan informasi tersebut<br />

2. Agar data dan informasi yang ada tersebut dapat digunakan dalam perencanaan dan<br />

pengambilan keputusan dan terlebih untuk proses pembelajaran penanggulangan kemiskinan<br />

D. Mengurai Kegiatan BKM/LKM<br />

Penting disampaikan bahwa, pengelolaan arsip tidaklah berdiri sendiri, kedudukannya sangat terkait<br />

erat dengan dinamika organisasi yang ditunjukan dengan kegiatannya. Oleh karena itu terlebih<br />

dahulu penting di uraikan apa saja yang menjadi elemen‐elemen kegiatan BKM/LKM dalam<br />

penanggulangan kemiskinan. Secara sederhana akan disampaikan dengan hal‐hal berikut:<br />

1. Kegiatan siklus pembangunan partisipatif; Sebagaimana diketahui setiap tahun BKM/LKM dan<br />

jajarannya melaksanakan proses siklus pembangunan partisipatif, kegiatan ini bila di tahun ke 4,<br />

tentu prosesnya sangat lengkap mulai dari RK, PS, Pembentukan BKM/LKM, Penyusunan PJM<br />

Pronangkis sampai dengan pelaksanaan kegiatan, sedangkan di tahun ke 2 dan ketiga diwakili<br />

oleh 2 kegiatan besar yaitu review partisipatif dan Rembuk Warga Tahunan Masyarakat;<br />

2. Pengelolaan kegiatan tridaya; Sebagai implementasi dari siklus pembangunan partisipatif, maka<br />

dilakukannya kegiatn yang berbasis tridaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, mencakup didalamnya<br />

pembentukan KSM, proposal serta juga laporan pertanggjungjawaban kegiatannya.<br />

3. Pengelolaan kegiatan transparansi dan akuntabilitas; yang dimaksud dalam hal ini adalah<br />

pengelolaan kegiatan yang terkait untuk menjamin transparansid an akuntabilitas, antara lain<br />

kinerja UPK dan sekretariat, audit interal maupun eksternal, Monitoring dan evaluasi dl<br />

4. Pengambilan keputusan; Sebagai dasar pelaksanaan kegiatannya, BKM/LKM mendasarkan<br />

kegiatannya dengan keputusan yang ada, antara lain dengan AD & ART, surat keputusan<br />

pengangkatan UP‐UP, Surat keputusan pengelolaan tridaya, dll<br />

5. Kegiatan Pengembangan kapasitas; Hampir di setiap saat BKM/LKM dan jajarannya<br />

melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas, apakah mencakup pengembangan kapasitas<br />

bagi BKM/LKM sendiri, relawan dan juga UP‐UP bahkan KSM, kegiatan ini biasanya<br />

didukungdengan materi‐materi tertentu<br />

6. Pengelolaan surat‐menyurat; Kegiatan surat menyurat adalah kegiatan yang hampir pasti terjadi<br />

di semua organisasi, apalagi BKM/LKM, misalnya terkait dengan surat undangan pertemuan,<br />

pemberitahuan, permohonan, tanggapan, keputusan dll<br />

Kegiatan‐kegiatan tersebutlah yang nantinya kurang lebih akan didokumentasikan menjadi arsip dan<br />

database BKM/LKM.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 55


E. Kaitan peran dan tugas masing‐masing unsur terhadap pengelolaan arsip database<br />

Berdasarkan kegiatan tersebut, kegiatan pengelolaan arsip dan database, bisa saja diurai<br />

berdasarkan obyeknya, akan tetapi akan lebih mudah bilamana dikaitkan dengan peran atau tugas<br />

masing‐masing unsur dalam kegiatan serta arsip dan database apa yang harus dikelola oleh masingmasing<br />

unsur tersebut, secara umum disampaikan bahwa peran/tugas masing‐masing adalah seagai<br />

berikut:<br />

1. BKM/LKM; BKM/LKM bukan bertugas, mengingat memang dipilih berdasarkan kerelaan dan<br />

fungsi utramanya adalah menjaga norma dan nilai dalam penanggulangan kemiskinan, BKM/LKM<br />

