petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP
petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP
petunjuk teknis penguatan modal sosial - P2KP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
P E T U N J U K T E K N I S<br />
PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />
BERSAMA MEMBANGUN KEMANDIRIAN<br />
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN
PETUNJUK TEKNIS<br />
PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />
PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)<br />
MANDIRI - PERKOTAAN<br />
Diterbitkan Oleh:<br />
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />
i
ii<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
DAFTAR ISI<br />
Daftar Isi ..................................................................................................................... ..... 1<br />
I. PENDAHULUAN .................................................................................................... .….. 1<br />
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... ..... 2<br />
1.2. Dasar Pemikiran ......................................................................................... ..... 3<br />
a. Modal Sosial .......................................................................................... ..... 3<br />
b. Jaringan Kerjasama ............................................................................... ..... 4<br />
c. Modal Sosial Menunjang Pemerintahan yang Baik …………………… .............. ..... 4<br />
d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya 4<br />
e. Kelembagaan Lokal sebagai Pembentuk Modal <strong>sosial</strong> masyarakat ……………. 5<br />
f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within) 9<br />
g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat………….. 10<br />
1.3. Ketentuan Dasar ......................................................................................... …. 11<br />
1.3.1. Roadmap dan Tujuan Strategis …………………………………………………………….. 11<br />
1.3.2. Isu-isu Strategis ………………………………………………………………………………….. 13<br />
a. Lambannya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP………………………… 13<br />
b. Partisipasi Belum diikuti oleh Peningkatan Kinerja…………………………………… 14<br />
c. KSM sebatas Pengelola BLM, belum terintegrasi meningkatkan IPM………… 15<br />
d. KBK…………………………………………………………………………………………………… 17<br />
e. Kelemahan Pengelolaan Transparansi dan Akuntabilitas………………………… 17<br />
f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan…………………………………………………………… 17<br />
1.4. Prinsip dan Pendekatan ................................................................................ ..... 18<br />
II. MEKANISME PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT PNPM MP ............ ….. . 21<br />
2.1. Pengertian ..................................................................................................... 22<br />
2.2. Tujuan ...................................................................................................... .... 22<br />
2.3. Sasaran .................................................................................................... .... 22<br />
2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarkat ............................ .. .. 22<br />
2.4.1 Penguatan Lembaga Masyarakat ........................................................ .. .. 22<br />
2.4.2 Penguatan Kepranataan Lokal Masyarakat .......................................... .... 23<br />
2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat ....................................... .... 24<br />
2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat ...................... .... 25<br />
2.6.1. Indikator dan target …………………………………………………………………………….. 25<br />
2.6.2. Langkah-langkah …………………………………………………………………………………. 25<br />
2.6.3. Delivery System …………………………………………………………………………………… 26<br />
2.6.4. Mekanisme Pengendalian ……………………………………………………………………… 27<br />
III. KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DAN ORIENTASI IPM ........................... 29<br />
3.1 Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................. 30<br />
3.2 Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial ............................................................... 30<br />
3.3 Keluaran (output) Kegiatan Berbasis Modal Sosial .............................................. 30<br />
3.4 Strategi Pelaksanaan ....................................................................................... 31<br />
3.5 Sasaran Kegiatan ............................................................................................ 34<br />
3.6 Komponen Pendampingan dan Fasilitasi Kegiatan ................................................ 35<br />
LAMPIRAN – LAMPIRAN……………………………………………………………………………. 39<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL<br />
iii
iv<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 1
1.1. Latar Belakang<br />
Dunia menargetkan delapan tujuan penting pembangunan untuk menjadikan masyarakat lebih<br />
sejahtera dan terbebas dari kemiskinan. Kedelapan tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan<br />
Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals - MDGs), yang memuat 8 target yang<br />
dijadikan sebagai tujuan pembangunan setiap negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia semua<br />
program pembangunan nasional, termasuk PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM MP) mengacu pada<br />
target-target MDGs tersebut; yaitu : 1) Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim, 2)<br />
Pemerataan pendidikan dasar, 3) Mendukung adanya persaman gender dan pemberdayaan<br />
perempuan, 4) Mengurangi tingkat kematian anak, 5)Meningkatkan kesehatan ibu, 6) Perlawanan<br />
terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup,<br />
8)Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.<br />
Di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, hampir seluruh target MDGs dapat dikategorikan sebagai target<br />
kegiatan social, karena PNPM Mandiri Perkotaan hanya mengenal 3 pembidangan untuk<br />
menyederhanakan pendampingan. Bidang-bidang tersebut adalah Prasarana Lingkungan, Ekonomi<br />
dan Sosial atau yang dikenal dengan Tridaya. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan Kegiatan<br />
adalah segenap aktivitas masyarakat yang dilandasi oleh hubungan kekerabatan, solidaritas,<br />
tenggang rasa dan saling percaya. Pola hubungan semacam ini dikenal dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>.<br />
Bagaimanapun <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> di Indonesia telah terbentuk dan mengakar melalui perjalanan<br />
sejarahnya sendiri seperti gotong royong, guyub rukun dan tepa slira.<br />
Adalah Lyda Judson Hanifan (1916) yang pertama kali memperkenalkan istilah <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> untuk<br />
menggambarkan pusat masyarakat sekolah di pedesaan yang menggunakan norma-norma sebagai<br />
pengikatnya. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan permukiman padat Amerika yang memiliki ikatan<br />
norma yang lebih kuat ketimbang perumahan yang baru dibangun belakangan sebagaimana<br />
digambarkan oleh Jane Jacobs (The Death and Life of Great American Cities). Mereka memiliki<br />
jaringan <strong>sosial</strong> yang berhasil membentuk <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> untuk mendorong terwujudnya rasa aman<br />
dalam kehidupan komunitasnya (Fukuyama; 2005, 33)<br />
Jaringan <strong>sosial</strong> yang mengakar sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan negeri<br />
kita. Salah satunya untuk menunjang demokratisasi, dimana masyarakat menjadi mudah<br />
mengorganisir diri, membangun jaringan kerjasama dan membentuk kelompok-kelompok pada saat<br />
mendukung kandidat tertentu atau partai tertentu menjelang Pemilu. Gerakan-gerakan tersebut<br />
mustahil berhasil jika tidak memanfaatkan jaringan <strong>sosial</strong> yang sudah ada kecuali melalui<br />
pendekatan-pendekatan yang menyimpangi nilai-nilai <strong>sosial</strong> seperti money politics. Artinya, jika<br />
demokrasi bisa dijalankan di atas jaringan <strong>sosial</strong> yang ada maka pembangunan dan penanggulangan<br />
kemiskinan termasuk PNPM Mandiri Perkotaanpun niscaya dapat berjalan memanfaatkan jaringan<br />
<strong>sosial</strong> yang mengakar di masyarakat sebagaimana telah berlangsung selama ini sejak tahun 1999.<br />
Tercatat 665.026 orang relawan telah membantu keberlangsungan program ini dan berhasil<br />
membangun 10.958 BKM/LKM dengan kekuatan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>nya melalui Pemilu demokratis demi<br />
memfasilitasi 281.901 KK Miskin. BKM/LKM adalah salah satu produk <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Hingga<br />
2012 (Final report NMC 2012), jaringan kerja relawan lintas sector seperti relawan pendidikan,<br />
relawan kesehatan dan pengorganisir kegiatan masyarakat (local community organizer) telah berhasil<br />
mengagendakan sejumlah event pengembangan kapasitas yang menghasilkan output penting<br />
pemberdayaan masyarakat dengan terlatihnya 276.922 orang melalui pelatihan-pelatihan SDM,<br />
terbangunnya 243.077 m sarana air bersih, 2.038.488 m drainase, 4863896 m jalan, 269.788<br />
menikmati perguliran dana untuk meningkatkan income, 689 unit sarana kesehatan, 387.249 orang<br />
dibantu mengakses layanan kesehatan berkualitas, dan 91.879 pelajar mendapatkan bantuan<br />
beasiswa.<br />
2 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Angka-angka tersebut mengindikasikan keberhasilan kuantitatif yang cukup memuasskan meski harus<br />
dibarengi dengan perbaikan disana-sini. Pekerjaan rumah para relawan dan pelaku adalah<br />
memperkuat <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>, meningkatkan partisipasi dan memperluas jaringan kemitraan untuk<br />
keberlanjutan program. Beberapa hal yang harus diperbaiki pada aspek kelembagaan adalah<br />
peningkatan kapasitas SDM BKM yang baru mampu mencapai 47%. Hal ini membuktikan bahwa<br />