Berperan terutama untuk pengambilan kebijakan dan juga keputusan umum penanggulangan<br />

kemiskinan serta mengelola kegiatan rutin tahunan masyarakat seperti siklus tahunan, dan juga<br />

pengelolaan kesekretrariatan BKM/LKM, untuk membantu BKM/LKM dalam hal ini ditunjuk<br />

sekretariat<br />

2. UP‐UP; tugas utamanya tentu adalah pengelolaan kegiatan tridaya, mengoperasionalisasikan<br />

kebijakan yang telah disusun oleh BKM/LKM<br />

Secara rinci peran/tugas masing‐masing akan disampaikan sebagai berikut:<br />

NO<br />

UNSUR<br />

1 BKM/LKM DAN<br />

SEKRETARIAT<br />

ARSIP<br />

1. Surat Menyurat:<br />

a. Surat Masuk<br />

b. Surat Keluar<br />

c. Surat Keputusan<br />

d. dll<br />

2. Pedoman/<strong>petunjuk</strong> <strong>teknis</strong> umum:<br />

Pedoman Pelaksanaan,<br />

pedoman siklus<br />

3. Modul pelatihan<br />

4. Media Sosialisasi<br />

5. AD & ART<br />

6. Struktur Organisasi<br />

7. Buku Keuangan Sekretariat<br />

2 UPK 1. Surat Menyurat:<br />

a. Surat Masuk<br />

b. Surat Keluar<br />

c. Surat Keputusan<br />

d. dll<br />

2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />

pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />

materi dan tanya jawab<br />

pemahaman pinjaman dan<br />

tanggung enteng)<br />

PENGELOLAAN<br />

DATABASE<br />

1. Data proses siklus: RK, PS, BKM/LKM, PJM,<br />

Review Partisipatif, RWT<br />

2. Data hasil PS<br />

3. Peta desa (skalatis & terlihat batas wilayah)<br />

4. Dokumen PJM Pronangkis<br />

5. Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM<br />

1. Buku Pinjaman Bergulir<br />

2. Perencanaan: Daftar prioritas KSM yang<br />

layak mendapat pinjaman bergulir<br />

3. Pelaksanaan:<br />

a. Formulir permohonan dan pengajuan<br />

pinjaman bergulir KSM dan anggotanya,<br />

BA KSM, Copy KTP<br />

b. Hasil pemeriksaan UPK terhadap calon<br />

peminjam dan usahanya analisa serta<br />

usulan kepada manajer UPK terhadap<br />

permohonan pinjaman KSM dan<br />

anggotanya<br />

c. Putusan Manajer UPK (setuju atau<br />

menolak) atas pengajuan permohonan<br />

pinjaman KSM dan anggotanya<br />

d. Berkas realisasi pinjaman kepada KSM<br />

dan anggotanya berupa Surat Perjanjian<br />

Pinjaman, Bukti Kas Keluar asli, Surat<br />

Kuasa<br />

e. Data besar pinjaman, jasa, jangka waktu,<br />

angsuran, anggota KSM miskin/tidak,<br />

Laki/Perempuan dalam Reg. Sisa<br />

Pinjaman.<br />

56 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


3 UPL 1. Surat Menyurat:<br />

a. Surat Masuk<br />

b. Surat Keluar<br />

c. Surat Keputusan<br />

d. dll<br />

2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />

pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />

materi dan tanya jawab<br />

pemahaman pinjaman dan<br />

tanggung enteng)<br />

4. Tahap Pemeliharaan:<br />

a. Data peminjam : KSM, anggota KSM,<br />

anggota perempuan, anggota miskin,<br />

yang memperoleh pinjaman, yang lunas,<br />

yang aktif, yang menunggak.<br />

b. Data pinjaman : yang direalisir, saldo<br />

pinjaman, yang dibayar kembali, yang<br />

dibayar maju<br />

c. Data tunggakan pinjaman : Besar<br />

tunggakan, Saldo pinjaman berdasarkan<br />

kolektibilitas<br />

d. Indikator kinerja pinjaman bergulir : LAR,<br />

PAR, CCr, ROI<br />

1. Peta permasalahan tematik lingkungan<br />

(listrik,jalan,saluran,air bersih,failitas <strong>sosial</strong>)<br />

2. Potensi SDM/SDA terkait lingkungan<br />

3. Peta lokasi kegiatan lingkungan yg telah<br />

dibangun oleh pihak-pihak pembangunan<br />

lain<br />

4. Peta tata guna tanah<br />

5. Peta kepemilikan tanah<br />

6. Peta investasi kegiatan infrastruktur<br />

7. Perencanaan:<br />

a. Nama KSM yang dianggap layak untuk<br />

ikut dalam kegiatan lingkungan<br />

b. Daftar harga satuan dari toko-toko<br />

bangunan & kota/kabupaten<br />

c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM<br />

yang akan mengerjakan kegiatan<br />

lingkungan<br />

d. Berita acara hasil verifikasi proposal<br />

kegiatan<br />

e. Nama KSM dan kegiatan sesuai<br />

proposal yang telah diverifikasi<br />

8. Pelaksanaan:<br />

a. Nama pemasok bahan dan alat, tenaga<br />

kerja<br />

b. Form SPPD-L<br />

c. RPD,LPD Dan BA pembayaran tiap KSM<br />

d. Daftar calon suplier bahan dan alat<br />

e. Data hasil opname pekerjaan di<br />

lapangan<br />

f. Form daftar uji dampak lingkungan<br />

g. Form laporan harian,<br />

mingguan,bulanan,LPJ & dokumentasi<br />

progress<br />

h. Daftar SPPDL yang di amandemen<br />

i. Progress KSM<br />

j. Data hasil opname pekerjaan di<br />

lapangan & data inventarisasi O&M yg<br />

terbentuk<br />

k. Form Pemeriksaan/sertifikasi, Form<br />

BAP2<br />

l. Data swadaya masyarakat dari tiap<br />

pekerjaan KSM<br />

m. LPJ KSM<br />

9. Pemeliharaan:<br />

a. Rencana kerja, anggaran dan<br />

penanggung jawab tim O&P di tiap<br />

kegiatan infrastruktur<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 57


4 UPS 1. Surat Menyurat:<br />

a. Surat Masuk<br />

b. Surat Keluar<br />

c. Surat Keputusan<br />

d. dll<br />

2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />

pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />

materi dan tanya jawab<br />

pemahaman pinjaman dan<br />

tanggung enteng)<br />

b. Form dan tata cara pemanfaatan dan<br />

Pemeliharaan kegiatan<br />

1. Peta permasalahan tematik <strong>sosial</strong><br />

(kesehatan, pendidikan,<br />

jompo,pengangguran,dll)<br />

2. Potensi SDM/SDA terkait Sosial<br />

3. Peta investasi kegiatan <strong>sosial</strong><br />

4. Perencanaan:<br />

a. Nama KSM yang dianggap layak untuk<br />

ikut dalam kegiatan lingkungan<br />

b. Daftar harga satuan dari toko-toko<br />

bangunan & kota/kabupaten<br />

c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM<br />

yang akan mengerjakan kegiatan<br />

lingkungan<br />

d. Berita acara hasil verifikasi proposal<br />

kegiatan<br />

e. Nama KSM dan kegiatan sesuai<br />

proposal yang telah diverifikasi<br />

5. Pelaksanaan:<br />

a. Daftar SPPDS yang di amandemen<br />

b. Progress KSM<br />

c. Data swadaya masyarakat dari tiap<br />

pekerjaan KSM<br />

d. LPJ KSM<br />

Arsip dan database tersebut tidak baku, bahkan mungkin bisa jauh lebih sederhana sesuai dengan<br />