aksesibilitas BKM untuk menjaring kemitraan diluar menu-menu kegiatan yang disuguhkan BLM masih<br />
rendah. Apalagi BKM/LKM yang menyandang status mandiri baru mencapai 53 % mesti dipersiapkan<br />
secara serius agar segera berproses menuju madani dengan menjalin sinergi dengan Pemda yang<br />
hingga saat ini baru mencapai 3,25 %.<br />
1.2. Dasar Pemikiran<br />
a. Modal Sosial<br />
Modal <strong>sosial</strong> adalah seperangkat nilai atau norma yang dibawa oleh anggota kelompok di dalam<br />
komunitas yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Jika anggota komunitas yakin bahwa<br />
anggota yang lain dapat dipercaya dan jujur, maka mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu<br />
seperti pelumas yang membuat komunitas atau organisasi dapat dijalankan lebih efisien. Normanorma<br />
yang menghasilkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> meliputi nilai-nilai kejujuran, menunaikan kewajiban, dan<br />
berlangsung secara timbal-balik (Fukuyama; 2005; 21).<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 3
Norma-norma positif tersebut berasal dari keluarga dan mempengaruhi motivasi individu untuk<br />
berkelompk, membangun keakraban dan saling membantu. Potret tersebut terlihat dalam kehidupan<br />
di lingkungan RT, lorong, kelompok arisan, pengajian, posyandu dsb.<br />
Secara tidak langsung norma-norma keluarga tersebut akan dibawa keluar oleh anggota keluarga dan<br />
terlembaga melalui proses internalisasi menjadi nilai-nilai <strong>sosial</strong> yang berlaku di masyarakat. Normanorma<br />
keluarga yang awalnya dipengaruhi tata nilai <strong>sosial</strong> dan lingkungan sebaliknya bisa berbalik<br />
arah mempengaruhi nilai-nilai <strong>sosial</strong> secara positif (Tallcot Parson; 1973;79). Demikianlah timbal balik<br />
diantara norma keluarga dan nilai <strong>sosial</strong> yang makin memperkuat <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Program-program<br />
pemerintah yang hadir untuk memberdayakan masyarakat hanya berfungsi untuk mempercepat<br />
pencapaian target pembangunan dari aspek dukungan <strong>teknis</strong>, karena jaringan kerjasama telah<br />
bekerja alami di masyarakat.<br />
b. Jaringan Kerjasama<br />
Masyarakat berkelompok untuk memenuhi kebutuhan social dan memperbaiki kehidupannya. Tujuan<br />
<strong>sosial</strong> dapat dicapai secara alamiah melalui kerjasama antar anggota kelompok maupun antar<br />
komunitas berdasar norma-norma kerjasama yang telah membudaya. Lambat laun kebiasaan<br />
kerjasama akan melahirkan kemampuan membagi peran (job deskripsi), kemampuan memberikan<br />
penghargaan (reward) bagi yang dinilai berprestasi dan sanksi (punishment) bagi yang melanggarnya<br />
serta kemampuan mengatur diri sendiri (self governance). Dengan demikian pemerintah dalam<br />
menjalankan pembangunan niscaya terbantu oleh kemampuan komunitas-komunitas tersebut.<br />
Himpunan masyarakat atau komunitas tersebut menurut Alexis de Tocqueville (Fukuyama 2005; 24))<br />
merupakan tempat belajar untuk memerintah sendiri dan mengajarkan kepada anggotanya kebiasaan<br />
bekerjasama yang kemudian dibawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kerjasama merupakan<br />
substansi <strong>modal</strong> social. Tanpa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> tidak akan ada masyarakat sipil, dan tanpa masyarakat<br />
sipil tidak ada demokrasi yang berhasil (Fukuyama; 2005; 24). PNPM Mandiri Perkotaan sebagai salah<br />
satu program penanggulangan kemiskinan mempertaruhkan keberhasilannya di atas jaringan norma<br />
dan jaringan kerjasama yang dibangun oleh masyarakat tersebut.<br />
Jaringan kerjasama yang diimplementasikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diorientasikan untuk<br />
memperkuat aspek kemitraan, baik dengan lembaga-lembaga desa/kelurahan, organisasi<br />
kemasyarakatan, asosiasi KSM, SKPD (Pemda) maupun dunia usaha. Jaringan kerjasama dimaksud<br />
diintegrasikan ke dalam sebuah program-program jangka panjang yang menunjang peningkatan<br />
kapasitas SDM dan kesejahteraan setidaknya terukur sesuai standar IPM.<br />
c. Modal Social menunjang Pemerintahan Yang Baik<br />
Tidak dipungkiri bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> adalah aset, karena telah menumbuhkan rasa saling percaya<br />
dalam bekerjasama. Kerjasama berperan penting mewujudkan model pemerintahan yang baik dan<br />
masyarakat madani. Selama ini dalam kehidupan masyarakat berlangsung beragam aktivitas yang<br />
didasari <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Seluruh aktivitas tersebut berjalan dalam keteraturan karena diikat oleh normanorma<br />
yang berlaku. Norma-norma tersebut berfungsi sebagai pengatur, penggerak dan pembatas<br />
interaksi. Semakin lama masyarakat semakin terbiasa mengatur perilaku dan pola hubungan antar<br />
mereka, baik itu hubungan ekonomi, <strong>sosial</strong> maupun politik. Kebiasaan itu dalam kurun waktu yang<br />
panjang akan membudaya dan melembaga. Dalam perkembangannya masyarakat makin terorganisir,<br />
teruji kemampuannya untuk mengatur diri sendiri dan terampil memecahkan aneka persoalan.<br />
Masyarakat yang demikian ini disebut sebagai masyarakat sipil (civil society) atau yang dalam<br />
nomenklatur PNPM Mandiri Perkotaan disebut dengan Organisasi Masyarakat Warga (OMW).<br />
Program-program pemerintah yang dijalankan dalam masyarakat yang memiliki trust (tingkat<br />
kepercayaan) dan kemampuan kerjasama yang kuat dipercaya akan berjalan lebih optimal.<br />
d. Organisasi Masyarakat Warga (OMW) dan Kedaulatan Pengelolaan Sumberdaya<br />
Masyarakat yang telah memiliki OMW -- dalam hal ini BKM/LKM yang dibentuk melalui Pemilu<br />
demokratis -- memiliki kesempatan lebih untuk meningkatkan kesejahteraan dan menggapai status<br />
masyarakat madani dimana kekuasaan (otoritas) dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan mereka.<br />
4 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Keberadaan BKM/LKM membuat pengorganisasian kegiatan lebih terarah. BKM/LKM yang<br />
merepresentasikan nilai-nilai <strong>sosial</strong> secara tidak langsung mewakili luasnya aktivitas warga dalam<br />
“bermasyarakat”. Seluruh aktivitas itu dilangsungkan dalam keteraturan jaringan <strong>sosial</strong> (jaringan<br />
kerjasama yang dilandasi solidaritas <strong>sosial</strong>) yang telah melembaga. Masyarakat yang berkualitas<br />
adalah masyarakat yang memiliki <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> kuat. Sebab dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> tersebut kekuasaan<br />
(otoritas) dan kedaulatan dapat dijalankan untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan<br />
<strong>sosial</strong> untuk pembangunan. Organisasi Masyarakat Warga berperan mengatur atau mengelola<br />
(governance) masyarakat bekerjasama dengan Pemda dan Dunia Usaha.<br />
Gambar 2<br />
Peran Modal Sosial dalam Civil Society (OMW)<br />
10.958 BKM<br />
KBK<br />
Jaringan Relawan dari<br />
665.026 relawan<br />
Diadaptasi dari : Rob Grey, Bebbington and Collison 2006; NGOs, civil society and accountability: making the people<br />
accountable to capital http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1558155&show=html<br />
Menurut Bank Dunia, governance is manner in which power is excercised in the management of a<br />
country’s economic and social rescources for development. Fokus pengertian konsep governance<br />
tersebut adalah bagaimana menggunakan kekuasaan untuk mengelola sumberdaya dalam proses<br />
pembangunan, agar menghasilkan kesejahteraan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan<br />
adalah dengan mencegah kemiskinan melalui penanggulangan kemiskinan. Konsep governance<br />
muncul seiring meningkatnya kesadaran bahwa fungsi dan peran pemerintah dalam pembangunan<br />
tidak dapat bergerak sendirian. Jika pada masa lalu, pemerintah identik dengan birokrasi yang tidak<br />
fleksibel, tertutup, sibuk dengan dirinya sendiri, merencanakan semua kebijakan public, dan tidak<br />
menyelesaikan masalah maka ketika kehidupan <strong>sosial</strong>, ekonomi, politik begitu dinamis, maka pola<br />
pemerintahan demikian harus ditinggalkan.<br />
Dengan demikian, governance dapat diartikan bahwa pengelolaan sumberdaya tidak bisa dilakukan<br />
oleh pemerintah sendiri, melainkan harus dibantu oleh institusi-institusi yang bukan berasal dari<br />
pemerintah, baik itu institusi <strong>sosial</strong> maupun swasta. Dalam governance, tanggung jawab untuk<br />
menghadapi isu-isu <strong>sosial</strong> dan ekonomi adalah tanggung jawab bersama yang bersifat lintas batas<br />
antar tiga relasi, yaitu pemerintah (Pemda), dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga relasi tersebut<br />
berhubungan saling tergantung dan saling melengkapi, sehingga kemampuan untuk mencapai tujuan<br />
tidak tergantung pada pemerintah saja (Gerry Stoker; 2010). Karena sejauh ini, dalam banyak hal<br />
governance digerakkan oleh jaringan kerja para pelaku yang otonom dan bisa mengatur dirinya<br />
sendiri (self governing). BKM/LKM, Jaringan relawan sector dan Komunitas Belajar Kelurahan bekerja<br />
di dalam lingkaran Civil Society (lihat Gambar 2). Lebih lanjut mengenai KBK dan Jaringan Relawan<br />
diatur dalam Pedoman Teknis KBK.<br />
e. Kelembagaan lokal sebagai pembentuk <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> masyarakat lokal<br />
Di dalam perkembangan pembangunan lembaga istilah lokal sulit didefinisikan. Pada tataran makro<br />
lokal adalah lawannya dari global. Sehingga istilah lokal dapat digunakan untuk menyebut peradaban<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 5
suatu negara sedang global untuk menyebut peradaban pada tataran antarnegara (regional dan<br />
internasional). Lokal menurut pemahaman UU No. 22 Tahun 1999 adalah pada tataran mikro artinya<br />
istilah lokal untuk menyebut kawasan daerah tingkat satu/propinsi, daerah tingkat dua/ kabupaten<br />
atau kota, dan dimungkinkan lokal untuk menyebut yang lebih spesifik yaitu kecamatan dan desa.<br />
Jadi institusi lokal merupakan asosiasi komunitas setempat yang bertanggung jawab atas proses<br />
kegiatan pembangunan setempat (Esman dan Uphoff, 1982:9), seperti rukun tetangga, arisan trah,<br />
kelompok pengajian, kelompok ronda dan sejenisnya. Yang jelas institusi ini memberikan manfaat<br />
bagi masyarakat dan pemerintah setempat.<br />
Institusi lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang menyilang<br />
(cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan jaring pengaman <strong>sosial</strong> (<strong>sosial</strong> safety<br />
net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas<br />
kepentingan pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama kelamaan<br />
menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Rasa saling percaya<br />
warga komunitas lokal yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin<br />
didambakan sebagai <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> (<strong>sosial</strong> capital).<br />
Institusi lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso, 2002: 6).<br />
Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika<br />
<strong>sosial</strong>, sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata<br />
normatif.<br />
Di atas telah dibahas pengertian institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> maka berikut akan kita telusuri<br />
dimana titik temu antara institusi lokal dengan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Kita pahami bahwa institusi lokal<br />
merupakan salah satu <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> sehingga institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap<br />
mempunyai nilai positif bagi komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar<br />
berpijak masyarakat lokal oleh karenanya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat berkembang dan mengalami erosi dan<br />
melemah serta menguatnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> pada masyarakat dapat dipotret melalui institusi lokal.<br />
• Potret Positif <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan (trust) yang meliputi<br />
kohesi <strong>sosial</strong>, empati, transparansi, militan (inklusif) yang kesemuanya itu akan berdampak pada<br />
memunculkan kontrol <strong>sosial</strong> baru, revitalisasi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> baru, perlu membangun kerjasama<br />
dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi. Norma harus diwujudkan dalam bentuk<br />
kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak muncul perbedaan perlakuan antarwarga, dalam alokasi<br />
ini akan muncul kendala kebudayaan luar, anomalis primordialisme dan vested interest sehingga<br />
perlu dipersiapkan jawaban kedepan guna membenteng tantangan yang akan muncul.<br />
• Potret Negatif <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong><br />
sehingga <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> mengalami erosi dalam bentuk: interaksi <strong>sosial</strong>, ditandai dengan<br />
pelanggaran norma, krisis kepemimpinan, kerenggangan hubungan <strong>sosial</strong> dan dehumanisasi.<br />
Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya kontrol <strong>sosial</strong>, sentimen kelompok, meningkatnya semangat<br />
individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini dibiarkan maka akan<br />
berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan perilaku menyimpang. Komunitas, muncul<br />
sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong<br />
kompas (menerobos). Sikap ini muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan, rendahnya<br />
rasa handarbeni, egoisme, menghalalkan segala cara dan pelayanan birokrasi yang rendah. Jika<br />
kondisi ini tidak segera diantisipasi, maka yang muncul adalah stagnan (kemandegan),<br />
menurunkan partisipasi, pelanggaran nilai <strong>sosial</strong> dan dimungkinkan terjadi KKN.<br />
• Apabila erosi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dalam interaksi <strong>sosial</strong> dan komunitas benar-benar terjadi, maka institusi<br />
lokal akan kehilangan social trust yang ditandai dengan rasa kecurigaan, rasa tidak aman,<br />
menurunnya rasa kebersamaan, pembangkangan, dan akan menyebabkan rendahnya<br />
keterbukaan sehingga intensitas komunikasi rendah, tingginya manipulasi publik dan dampak yang<br />
paling parah adalah disintegrasi <strong>sosial</strong>.<br />
Institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap komunitas<br />
lokal oleh karena itu perlu ada <strong>penguatan</strong> terhadap institusi lokal.<br />
Pemupukan institusi lokal dan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> dapat dilakukan melalui beberapa alternatif berikut:<br />
• Pengorganisasian institusi diarahkan dalam rangka memfasilitasi komunitas lokal.<br />
6 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
• Mengembangkan kerangka fikir re-lingking (menyambung kembali) tindakan ini diarahkan untuk<br />
menyambung kembali titik temu dimensi formal dengan dimensi nonformal yang ada di dalam<br />
masyarakat.<br />
• Perbaikan infrastruktur dalam suasana religius dan cultural<br />
Definisi Kelembagaan memang cukup membingungkan, makna dan artinya sering dipertukarkan<br />
dengan organisasi. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social<br />
scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this<br />
contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphhof. 1986).<br />
Menurut Syahyuti yang dikutip dari http://websyahyuti.blogspot.com/2007/08/kelembagaan-danlembaga-dalam.html,<br />
Sebagian besar literatur hanya membanding-banding apa beda “kelembagaan”<br />
dengan “organisasi”. Setidaknya ada empat bentuk cara membedakan yang terlihat selama ini, yaitu:<br />
(1) Kelembagaan cenderung tradisional, sedangkan organisasi cenderung modern (Uphoff, 1986).<br />
Menurut Horton dan Hunt: “... institution do not have members, they have followers” (Horton<br />
dan Hunt, 1984).<br />
(2) Kelembagaan dari masyarakat itu sendiri dan organisasi datang dari atas. Tjondronegoro: ”…<br />
lembaga semakin mencirikan lapisan bawah dan lemah, dan organisasi mencirikan lapisan<br />
tengah dengan orientasi ke atas dan kota” (Tjondronegoro, SMP. 1999).<br />
(3) Kelembagaan dan organisasi berada dalam satu kontinuum, dimana organisasi adalah<br />
kelembagaan yang belum melembaga (Uphoff, 1986). Pendapat ini sedikit banyak juga berasal<br />
dari dari Huntington yang menyatakan: “Organization and procedures vary in their degree of<br />
institutionalization……Institutionalization is the process by which organizations and procedures<br />
acquire value and stability” (Huntington, 1965). Serta,<br />
(4) Organisasi merupakan bagian dari kelembagaan (Binswanger dan Ruttan, 1978). Dalam konteks<br />
ini, organisasi merupakan organ dalam suatu kelembagaan. Keberadaan organisasi menjadi<br />
elemen <strong>teknis</strong> penting yang menjamin beroperasinya kelembagaan.<br />
Meskipun belum sepakat, namun dapat diyakini bahwa kelembagaan adalah social form ibarat<br />
organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan”<br />
(Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup<br />
(constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways)<br />
yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola;<br />
berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem <strong>sosial</strong> tradisional<br />
dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan<br />
kehidupan <strong>sosial</strong>.<br />
Norman T Uphoff 1 dengan gamblang menggambarkan perbedaan yang jelas antara Organisasi dan<br />
kelembagaan, sebagai berikut:<br />
Organizations are structures of recognized and accepted roles, Institutions are complexes of<br />
norms an behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed.<br />
(Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah<br />
serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan atau digunakan selama periode waktu<br />
tertentu - yang relatif lama- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/bersama atau<br />
maksud-maksud yang bernilai <strong>sosial</strong>)<br />
Agung Pramono PW 2 sebagaimana mengutip dari Simanjuntak:2001, mengilustrasikan dengan<br />
sangat jelas perbedaan Organisasi dan lembaga sebagai berikut:<br />
1 Uphoff, Norman T. 1986. Op.Cit (p.8)<br />
2 Pramono PW, Agung, 2011, Pengembangan Kelembagaan Lokal, Management Studio & Clinic. (p.69)<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 7
Lembaga yang bukan<br />
organisasi<br />
Contoh:<br />
UU Perbankan<br />
Lembaga yang juga<br />
organisasi<br />
Contoh:<br />
Bank<br />
Organisasi yang bukan<br />
lembaga<br />
Contoh:<br />
Arisan RT<br />
Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata), yaitu:<br />
1. Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations)<br />
2. Ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (Institutions that are organizations)<br />
3. Dan ada organisasi yang bukan kelembagaan (Organizations that are not institutions)<br />
Bila dicontohkan dalam sistem pengelolaan keuangan dan perbankan, berdasarkan skema tersebut,<br />
dapat dijelaskan sebagai berikut:<br />
1. Undang-undang perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan<br />
layanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan warga bahkan juga masyarakat di dunia. Segala<br />
peraturan didalamnya "membingkai" norma dan perilaku untuk kegiatan simpan pinjam uang,<br />
akan tetapi UU Perbankan tidak memiliki struktur yanbg dikenal seperti Ketua (direktur) dsb. Oleh<br />
karena itu UU perbankan adalah kelembagaan tapi bukanlah organisasi.<br />
2. Adalagi organisasi yang bukan lembaga, yaitu Arisan ibu-ibu di suatu RT. Sudah merupakan<br />
organisasi mengingat di dalamnya sudah ada, ketua, sekretaris, bendahara, dan diakui serta<br />
dikenal oleh warga disitu. Akan tetapi keberadaannya bisa bubar setelah seluruh anggota arisan<br />