kebutuhan lapangan masing‐masing.<br />

58 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


F. Lay Out Ruangan Sekretariat BKM/LKM<br />

Penting diilustrasikan, bagaimana kira‐kira sekretariat BKM/LKM yang mampu menggambarkan<br />

dinamika organisasi yang juga tertata rapih, tapi tentu sekali lagi ini disesuaikan dengan kondisi<br />

lapangan masing‐masing. Berikut salah satu contoh lay out ruangan sekretariat BKM/LKM yang<br />

relatif sudah cukup baik.<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 59


Lampiran 4<br />

TEKNIS DASAR LEGAL DRAFTING<br />

Disarikan dari Modul Penyusunan Perdes Partisipatif LSU BINA INSANI<br />

A. LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG‐UNDANGAN<br />

Dalam pembentukan suatu produk perundang‐undangan ada beberapa landasan yang harus<br />

diperhatikan yaitu:<br />

1. Landasan filosofis; Landasan filosofis dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan oleh<br />

pemerintah daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai‐nilai yang hakiki di tengah tengah<br />

masyarakat. Misalnya agama dan kepercayaan atau kearifan lokal setempat .<br />

2. Landasan sosiologis; Landasan filosofis merupakan pandangan hidup, kesadaran dan citacita<br />

moral yang luhur yang meliputi suasana kewajiban serta watak dari bangsa Indonesia. Landasan<br />

sosiologis adalah suatu tinjauan terhadap gejala‐gejala <strong>sosial</strong>, ekonomi dan politik yang<br />

berkembang dalam masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya naskah akademis (draft<br />

academic) tentang rancangan peraturan perundang‐undangan yang akan dibuat. Selain itu juga<br />

memuat analisa kecenderungan sosiologis‐futuristik tentang sejauh mana tingkah laku <strong>sosial</strong> itu<br />

sejalan dengan arah dan tujuan perkembangan hukum nasional. Landasan sosiologis<br />

menghendaki peraturan perundang‐undangan yang dibuat bisa mencerminkan kenyataan yang<br />

hidup dalam masyarakat. Suatu peraturan perundang‐undangan dapat dikatakan mempunyai<br />

landasan sosiologis apabila ketentuan‐ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan<br />

kesadaran hukum masyarakat.<br />

3. Landasan yuridis; Landasan yuridis dapat dibedakan menjadi dua macam<br />

a. Landasan yuridis yang beraspek formal, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum yang memberi<br />

kewenangan (bevoegdheid) kepada badan pembentuknya.<br />

b. Landasan yuridis yang beraspek material, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum tentang masalah<br />

atau persoalan apa yang harus diatur. Dengan kata lain dilihat dari segi isi (materi), yakni dasar<br />

hukum untuk mengaturnya.<br />

Landasan yuridis menghendaki agar peraturan perundang‐undangan yang dibuat menunjukkan:<br />

a. keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundangundangan, karena<br />

setiap peraturan perundang‐undangan harus dibuat oleh pejabat yang berwenang<br />

b. keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis dengan materi yang diatur;<br />

c. keharusan mengikuti tata cara tertentu; dan<br />

d. keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang lebih tinggi.<br />

B. Teknik Drafting Peraturan di tingkat Desa<br />

Pada umum Kerangka struktur Peraturan Desa terdiri dari:<br />

a. Penamaan/Judul;<br />

b. Pembukaan;<br />

c. Batang Tubuh;<br />

d. Penutup; dan<br />

e. Lampiran<br />

Agar Kerangka struktur Peraturan tersebut dapat tersusun maka metodenya adalah sebagai berikut:<br />