mendapat giliran memperoleh uang arisan.<br />
3. Sedangkan satu lagi adalah Bank. Bank bisa disebut sebagai organisasi, karena di dalamnya ada<br />
sturktur peran yang sudah dikenal dan diterima oleh semua pihak seperti adanya Direktur, ada<br />
Bagian Kredit dan adapula bagian pelayanan nasabah. Sebagai sebuah kelembagaan, Bank<br />
sebagai penyedia jasa untuk melakukan "simpan-pinjam" uang, penggunaan jasa Bank sudah<br />
menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya<br />
Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.<br />
Menyimak hal ini maka sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi sebuah kelembagaan,<br />
bilamana fungsi dan perannya dalam kaitannya dengan kepentingan warga diakui luas sebagai suatu<br />
norma dan perilaku bersama.<br />
Syahyuti dalam blognya juga menulis bahwa ilustrasi pembeda antara organisasi dan<br />
lembaga/kelembagaan adalah sebagai berikut:<br />
Secara sederhana kita dapat membedakan dengan begini, Kata "kelembagaan" mesti<br />
diikuti oleh kata kerja, contohnya "kelembagaan penyediaan <strong>modal</strong>" dst. Sedangkan,<br />
"Organisasi" selalu diikuti oleh kata benda, misalnya lembaga koperasi, lembaga<br />
Gapoktan, dst.<br />
Maka, untuk kelembagaan penyediaan input usahatani misalnya dapat dijalankan<br />
lembaga kelompok tani, Gapoktan, KUAT, koperasi, dan UPJA. Kelembagaan<br />
penyediaan jasa informasi dapat dilakukan oleh petani secara individual, atau melalui<br />
lembaga, yaitu bisa kelompok tani, bisa Gapoktan, bisa Posyanluh Desa, Klinik<br />
Agribisnis, atau Kelompencapir.<br />
8 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
f. Otonomi komunitas dan Pembangunan dari dalam (development from within)<br />
Jika masyarakat telah mampu mengatur dirinya sendiri secara otonom, merencanakan masa depan<br />
komunitasnya dan menyelesaikan sejumlah persoalan dengan potensi yang dimiliki maka Pemerintah<br />
dan dunia usaha tinggal melengkapi bagian-bagian yang memerlukan support, seperti kebijakan,<br />
pelayanan, pendampingan <strong>teknis</strong> (technical assistance), keahlian, pengetahuan maupun pendanaan.<br />
Gambar 3<br />
Pembangunan dari Dalam<br />
MELALUI PROYEK MEMBANGUN PROGRAM DARI,<br />
OLEH & UTK MASYARAKAT<br />
INTERVENSI KE<br />
MASYARAKAT LUAS<br />
MEMBANGUN<br />
TATANAN YG<br />
PEDULI DGN<br />
MASY KELURAHAN<br />
NILAI-NILAI<br />
YG MEMBANTU<br />
LUHUR SEHINGGA<br />
TERBANGUN IKLIM<br />
YG KONDUSIF<br />
INTERVENSI<br />
PROYEK KE YG<br />
DIBANTU AGAR<br />
MAMPU<br />
MENSINERGIKAN<br />
ENERGI<br />
INTERNAL &<br />
EKSTERNAL<br />
YG<br />
DIBANTU<br />
(PS2)<br />
MODEL PEMBERDAYAAN<br />
INTERVENSI PROYEK<br />
KE MASY KELURAHAN<br />
AGAR PEDULI &<br />
MAMPU MEMBANTU YG<br />
HRS DIBANTU<br />
Pada bagian-bagian tersebut pemerintah dan dunia usaha memainkan peran untuk melengkapi<br />
segitiga relasi Pemerintah-dunia usaha-masyarakat yang merupakan ciri utama organisasi masyarakat<br />
warga (civil society).<br />
Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, BKM/LKM mengajak masyarakat miskin untuk meningkatkan<br />
kemampuannya, dibantu oleh kelompok peduli di kelurahan setempat, Pemda dan dunia usaha. Pola<br />
semacam ini disebut dengan pola pembangunan manusia melalui penerapan paradigma<br />
pembangunan manusia secara konsisten. Paradigma tersebut melihat pembangunan <strong>sosial</strong> sebagai<br />
upaya terstruktur untuk meningkatkan otonomi manusia untuk berbuat dan menentukan sejarahnya<br />
sendiri sehingga pada gilirannya akan terbangun kemandirian. Oleh sebab itu dalam tautan<br />
pemberdayaan sering dirumuskan sebagai membangun dari dalam (development from within)<br />
Salah satu kebijakan yang diprogramkan oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan dan<br />
pendidikan. Agar tepat sasaran maka kebijakan tersebut dirancang berlandaskan pada proses<br />
penggalian kebutuhan yang dilakukan partisipatif. Oleh sebab itu pelayanan pendidikan dan<br />
kesehatan yang menunjang pencapaian target IPM-MDGs diposisikan sebagai kegiatan pendorong<br />
tercapainya kesejahteraan di tingkat masyarakat. Dengan kata lain PNPM Mandiri Perkotaan berfungsi<br />
mensupport dari sisi kebijakan, program, pendampingan <strong>teknis</strong> dan dukungan financial untuk<br />
memperlancar program penanggulangan kemiskinan, yang dapat meliputi; 1) peningkatan kapasitas<br />
SDM/relawan sektor, 2)pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, 3)pembangunan infrastruktur,<br />
4)peningkatan taraf hidup, daya beli dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, 5)membuka lapangan<br />
kerja 6)mitigasi dan penanggulangan bencana.<br />
Secara <strong>teknis</strong>, ketentuan, mekanisme dan pemanfaatan BLM sebagai wujud dukungan berbagai<br />
aktivitas yang menguatkan <strong>modal</strong> social. Ketentuan tersebut untuk selanjutnya akan dijabarkan<br />
dalam Petunjuk Operasi Baku (POB) kegiatan Sosial. Secara <strong>teknis</strong>, PNPM Mandiri Perkotaan<br />
mendorong Kegiatan sebagai kegiatan yang difokuskan untuk menunjang <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>, jaringan<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 9
kerjasama dan solidaritas <strong>sosial</strong> tetap bekerja lebih inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat<br />
miskin terkait pembangunan infrastruktur (prasarana lingkungan), pelayanan pendidikan, kesehatan,<br />
peningkatan kapasitas serta kegiatan pengelolaan ekonomi produktif (bergulir) yang disupport oleh<br />
BLM maupun pendanaan dari berbagai sumber. Seluruh kegiatan di dalam MDGs tersebut berupaya<br />
meningkatkan angka harapan hidup masyarakat miskin, membuatnya lebih terdidik dan meningkat<br />
daya belinya. Ketiga upaya tersebut diukur menggunakan Indeks tahunan yang dinamakan Indeks<br />
Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam Bahasa Inggris disebut Human Development Index (HDI).<br />
g. Menguatnya Modal Sosial Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat<br />
Menurut Sjafri Mangkuprawira (Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi dan<br />
Manajemen IPB) Dalam prakteknya, pengembangan masyarakat merupakan salah satu model<br />
pendekatan pembangunan dengan upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber daya<br />
lokal yang ada. Selain itu dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan sisi kearifan<br />
lokal dimana masyarakat punya tradisi, dan adat-istiadat sebagai potensi yang dapat dikembangkan<br />
sebagai <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Berikut Gambar 1 dan 2 secara hipotetis menunjukkan hubungan <strong>modal</strong> positif<br />
dan negatif dengan kesejahteraan masyarakat.<br />
Modal<br />
Sosial<br />
Jejaring<br />
Sosial<br />
Saling<br />
Percaya<br />
Biaya<br />
Transaksi<br />
Sumber<br />
Daya<br />
Optimal<br />
Output<br />
Kebersamaan<br />
Biaya<br />
Kendali<br />
Kesejahteraan<br />
Masyarakat<br />
Gambar 4 Hubungan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> positif dengan kesejahteraan masyarakat<br />
Gambar 4 menunjukkan bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang positif akan memiliki hubungan positif dengan<br />
kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditandai oleh jejaring <strong>sosial</strong> yang luas, tingginya saling percaya<br />
sesama anggota masyarakat, dan jiwa kebersamaan yang tinggi. Modal <strong>sosial</strong> ini akan memerkecil<br />
biaya transaksi dan biaya kendali untuk suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Dengan kata lain<br />
akan mampu menciptakan pengelolaan sumber daya optimum dan kemudian menghasilkan output<br />
yang semakin besar bagi kesejahteraan masyarakat.<br />
Berbeda dengan Gambar 4, maka Gambar 5 memperlihatkan bahwa <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang negatif akan<br />
menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnya saling percaya sesama warga<br />
yang menyebabkan perangkat kendali semakin berlapis. Hal ini berkait dengan meningkatnya perilaku<br />
kepentingan diri dan menurunnya sifat saling memberi. Mengapa? Karena timbulnya saling curiga dan<br />
antipasti. Akibatnya masyarakat mengalami stagnasi yang dicirikan oleh rendahnya kreativitas dan<br />
inovasi yang ditemukan. Dalam situasi seperti itu berarti terjadi pemborosan sumber daya dan pada<br />
gilirannya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat.<br />
10 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Modal<br />
Sosial<br />
Saling<br />
Percaya<br />
Rendah<br />
Perangkat<br />
Kendali<br />
Berlapis<br />
Kepentingan<br />
Diri<br />
(+)<br />
Saling Memberi<br />
(‐)<br />
Curiga<br />
Antipati<br />
Kreativitas<br />
(‐)<br />
Inovasi<br />
(‐)<br />
Pemborosan<br />
Sumber Daya<br />
Kesejahteraan<br />
(‐)<br />
1.3. Ketentuan dasar<br />
1.3.1. Road Map dan tujuan Strategis<br />
Sebagai bagian dari Rencana Kerja Pembangunan-RKP 2010-2014, penanggulangan kemiskinan<br />
menggunakan pendekatan pemberdayaan yang mengorganisir masyarakat dalam sebuah gerakan<br />
social. Cara untuk menggerakkan masyarakat menjadi berdaya disebut dengan pengorganisasian<br />
masyarakat (Community Organization). Pengorganisasian Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan<br />
kapasitas masyarakat agar mandiri dalam meningkatkan taraf hidupnya, tidak tergantung kepada<br />
pihak lain.<br />
Demikian juga dengan kebijakan dan strategi PNPM Mandiri Perkotaan yang mengacu pada Peta jalan<br />
(road map) PNPM Mandiri, menghendaki kemandirian dan keberlanjutan. Deputi Menko Kesra Bidang<br />
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat/Ketua Pokja Pengendali<br />
PNPM Mandiri pada Rapat Koordinasi Nasional PNPM Mandiri Perkotaan di Denpasar tanggal 23 April<br />
2012 menyampaikan bahwa agar seluruh sistem yang telah dibangun tidak hanya berjalan pada saat<br />
program tapi juga menjadi sebuah sistem yang berkelanjutan, dan menjadi sebuah gerakan nasional<br />
penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan sejumlah pendekatan spesifik yaitu:<br />
1. Memberi kepercayaan penuh pada semua pihak dan lembaga terutama lembaga masyarakat<br />
agar berjalan sesuai dengan kemampuannya dan<br />
2. Menghargai inisiatif dari masyarakat, pemerintah daerah, lembaga mitra dan pemangku<br />
kepentingan lainnya.<br />
Secara skematis ilustrasi dari proses pengembangan PNPM Mandiri ke depan, digambarkan sebagai<br />
berikut:<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 11
Gambar 6<br />
Proses Pengembangan PNPM Mandiri ke depan<br />
MANDIRI<br />
(Community<br />
Institution)<br />
MADANI<br />
(Community<br />
Engagement)<br />
BERDAYA<br />
(community<br />
participation)<br />
Melalui serangkaian diskusi dengan sejumlah stakeholders PNPM Mandiri, ditetapkanlah 5 pilar arah<br />
dan kebijakan peta jalan PNPM Mandiri sebagai berikut:<br />
1. Integrasi Program Pemberdayaan Masyarakat<br />
2. Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />
3. Peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan<br />
4. Peningkatan Peran Pemerintah Daerah Secara Bertahap<br />
5. Penguatan Tata Kelola (Good Governance)<br />
Kelima pilar tersebut nantinya diharapkan menjadi orientasi seluruh pihak dalam pengembangan<br />
PNPM Mandiri ke depan. Disebutkan secara jelas bahwa Penguatan Kelembagaan masyarakat menjadi<br />
salah satu pilarnya. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam peta jalan tersebut merujuk kepada<br />
action plan sebagai berikut:<br />
1. Menyusun Mekansime Penetapan status hukum lembaga bentukan PNPM seperti BKAD, UPK,<br />
BKM/LKM termasuk kepemilikan aset & pemanfaatan lembaga-lembaga tersebut bagi seluruh<br />
program pemberdayaan. (Untuk PNPM Mandiri Perkotaan diprioritaskan pada perlindungan hukum<br />
lembaga BKM/LKM, sedangkan <strong>penguatan</strong> status hukum diberikan kepada gugus tugas BKM/LKM,<br />
yaitu UP-UP).<br />
2. Perubahan sistem, mekanisme dan indikator bagi UPK yang sehat secara kelembagaan dan<br />
keuangan sebagai lembaga yang berorientasi pemberdayaan.<br />
3. Membangun mekanisme akuntabilitas di tingkat kelompok masyarakat melalui peningkatan<br />
kemampuan pengawasan dan kesadaran hukum masyarakat.<br />
Untuk menerjemahkan kebijakan tersebut serta sesuai dengan tujuan strategis (strategic goals) yang<br />
ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya, maka PNPM Mandiri Perkotaan memiliki setidaknya 3 strategi<br />
yaitu 1)Implementasi Tridaya, 2)Pemberdayaan Masyarakat dan 3)Pengembangan Penghidupan dan<br />
kawasan produktif dan sustainable yang kemudian diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) kegiatan yang<br />
diharapkan mampu membangun kemandirian masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan,<br />
yaitu1). Penguatan Kelembagaan Masyarakat, 2) Peningkatan Penghidupan masyarakat dan 3)<br />
Pengembangan Kawasan Permukiman Produktif, sebagaimana digambarkan dalam skema berikut:<br />
12 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Gambar 7<br />
Strategic Goal Dirjen Cipta Karya kementrian PU<br />
Merujuk kepada kebijakan nasional PNPM Mandiri dan Strategi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut,<br />
jelas bahwa untuk menjamin keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan, maka <strong>penguatan</strong><br />
kelembagaan masyarakat harus menjadi agenda penting dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan<br />
ke depan.<br />
Untuk menggambarkan sejauhmana perkembangan kelembagaan masyarakat di dalam PNPM Mandiri<br />
Perkotaan, program ini sudah mengembangkan instrumen terkait dengan hal tersebut, antara lain<br />
adalah instrumen pengukuran tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM. Potret nasional pada akhir<br />
tahun 2012 (rekap data April 2013), menyebutkan sebanyak 47,37 % BKM telah mencapai kategori<br />
Mandiri, sementara BKM Berdaya 50,06%. Sedangkan BKM yang berstatus menuju madani meningkat<br />
menjadi 2 %. Status berdaya menuju mandiri adalah status transisi sebelum mencapai taraf Madani.<br />
Dalam setahun kedepan diharapkan lebih banyak lagi BKM yang keluar dari zona transisi tersebut<br />
untuk menuju madani. Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan masih memiliki PR untuk<br />
menguatkan kelembagaan masyarakat agar pada tahun 2014 nanti seluruh BKM/LKM sudah pada<br />
tingkat organisasi yang dikatakan mandiri. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan<br />
diharapkan dapat terus berlanjut.<br />
1.3.2. Isu-isu Strategis<br />
a. Lambatnya Perkembangan Organisasi BKM dan UP-UP<br />
Pertumbuhan LKM/BKM menuju mandiri setiap tahun lambat, diperkirakan BKM Mandiri sulit tercapai<br />
100% pada tahun 2014. Kelemahan utama terletak pada aspek system manajemen, manajemen SDM<br />
dan hubungan eksternal(data mengenai status kemandirian BKM/LKM terlampir) Sehingga<br />
untuk meningkatkan kemandirian BKM sedapat mungkin difokuskan pada aspek system manajemen,<br />
manajemen SDM dan hubungan eksternal (kemitraan). Sedangkan pada aspek ketaatan terhadap<br />
AD/ART, manajemen keuangan dan kepemimpinan, BKM telah dinilai memadai. Namun demikian<br />
keenam aspek tersebut tetap harus diperkuat.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 13
Kinerja BKM bagus pada aspek kepemimpinan, hal ini dapat dipahami mengingat proses pemilu<br />
BKM/LKM dijalankan dengan serius secara periodik untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar<br />
dipercaya dan merepresentasikan nilai dan prinsip kemasyarakatan. Kepemimpinan yang bagus<br />
mempengaruhi implementasi visi dan misi melalui berbagai kegiatan. Sehingga visi dan misi yang<br />
tertuang dalam statute (AD/ART) menunjukkan capaian yang lebih bagus ketimbang yang lain.<br />
Demikian juga pada aspek manajemen keuangan yang menunjukkan capaian positif, disebabkan<br />
PNPM Mandiri Perkotaan memberikan porsi lebih dalam pendampingan pengelolaan keuangan selama<br />
ini. Oleh sebab itu statuta, kepemimpinan dan manajemen keuangan adalah aspek-aspek yang telah<br />
tercapai lebih baik. Namun tiga aspek yang lain selalu rendah, yaitu system manajemen (manajemen<br />
organisasi), pengelolaan SDM dan hubungan eksternal mengisyaratkan perlu perbaikan.<br />
Hal ini berarti bahwa proses pengembangan kelembagaan masyarakat tidak boleh berhenti pada<br />
terpilihnya angggota BKM/LKM melalui pemilu yang demokratis, tapi juga harus diiringi dengan<br />
pengembangan kapasitas BKM/LKM dari aspek organisasi, sistem manajemen, pengelolaan SDM dan<br />
hubungan eksternal, dikarenakan BKM/LKM mengelola kelembagaan untuk mengatasi problematika<br />
penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang relatif rumit<br />
Masih sedikit penelitian tentang kapasitas lembaga UP-UP dalam mengelola kegiatan penanggulangan<br />
kemiskinan, akan tetapi beberapa indikasi dapat ditunjukan dengan informasi yang ada. Informasi<br />
berikut dapat dijadikan patokan, laporan akhir KMP PNPM MP 2009-2011 (hal 3-14)<br />
a. Masih kurangnya pemahaman BKM/LKM (masyarakat) bahwa kegiatan ekonomi<br />
adalah bagian penting dalam menggerakan keberdayaan ekonomi masyarakat (miskin)<br />
sehingga perhatian dan upaya-upaya untuk menyelesaikan persoalan yang muncul<br />
masih belum cukup kuat dan belum intensif.<br />
b. UPK sebagai pengelola pinjaman dana bergulir idealnya dikelola oleh 2-4 orang<br />
sehingga ada ruang untuk melakukan pembinaan kepada KSM, saat ini secara nasional<br />
50% UPK hanya dikelola oleh 1 orang.<br />
c. Peran pengawas belum efektif dalam membantu BKM/LKM melakukan pengendalian<br />
terhadap kinerja UPK maupun dalam menyelesaikan persoalan tunggakan di tingkat<br />
masyarakat<br />
d. Turnover personil UPK relative cukup tinggi, insentif yang diberikan belum sebanding<br />
dengan beban pekerjaan yang cukup tinggi.<br />
Dengan demikian dapat dikatakan selain daripada kualitas SDM yang bersangkutan, jumlah orang<br />
yang mengelola kegiatan di UP-UP juga masih relatif sedikit, tidak sebanding dengan lingkup tugas<br />
yang bersangkutan. Patut diduga bahwa UP-UP selain UPK juga mengalami problem yang sama,<br />
padahal sebagai lembaga yang dianggap bertugas secara profesional yang diangkat oleh<br />
BKM/LKM/LKM, UP-UP diharapkan dapat mengelola implementasi seluruh kegiatan penanggulangan<br />
kemiskinan, menjadi eksekutor kegiatan berdasarkan kebijakan/keputusan yang dikeluarkan<br />
BKM/LKM/LKM.<br />
b. Partisipasi belum diikuti peningkatan kinerja<br />
Bila melihat capaian kuantitatif yang telah dicapai melalui proses-proses demokrasi yang dicapai oleh<br />
BKM/LKM, indikator kinerja BKM/LKM dalam membangun partisipasi tidak diragukan lagi, terbukti<br />
indicator 40% partisipasi perempuan, 40% partisipasi warga miskin, 30 % partisipasi penduduk<br />
dewasa dalam Pemilu BKM, terbangunnya BKM/LKM di setiap Desa, tersusunnya dokumen PJM<br />
Pronangkis di setiap BKM, dan terlaksananya kegiatan tridaya telah tercapai (terlampir data-data<br />
mengenai capaian KPI 2012)<br />
14 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Namun dibalik kesuksesan upaya mendorong proses partisipasi masyarakat tersebut (yang diukur<br />
dengan Key Performance indicator), masih tersisa sejumlah agenda penting peningkatan kinerja<br />
BKM/LKM sebagaimana disinggung di atas, yaitu <strong>penguatan</strong> manajemen internal organisasi, SDM dan<br />
hubungan eksternal (baik dengan Pemda, kelompok peduli, dunia usaha, masyarakat dan KSM).<br />
Ketiga hal tersebut juga harus ditingkatkan mengikuti kesuksesan meningkatnya partisipasi<br />
masyarakat.<br />
Sebagai salah satu contoh bagaimana proses demokratis dalam siklus (termasuk Pemilu<br />
BKM/LKM) belum ditransformasikan kepada masyarakat terlihat dalam fasilitasi kegiatan<br />
infrastruktur. Disana demokratisasi dalam pemilihan anggota BKM belum ditularkan oleh BKM/LKM<br />
kepada masyarakat. Temuan konsultan evaluasi (studi dampak <strong>P2KP</strong>-2-2/8 studi kajian; 2010)<br />
menyebutkan bahwa Kapasitas BKM/LKM dalam mengelola kegiatan yang didanai melalui dana BLM<br />
PNPM Mandiri Perkotaan masih menjadi catatan dan perlu diperbaiki, yaitu :<br />
BKM/LKM kurang bisa memprioritaskan dan menerapkan intervensi kegiatan infrastruktur<br />
infrastruktur dalam hal: (1) sesuai dengan kebutuhan masyarakat obyektif (khususnya kaum<br />
miskin setempat), dan (2) sesuai dengan standar <strong>teknis</strong> yang diperlukan, tanpa bimbingan<br />
substantif dan kompeten, serta pengawasan melalui proyek manajemen<br />
Manajemen BKM/LKM (yang secara informal memiliki ikatan yang kuat dengan RT/RW),<br />
cenderung untuk menghindari kecemburuan antar wilayah dengan membagi rata semua BLM ke<br />
semua wilayah bukan berdasarkan prioritas<br />
Demikian juga dalam Pengelolaan Kegiatan Sosial, yang ternyata, sebagian besar berjalan baik,<br />
apabila dijalankan dengan pola-pola yang sama seperti ketika dikerjakan oleh lembaga-lembaga<br />
lama seperti PKK atau Ormas seperti lembaga muslimat NU. Hal ini sering terjadi akibat masih<br />
minimnya pengakuan masyarakat atas BKM/LKM sebagai lembaga kemasyarakatan setempat,<br />
BKM/LKM masih dipandang sebagai penyalur dana BLM saja<br />
Dalam proses sikluspun ternyata diperoleh bukti bahwa laki-laki lebih berpendidikan, kaya, dan<br />
pejabat lebih mungkin untuk terpilih menjadi anggota BKM/LKM - organisasi masyarakat di<br />
kelurahan yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya UPP2. Demikian juga<br />
dengan keterlibatan perempuan yang pada umumnya di KSM ekonomi lebih memungkinkan,<br />
sedangkan di BKM/LKM masih relatif sedikit. Disini terlihat partisipasi belum sepenuhnya<br />
berhasil dibangun tanpa diskriminasi.<br />
c. KSM sebatas pengelola BLM; Tridaya belum terintegrasi meningkatkan IPM<br />
Bagaimana dengan KSM? banyak temuan menunjukan bahwa KSM belum menjadi wadah utama<br />
penanggulangan kemiskinan di tingkat komunitas yang paling kecil. Keberadaannya masih banyak<br />
berhenti pada pengelolaan dana BLM kegiatan. Sehingga KSM sering disebut juga sebagai pengelola<br />
kegiatan instan karena kehadiran BLM tidak dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Padahal melalui<br />
KSM lah diharapkan tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, kepedulian dan menjadi wadah bagi seluruh<br />
masyarakat utamanya masyarakat miskin untuk memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan<br />
mereka secara mandiri.<br />
BKM/LKM yang bagus adalah kunci bagi terciptanya keberlanjutan program dan kepuasan penerima<br />
manfaat warga miskin baik yang tergabung dalam KSM maupun tidak. Salah satu indicator kepuasan<br />
adalah meningkatnya taraf hidup. Peningkatan taraf hidup ditandai dengan terpenuhinya sejumlah<br />
kebutuhan dasar seperti perumahan, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan seperti yang<br />
disebutkan dalam MDGs. Sedangkan untuk mengukur pencapaian kualitas manusianya, digunakan<br />
ukuran IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang terdiri dari peningkatan angka harapan hidup,<br />
pendidikan dan daya beli. Kebutuhan dasar dan kualitas SDM tersebut didorong untuk dicukupi<br />
menggunakan potensi yang dimiliki masyarakat sendiri. Potensi-potensi tersebut beragam bentuknya,<br />
ada yang berupa dana, gagasan, tenaga, <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> maupun jaringan kerjasama.<br />
Melalui PNPM Mandiri Perkotaan, semua potensi (terutama jaringan kerjasama) diasah untuk<br />
mengakses sumberdaya fisik, sumberdaya alam, aset, dan kesempatan untuk mempengaruhi<br />
lembaga-lembaga kunci agar terlibat memikirkan cara mengurangi kemiskinan. Dengan demikian,<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 15
kegiatan tridaya, baik infrastruktur, ekonomi produktif maupun kegiatan <strong>sosial</strong> tidak<br />
hanya mengemban amanah untuk menguatkan kapasitas manusia (human capital) tetapi juga<br />
menguatkan komunitas (social capital). Kekuatan kapasitas manusia dan <strong>modal</strong> social merupakan<br />
landasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, daya beli dan taraf hidup.<br />
KSM-KSM yang bekerja pada tiga bidang tridaya, baik infrastruktur, ekonomi maupun social<br />
seharusnya memikirkan bagaimana output kegiatannya berdampak terhadap warga msikin PS-2<br />
secara terintegrasi. Oleh sebab itu KSM-KSM memerlukan perluasan jaringan kerjasama antar bidang<br />
(lingkungan-ekonomi-<strong>sosial</strong>) agar penanggulangan kemiskinan tertangani menyeluruh,<br />
tidak parsial. Sebab semua kegiatan yang dilaksanakan oleh KSM berorientasi untuk meningkatkan<br />
kapasitas SDM yang diukur dengan standar IPM.<br />
Pemanfaatan kegiatan infrastruktur berkaitan dengan peningkatan daya beli masyarakat ketika<br />
mempermudah akses warga miskin dari lokasi pengambilan hasil bumi ke lokasi pemasaran (seperti<br />
jembatan, jalan dan sarana transportasi lain). Pembangunan infrastruktur juga meningkatkan<br />
pelayanan kesehatan ketika sarana kesehatan (posyandu/poskesdes) yang dibangun mendekatkan<br />
warga miskin terhadap layanan kesehatan, serta meningkatkan kesehatan warga PS-2 secara<br />
langsung melalui pembangunan drainase, sanitasi, air bersih, pengolah limbah, daur ulang sampah<br />
maupun MCK. Pembangunan infrastruktur juga berkontribusi pada peningkatan pendidikan melalui<br />
pembangunan/perbaikan sarana pendidikan di PAUD, TK dan SD.<br />
Pencapaian IPM sebagai indicator kesejahteraan manusia berada di tangan para KSM-KSM yang<br />
menangani kegiatan tersebut. Seperti diketahui, IPM mengandung tiga komponen penting, yaitu<br />
peningkatan angka harapan hidup, kualitas pendidikan dan peningkatan daya beli. Ketiga komponen<br />
tersebut dapat dicapai melalui kinerja KSM-KSM, baik KSM ekonomi, KSM social maupun KSM<br />
infrastruktur secara bersama-sama, sebab semua KSM memiliki kontribusi untuk menyumbang<br />
pencapaian IPM dengan kadarnya masing-masing.<br />
Untuk mencapai peningkatan IPM secara lebih komprehensif, maka seluruh kegiatan KSM mesti<br />
dibenahi agar berkorelasi dengan IPM lebih tinggi lagi, baik secara langsung maupun tidak.<br />
Kontribusi masing-masing KSM terhadap IPM dapat dijembatani dengan <strong>penguatan</strong><br />
kapasitas KSM dan mengupayakan jaringan kerjasama antar KSM secara terkoneksi dan<br />
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak (terutama SKPD dan Dunia Usaha) dengan<br />
memperbaiki hubungan eksternal BKM agar KSM tidak lagi distigmasisasi sebagai<br />
pengelola dana BLM (terlampir Data mengenai kegiatan KSM yang berkontribusi<br />
terhadap IPM)<br />
KSM ideal tumbuh bersama masyarakat dan menguatkan <strong>modal</strong> social. Hampir semua kegiatan<br />
masyarakat yang ber<strong>modal</strong> social kuat dibatasi oleh norma-norma yang mengikat. Segala jenis<br />
kegiatan social yang diselenggarakan oleh masyarakat bermaksud untuk memperkuat rasa saling<br />
percaya, kerjasama dan kebersamaan. Sebagai contoh, jika salah seorang warga sedang<br />
menyelenggarakan hajatan para tetangga pasti berdatangan untuk saling membantu. Sejumlah<br />
peristiwa penting dalam kehidupan amat dihormati dan dianggap harus dibantu dengan semangat<br />
gotong royong, baik pada saat senang maupun susah. Peristiwa yang mendapat tempat di hati<br />
masyarakat tersebut antara lain perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, pesta syukuran atau saat<br />
mengalami musibah, sakit, dan meninggal dunia. Semua tetangga bahu-membahu memberikan<br />
bantuan tanpa pamrih dengan satu alasan untuk menolong. Seluruh tradisi tersebutlah yang<br />
melatarbelakangi kelahiran KSM-KSM untuk tumbuh dan berkembang.<br />
Selain kejadian-kejadian penting dalam kehidupan, masyarakat juga menyelenggarakan sendiri<br />
pertemuan-pertemuan tatap muka rutin untuk memperkuat tenggang rasa, memenuhi kebutuhan dan<br />
memecahkan persoalan bersama. Pertemuan-pertemuan tersebut berupa arisan, pengajian,<br />
pertemuan kelompok profesi (petani, nelayan, ojek, pedagang, tukang sayur dsb). Bahkan dewasa ini<br />
program-program pembangunan dihamparkan di atas paguyuban-paguyuban yang berlandaskan<br />
solidaritas dan tenggang rasa itu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan.<br />
16 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Dalam bidang kesehatan melalui posyandu atau pengobatan gratis serta dalam bidang pendidikan<br />
melalui sarana pendidikan, beasiswa maupun biaya pendidikan. Karena itu PNPM Mandiri Perkotaan<br />
mendorong agar kegiatan social mampu menjawab peningkatan kapasitas manusia bertumpu pada<br />
mata pencaharian, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, serta akses<br />
terhadap sumberdaya.<br />
d. KBK<br />
Komunitas Belajar Kelurahan dicita-citakan sebagai ladang persemaian <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> diluar BKM.<br />
Sifatnya sebagai forum pembelajaran yang berfungsi sebagai penyeimbang BKM dalam mengambil<br />
keputusan penanggulangan kemiskinan. Sebagai arena pembelajaran, komunitas tersebut juga<br />
bersifat cair, fleksible, dan terbuka diikuti oleh orang-orang yang peduli persoalan kemiskinan.<br />
Sebagai Community Learning Centre, KBK menghadapi dua hal, yang pertama, belum diyakininya<br />
KBK oleh program sebagai salah satu instrumen penting pengelolaan penanggulangan kemiskinan di<br />
tengah masyarakat. Kedua, konsepsi KBK belum dapat dikejawantahkan secara operasional sehingga<br />
menyulitkan para pelaku untuk mengimplementasikan konsep tersebut.<br />
e. Kelemahan Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas<br />
Secara umum program ini telah mengembangkan suatu sistem pengelolaan transparansi dan<br />
akuntabilitas program di tingkat BKM/LKM/LKM. Ada cukup banyak instrumen yang dapat<br />
dipergunakan untuk melihat sejauhmana BKM/LKM telah menerapkan transparansi dan akuntabilitas<br />
dalam pengelolaan programnya, antara lain melalui:<br />
1) Kinerja Pengelolaan Keuangan UPK dan Sekretariat<br />