60 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


1. PERUMUSAN KERANGKA<br />

2. PERUMUSAN KONSIDERAN, KETENTUAN UMUM, BAB, BAGIAN, PARAGRAF<br />

3. PERUMUSAN PASAL dan Ayat<br />

4. PERUMUSAN PENJELASAN UMUM dan PASAL‐PASAL<br />

a. Penamaan / Judul<br />

Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai<br />

penamaan/judul.<br />

Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat<br />

keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang<br />

diatur.<br />

Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan<br />

mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.<br />

Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.<br />

CONTOH:<br />

b. Pembukaan<br />

Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :<br />

PERATURAN DESA CIMANGGIS<br />

NOMOR 13 TAHUN 2006<br />

TENTANG<br />

ANGGARAN PENDAPATAN DAN<br />

BELANJA DESA<br />

1. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";<br />

2. Jabatan pembentuk Peraturan Desa.<br />

3. Konsiderans;<br />

4. Dasar Hukum;<br />

5. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";<br />

6. Memutuskan; dan<br />

7. Menetapkan<br />

b.1 Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; merupakan kata yang harus<br />

ditulis dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan<br />

seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.<br />

Contoh:<br />

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG<br />

MAHA ESA<br />

Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis<br />

dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).<br />

Contoh:<br />

KEPALA DESA CIMANGGIS,<br />

b.2 Konsiderans; Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat<br />

mengenai pokok‐pokok pikiran yang menjadi latar belakang, alasan‐alasan serta landasan yuridis,<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 61


filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan<br />

Kepala Desa. Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap‐tiap pokok pikiran<br />

dirumuskan pengertian, dari tiap‐tiap pokok pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri<br />

dengan tanda titik koma (;).<br />

Contoh :<br />

Menimbang : a. …………………..;<br />

b. …………………..;<br />

c. .....……………….;<br />

b.3 Dasar Hukum<br />

1. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi<br />

pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundangundangan<br />

yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan<br />

Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.<br />

2. Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu :<br />

a. Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan<br />

Keputusan Kepala Desa; dan<br />

b. Landasan yuridis materi yang diatur.<br />

3. Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang‐undangan yang<br />

tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat. Catatan :<br />

Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar<br />

hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang‐undangan.<br />

4. Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundangundangan,<br />

atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka<br />

dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan<br />

perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan<br />

nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut.<br />

5. Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan<br />

Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau<br />

ada).<br />

6. Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang‐undangan, maka tiap dasar hukum diawali<br />

dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)<br />

Contoh penulisan<br />

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang<br />

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan<br />

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004<br />

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik<br />

Indonesia Nomor 4389);<br />

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang<br />

Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005<br />

Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik<br />

Indonesia Nomor 4546);<br />

3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... Tentang…..<br />

4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ...<br />

(Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan<br />

Lembaran Daerah Nomor ...)<br />

62 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


.3 Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa"<br />

Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala<br />

Desa", merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya<br />

dilakukan sebagai berikut :<br />

Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;<br />

Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital;<br />

Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan<br />

Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.<br />

Contoh:<br />

Dengan Persetujuan Bersama<br />

BADAN PERMUSYAWARATAN<br />

DESA<br />

CIMANGGIS<br />

dan<br />

KEPALA DESA CIMANGGIS<br />

b.4 Memutuskan<br />

Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ).<br />

peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin.<br />

Contoh :<br />

MEMUTUSKAN<br />

b.5 Menetapkan<br />

Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan<br />

kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital<br />

dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).<br />

Contoh :<br />

MEMUTUSKAN :<br />

Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG<br />

KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI<br />

ORGANISASI PEMERINTAH DESA<br />

CIMANGGIS<br />

Jadi jika digabungkan bagian pembukaan akan tampak kurang lebih seperti berikut:<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 63