2) Audit internal (melalui Review Keuangan)<br />
3) Audit Eksternal (oleh auditor independen)<br />
Secara umum kinerja keuangan baik dari sisi laporan keuangan UPK dan sekretariat, Review telah<br />
menunjukkan perkembangan yang berarti, dengan kata lain menggambarkan tumbuhnya kesadaran<br />
transparansi dan jaminan akuntabilitas masyarakat dalam mengelola dana bantuan secara langsung.<br />
Keterbatasan pelaksanaan audit yang terjadi adalah berkaitan dengan ketepat waktuan dalam<br />
melaksanakan audit. Beberapa aspek yang berpengaruh kuat adalah ketersediaan KAP dan biaya<br />
audit. Sejumlah kota/kabupaten mempunyai kontribusi yang nyata dalam kondisi ini, yaitu dengan<br />
mendukung sebagian biaya pengauditan melalui APBD setempat. Beberapa kelemahan sebagaimana<br />
ditulis dalam laporan akhir KMP adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<br />
Kelemahan yang ada baik pada pihak konsultan maupun di masyarakat berkaitan dengan perilaku<br />
dalam melakukan pendampingan kepatuhan terhadap aturan seperti masalah cash in hand,<br />
tranparansi maupun akuntabilitas. Sehingga hal ini berdampak pada capaian indikator kinerja;<br />
baik Sekretariat maupun UPK, termasuk terdapatnya kasus-kasus yang dilakukan mulai dari<br />
masyarakat, UPK dan BKM/LKM sampai ke konsultan. Di samping itu hasil audit masih terdapat<br />
UPK dengan opini AO dan Disclaimer.<br />
Kelemahan yang lain ditunjukkan oleh beberapa hal antara lain: Kerjasama tim Faskel Ekonomi<br />
dan Tim Korkot masih lemah dalam pengendalian kegiatan. Hal ini membawa implikasi yang<br />
besar terhadap kualitas pengembangan kapasitas masyarakat, akurasi data penilaian kinerja<br />
keuangan, dan kemampuan memperkokoh kelembagaan BKM/LKM/LKM untuk mampu<br />
memfasilitasi kebutuhan masyarakat miskin dengan optimal.<br />
Perkembangan yang berarti tersebut di satu sisi, dan di sisi yang lain masih belum cukup<br />
terinternalisasinya kelembagaan pengelolaan transparansi dan akuntabilitas di tingkat BKM/LKM/LKM,<br />
menunjukan bahwa masih ada masalah dalam hal ini.<br />
f. Pengelolaan Kegiatan Kemitraan<br />
Keberlanjutan kegiatan ditentukan oleh seberapa banyak kemitraan telah dilakukan oleh BKM.<br />
Semakin banyak mitra kerjasama, maka semakin cerah masa depan pengelolaan kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />
Mengingat pembangunan dan pemenuhan kebutuhan dasar tidak pernah akan ada habisnya. Mitra<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 17
kerjasama yang berkompeten di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan SDM amat diperlukan<br />
oleh BKM untuk menjaga kesinambungan penanggulangan kemiskinan.<br />
1.4. Prinsip dan Pendekatan<br />
Untuk peningkatan IPM secara langsung dapat diupayakan terlebih dahulu melalui revitalisasi<br />
kegiatan sebab pada prinsipnya seluruh kegiatan berkaitan langsung dengan peningkatan IPM<br />
bersama dengan kegiatan ekonomi produktif. Kegiatan social yang disupport secara <strong>teknis</strong> oleh PNPM<br />
Mandiri Perkotaan mesti mengikuti kaidah-kaidah yang telah diatur dalam ketentuan Pedoman Umum<br />
dan Petunjuk Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Prinsip-prinsip yang menjadi koridor bagi<br />
kegiatan Sosial tersebut adalah :<br />
1. Penguatan Modal <strong>sosial</strong> melalui Penguatan Kelembagaan Masyarakat antara lain dengan:<br />
a. Pemberdayaan masyarakat untuk kemandirian masyarakat. Strategi penanggulangan<br />
kemiskinan nasional telah terbagi menjadi 4 klaster, yang memperjelas domain PNPM pada<br />
klaster yang kedua sebagai program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan. Pola<br />
kegiatannya berupa fasilitasi pembelajaran, penyadaran, pelibatan masyarakat dan <strong>penguatan</strong><br />
peran Pemda secara mandiri dalam pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan.<br />
PNPM Mandiri Perkotaan menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai pilihan strategi<br />
utama dengan berfokus pada jalur Tridaya (bidang <strong>sosial</strong>, infrastruktur, dan ekonomi).<br />
Kegiatan Sosial sebagai salah satu dari tiga bidang yang difasilitasi oleh PNPM Mandiri<br />
Perkotaan, diharapkan memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kemandirian<br />
masyarakat miskin berpegang pada prinsip:<br />
i. Pembelajaran terhadap komunitas, dan pihak terkait lainnya tentang penyelesaian masalah<br />
dengan berpartisipasi memberi dukungan nyata dalam pelaksanaan kegiatan.<br />
ii. pembelajaran terhadap keluarga/jiwa miskin terkait penyelesaian masalah dengan melakukan<br />
perubahan mindset/paradigma, kebiasaan, etos, dan budaya kemiskinan, dll.<br />
b. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelembagaan,<br />
agar seluruh norma dan nilai yang ditawarkan program termasuk di dalamnya organisasi<br />
kemasyarakatan dan pranata yang sudah dibangun, menjadi bagian masyarakat. Termasuk<br />
prinsip dalam konsteks ini ada memberikan perlindungan hukum bagi Kelembagaan masyarakat<br />
yang sudah dibangun untuk dapat mengelola asset dan program penanggulangan kemiskinan<br />
secara berkelanjutan<br />
c. Kemitraan untuk menjaga kesinambungan program. Seluruh kegiatan social akan terjaga<br />
keberlanjutannya jika dilaksanakan bermitra dengan berbagai pihak mulai dari level local,<br />
regional bahkan global. Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan yang terpenting adalah<br />
bermitra dengan Pemda, Perguruan Tinggi dan dunia Usaha. Sebab ketiga kompartemen<br />
tersebut yang paling realistis diajak mewujudkan kerjasama jangka panjang di level kab/kota.<br />
Pemda, Masyarakat dan Dunia Usaha, adalah tiga pilar pembangunan yang memiliki tanggung<br />
jawab sama untuk melayani kebutuhan masyarakat.<br />
d. Menggunakan Jaringan Relawan. Untuk mendorong agar kegiatan social lebih berjangka<br />
penjang maka selain menggalang kemitraan, juga mengorganisasikannya dalam jaringan<br />
relawan yang telah mengakar. Di dalam jaringan relawan tersebut telah terdapat spesialisasi<br />
pembagian kerja seperti relawan kesehatan, relawan pendidikan, relawan pertanian, relawan<br />
perikanan, relawan lingkungan dst. Relawan-relawan tersebut dapat berperan sendiri sebagai<br />
penghubung antar komunitas (bridge volunteer) maupun tergabung dalam berbagai komunitas<br />
seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kelompok nelayan maupun paguyuban lainnya.<br />
Upaya untuk mendidkusikan peran-peran relawan dapat dilakukan dalam Komunitas Belajar<br />
Kelurahan (KBK) terkait pembahasan rencana kerja, masukan dan keluaran program. Untuk<br />
memahami lebih lanjut urgensi jaringan relawan dan KBK telah tersedia Pedoman Teknis KBK.<br />
2. Pengembangan Kegiatan yang pro-poor dan berorientasi kepada IPM & MDG's, antara lain<br />
melalui:<br />
a. Sesuai dengan Kegiatan yang diprogramkan dalam PJM Pronangkis yang diproses melalui<br />
Pemetaan Swadaya dan rutin diverifikasi melalui review/tinjauan partisipatif<br />
18 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
. Bermanfaat langsung bagi KK Miskin yang tercatat dalam PS2, bukan pemanfaat tidak<br />
langsung. Mereka adalah Pemanfaat Usia Sekolah, Usia Produktif dan Tidak Produktif<br />
c. Mampu menggalang swadaya masyarakat dan merekatkan solidaritas social dalam<br />
perencanaan, pelaksanaan dan monitoringnya. Memastikan KSM Sosial bukan kepanitiaan baru<br />
tetapi telah berpengalaman menjalankan aktivitas <strong>sosial</strong>. Kegiatan <strong>sosial</strong> yang akan<br />
dilaksanakan masyarakat harus dipastikan mengandung perlakuan pra dan pasca kegiatan,<br />
sehingga kegiatan yang dilakukan tidak “numpang lewat” dalam kehidupan masyarakat.<br />
Kegiatan ada sewaktu dilaksanakan (awal) saja, namun kemudian menghilang setelah acara<br />
selesai. Mencegah terjadinya hal tersebut maka dilakukan Internalisasi kegiatan ke dalam<br />
sistem <strong>sosial</strong> yang ada, antara lain sistem; keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat,<br />
keagamaan, dll. Tantangan utamanya adalah menjadikan aktivitas penanggulangan kemiskinan<br />
sebagai bagian kehidupan masyarakat, sehingga pelaksanaan program akan berjalan seiring<br />
dinamika kehidupan masyarakat pula. Pelaksanaan kegiatan mesti terpola dalam sistem,<br />
teratur dan menggerakkan semua potensi sumber daya yang ada seperti memaksimalkan<br />
kerjasama, mengoptimalkan keswadayaan, serta menggalang kemitraan strategis. Semua itu<br />
merupakan langkah nyata untuk merencanakan keberlanjutan program. Indikator pelaksanaan<br />
prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM/panitia:<br />
i. Pembangunan KSM/panitia melibatkan lembaga/organisasi, individu/keluarga dan jaringan<br />
social yang sudah aktif melakukan kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />
ii. Pelaksanaan kegiatan sudah melakukan kerjasama dengan lembaga/organisasi<br />
kemasyarakatan, <strong>sosial</strong>, keagamaaan, dll setempat.<br />
iii.<br />
Menjalin kemitraan dengan pihak lain diluar komunitas: pemerintah daerah, perusahaan<br />
swasta, dll untuk melaksanakan program, mensinergikan program, dll.<br />
d. Berkelanjutan, artinya bukan kegiatan instant dan berjangka pendek. Sebab kebutuhan dasar<br />
KK miskin yang harus dilayani bersifat menerus. Hal-hal yang membuat kegiatan berjangka<br />
panjang adalah kejelasan pengelola, dukungan financial dan kemitraan dengan pihak ketiga,<br />
baik SKPD maupun CSR atau sumber lain<br />
e. Mendukung Program Perlindungan Sosial Cluster I seperti Beasiswa miskin, Program Keluarga<br />
Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),<br />
dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Cluster IV Program Serba Murah, yaitu Program<br />
Rumah Sangat Murah, Transportasi umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik Murah dan<br />
hemat, serta Program Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Masyarakat Miskin Perkotaan. Tidak<br />
menutup kemungkinan program di cluster I dan IV berjalan di kelurahan yang sama sehingga<br />