PERATURAN DESA CIMANGGIS<br />

NOMOR 13 TAHUN 2006<br />

TENTANG<br />

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA<br />

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />

KEPALA DESA CIMANGGIS,<br />

Menimbang : a. ……………………………………………;<br />

b. ……………………………………………;<br />

c. ………………………………………..dst;<br />

Mengingat : 1. ……………………………………………;<br />

2. ……………………………………………;<br />

3. ………………………………………..dst;<br />

Dengan persetujuan bersama<br />

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS<br />

Dan<br />

KEPALA DESA CIMANGGIS<br />

MEMUTUSKAN:<br />

Menetapkan<br />

: PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG<br />

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA<br />

TAHUN ANGGARAN 2008<br />

c. Batang Tubuh<br />

Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal‐pasal atau diktum‐diktum.<br />

Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal‐pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala<br />

Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat<br />

penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum‐diktum<br />

Batang Tubuh Peraturan Desa, terdiri dari<br />

1. Ketentuan Umum;<br />

2. Materi yang diatur;<br />

3. Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan<br />

4. Ketentuan Penutup<br />

c.1 Ketentuan Umum<br />

Rumusan tentang definisi tertentu yang berlaku sama untuk seluruh materi perundang‐undangan<br />

Disusun berdasar urutan angka 1, 2 dst<br />

Berlaku sama terhadap perundangundangan yang lain.<br />

64 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


c.2 Penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat<br />

Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital.<br />

Contoh :<br />

BAB I<br />

KETENTUAN UMUM<br />

Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang<br />

ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul.<br />

Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan<br />

judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali<br />

huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak<br />

pada awal frasa.<br />

Contoh :<br />

BAB II<br />

( ……… JUDUL BAB ……... )<br />

Bagian Kedua<br />

..............................................................<br />

Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf,<br />

dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf<br />

pertama ditulis dengan huruf kecil.<br />

Contoh :<br />

Bagian Kedua<br />

( ……… Judul Bagian ………)<br />

Paragraf Kesatu<br />

(Judul Paragraf)<br />

Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi<br />

Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam<br />

beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal<br />

itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka<br />

arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital.<br />

Contoh :<br />

Pasal 5<br />

Pasal dan Ayat:<br />

Memuat satu konsep perbuatan/kewenangan tertentu<br />

Terdiri dari beberapa ayat yang saling berkaitan (jika diperlukan)<br />

Jika memuat konsep baru dibuat Pasal baru<br />

PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 65


Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di<br />

antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan<br />

dirumuskan dalam satu kalimat.<br />

Contoh :<br />

(1) ………………….<br />

(2) ………………….<br />

(3) ………………….<br />

Pasal 21<br />

Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat<br />

yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.<br />

RINCIAN; Tiap‐tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.<br />

(3) ……………………………<br />

a ……………………..; dan<br />

b …………………………..<br />

Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2,<br />

dan seterusnya.<br />

(4) ………………………………………<br />

a.…………………………………;<br />

b.…………………………………; dan<br />

c. …………………………………;<br />

1. ………………………………….;<br />

2. ………………………………….; dan<br />

3. ………………………………….;<br />

a) …………………………………..;<br />

b)…………………………………..; dan<br />

c).…………………………………..;<br />

1)…………………………………….;<br />

2)…………………………………….; dan<br />

3)…………………………………….;<br />

d.Penutup<br />

1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan;<br />

2. Nama jabatan ditulis dengan huruf<br />

3. kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma;<br />

4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan<br />

pangkat;<br />

5. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani<br />

oleh Kepala Desa<br />

Lihat juga: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN<br />

PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA<br />

66 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL


PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 67


KANTOR PUSAT<br />

JL. Pattimura No.20 Kabayoran Baru<br />

Jakarta Selatan, Indonesia - 12110<br />

KANTOR PROYEK<br />

Jl. Penjernihan 1 No. 19 F Pejompongan<br />

Jakarta Pusat Indonesia - 10210<br />

SEKRETARIAT TP PNPM MANDIRI<br />

www.pnpm-mandiri.org<br />

PENGADUAN<br />

P.O. BOX 2222 JKPMT<br />

SMS 0817 148048<br />

e-mail : ppm@pnpm-perkotaan.org<br />

www.p2kp.org | www.pnpm-perkotaan.org

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!