akan lebih bermanfaat jika dijalankan dengan skema PNPMMP.<br />
f. Membuka Lapangan Kerja dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan Sosial yang membuka<br />
lapangan kerja baru lebih diprioritaskan karena selain bermanfaat bagi banyak KK miskin juga<br />
memberi pemasukan (income) kepada banyak jiwa yang ditanggung oleh masing-masing KK<br />
tersebut. Pada gilirannya akan meningkatkan daya beli. Dengan daya beli yang tinggi akan<br />
memberi kesempatan untuk memilih akses sumberdaya dan pelayanan (terutama pendidikan,<br />
kesehatan dan asupan gizi). Bentuk kegiatan social yang meningkatkan pendapatan dan daya<br />
beli dimulai dari pelatihan open menu sesuai kebutuhan masyarakat. Jenis-jenis pelatihan yang<br />
disesuaikan dengan mata pencaharian dan potensi masyarakat akan berpeluang memperluas<br />
usaha dan otomatis membuka lapangan kerja baru diprioritaskan seperti pelatihan ketrampilan<br />
dan kewirausahaan yang harus disambung dengan pembentukan KSM ekonomi produktif<br />
g. berkaitan dengan peningkatan kesehatan otomatis akan meningkatkan Angka Harapan Hidup<br />
sebagamana ditargetkan IPM. Semakin sehat seseorang akan makin panjang harapan<br />
hidupnya, sehingga makin produktif sebagai manusia sejahtera. Adapun area-area strategis<br />
yang digarap mestinya juga berkaitan dengan target-target MDGs seperti memberantas<br />
kelaparan (MDGs 1), mengurangi kematian anak (MDGs 4), meningkatkan kesehatan ibu<br />
(MDGs 5), melawan penyakit menular malaria dan HIV (MDGs 6), serta menjaga daya dukung<br />
lingkungan hidup (MDGs 7) yang sehat sebagai habitat hidup jangka panjang.<br />
h. Berkaitan dengan pendidikan sebagai prioritas untuk meningkatkan kapasitas SDM sebagai<br />
salah satu kebutuhan primer yang ditargetkan dalam IPM. Sebagai target ketiga, pendidikan<br />
berniat menjadikan masyarakat terdidik sejak usia sekolah. Dalam MDGs pendidikan diletakkan<br />
pada target ke 2 dan ke-3 yaitu pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan dan tidak<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 19
ada diskriminasi gender untuk mendapatkannya. Anak perempuan dan laki-laki memiliki<br />
kesempatan yang sama untuk sekolah.<br />
20 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB II<br />
MEKANISME PENGUATAN<br />
KELEMBAGAAN MASYARAKAT<br />
PNPM MANDIRI PERKOTAAN<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 21
2.1. Pengertian<br />
Yang dimaksud dengan <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah<br />
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang telah dibangun<br />
agar dapat diterima sebagai sebuah norma dan perilaku baru di masyarakat dalam rangka<br />
melestarikan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis nilai.<br />
2.2 Tujuan<br />
Secara prinsip <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat tidak ditujukan untuk mengembangkan<br />
kelembagaan yang baru, akan tetapi menginternalisasi kelembagaan yang sudah berhasil dibangun<br />
oleh PNPM Mandiri Perkotaan dan meningkatkan kapasitasnya untuk dapat melanjutkan upaya<br />
penanggulangan kemiskinan. Tujuan dari Penguatan kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri<br />
perkotaan adalah:<br />
1. Memperkuat, meningkatkan dan melestarikan kapasitas kelembagaan masyarakat yang sudah<br />
dibangun PNPM MP agar menjadi milik masyarakat<br />
2. Meningkatkan kapasitas lembaga masyarakat yang ada agar mampu meningkatkan kualitas dan<br />
kuantitas pelayanan dasar bagi masyarakat miskin<br />
3. Memperkuat Pranata Lokal masyarakat yang telah terbangun sebagai dasar untuk keberlanjutan<br />
upaya penanggulangan kemiskinan<br />
2.3 Sasaran<br />
Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat<br />
ini antara lain:<br />
Terbentuknya pranata lokal yang sudah diinisiasi oleh BKM/LKM dan terinternalisasi dengan baik di<br />
tingkat masyakat ditunjang oleh :<br />
a. kembalinya fungsi BKM/LKM sebagai board of trustee dan UP-UP sebagai pelaksana<br />
operasional kegiatan<br />
b. Terbentuknya forum relawan dan juga relawan berdasarkan minat (relawan sektoral), sebagai<br />
mitra kerja BKM/LKM dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat<br />
miskin.<br />
c. Tumbuh kembangnya KBK sebagai sarana pembelajaran bersama masyarakat dan<br />
pelembagaan nilai<br />
2.4. Elemen dan Substansi Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />
Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, maka setidaknya ada 2 (dua) elemen penting <strong>penguatan</strong><br />
kelembagaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan, elemen tersebut adalah 1) Elemen<br />
Organisasi Masyarakat dan 2) Elemen Pranata yang sudah dibangun, sebagaimana diilustrasikan<br />
dengan skema sebagai berikut:<br />
2.4.1. Penguatan Lembaga/Organisasi Masyarakat<br />
Salah satu sasaran dalam PNPM Mandiri Perkotaan disebutkan terbangunnya Lembaga Keswadayaan<br />
Masyarakat yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan<br />
berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. Hal ini dilakukan di level desa/kelurahan,<br />
akan tetapi sebenarnya pengembangan lembaga kemasyarakatan di PNPM Mandiri Perkotaan<br />
dilakukan di berbagai level mulai dari komunitas yang paling kecil. Berikut adalah elemen dan<br />
substansi <strong>penguatan</strong> lembaga di PNPM Mandiri Perkotaan diberbagai level:<br />
1. BKM/LKM:<br />
a. Penajaman peran BKM/LKM dalam nangkis<br />
b. Memberikan perlindungan hukum kepada BKM melalui peraturan daerah atau surat<br />
keputusan kepala daerah apabila diperlukan sesuai dengan kondisi masing-masing Pemda<br />
c. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen<br />
d. BKM mampu menjalankan manajemen organisasi, baik dalam aspek POAC (planning,<br />
organizing, actuating dan controlling) maupun memperkuat unsure-unsure organisasi (men,<br />
money, material, dan time)<br />
22 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
e. Internalisasi AD & ART<br />
f. Perbaikan sistem kearsipan dan sistem database BKM/LKM<br />
g. Peningkatan kapasitas cara membuat keputusan<br />
h. Peningkatan Pemahaman soal indikator kemandirian LKM dan juga review kelembagaan<br />
2. UP-UP (bekerjasama dgn unit lain):<br />
a. Peningkatan pemahaman soal organisasi dan manajemen sesuai tupoksinya<br />
b. Peningkatan jumlah personil<br />
c. Perbaikan sistem kearsipan dan database UP-UP<br />
d. Peningkatan kapasitas pembinaan untuk KSM<br />
3. KSM (a.l program PPMK):<br />
a. Peningkatan kapasitas kelembagaan KSM (Organisasi dan manajemen)<br />
b. Peningkatan pelatihan keterampilan<br />
c. Pengembangan usaha produktif<br />
Pengembangan organisasi/lembaga masyarakat di berbagai level tersebut diharapkan dapat menjadi<br />
lembaga yang mampu melahirkan kebijakan/keputusan yang berpihak pada masyarakat miskin, dan<br />
yang utama adalah menjadi pengelola penanggulangan kemiskinan di berbagai level. Dalam hal ini<br />
<strong>penguatan</strong> lembaga masyarakat akan bertumpu di level kelurahan dan kecamatan.<br />
2.4.2 Penguatan Kepranataan lokal Masyarakat<br />
Merujuk pada pengertian tentang kelembagaan masyarakat, maka kelembagaan masyarakat dan<br />
sering juga disebut sebagat pranata dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan adalah sekumpulan<br />
jaringan dari relasi <strong>sosial</strong> yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki<br />
aturan dan norma, serta memiliki struktur di dalam PNPM Mandiri Perkotaan dan diikuti dengan kata<br />
kerja. Sehingga di dalam PNPM Mandiri Perkotaan, yang disebut dengan kelembagaan tentu bukan<br />
hanya organisasi yang di bentuk saja, akan tetapi mencakup aturan main, nilai-nilai dan norma yang<br />
membentuk relasi <strong>sosial</strong>, interaksi <strong>sosial</strong> sebagai akibat dari proses pembelajaran di masyarakat dan<br />
kegiatan penanggulangan kemiskinan itu sendiri.<br />
Berdasarkan pengertian tersebut, dengan asumsi bahwa kelembagaan tersebut merupakan proses<br />
pembelajaran masyarakat dan kemudian menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat dalam<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 23
pengelolaan penanggulangan kemiskinan dan demikian juga tertulis di dalam Pedoman, maka ada<br />
beberapa pranatan yang berhasil PNPM Mandiri Perkotaan bangun, antara lain :<br />
1. Penetapan dan Penguatan Siklus Pembangunan partisipatif<br />
2. Penetapan dan <strong>penguatan</strong> mekanisme pengelolaan kegiatan Tridaya (fokus secara eksplisit<br />
menetapkan syarat KK miskin/PS-2 sebagai penerima manfaat BLM)<br />
a. Pengelolaan kegiatan Infrastruktur (kerjasama dgn unit infra)<br />
b. Pengelolaan kegiatan Sosial<br />
c. Pengelolaan kegiatan Ekonomi (kerjasama dgn unit Kredit Mikro)<br />
3. Penetapan dan <strong>penguatan</strong> Pengelolaan transparansi dan akuntabilitas (kerjasama dgn unit<br />
Manajemen Keuangan)<br />
4. Pengembangan Forum Relawan dan Relawan Sektor<br />
5. Pengembangan kegiatan KBK<br />
6. Pengembangan kesiapan lembaga untuk kemitraan (kerjasama dengan unit LG)<br />
Keterkaitan antar elemen tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:<br />
2.5. Prasyarat Keberlanjutan Kelembagaan Masyarakat<br />
Kelembagaan masyarakat adalah faktor penting yang dapat mendorong keberlanjutan<br />
penanggulangan kemiskinan. Agar kelembagaan tersebut dapat menjamin keberlanjutan, maka ada<br />
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain:<br />
1. Legitimasi yang kuat; Organisasi dan juga pranata yang ada, memiliki legitimasi yang kuat di<br />
tingkat masyarakat, dipercaya sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri<br />
2. Dapat diterima oleh semua pihak; Artinya kelembagaan masyarakat tersebut dapat diterima,<br />
tidak menimbulkan resistensi oleh seluruh multipihak yang berkepentingan dalam penanggulangan<br />
kemiskinan<br />
3. Mudah dan dapat diaplikasikan; Tentu saja kelembagaan masyarakat tersebut, mudah dan<br />
dapat diaplikasikan, tidak membutuhkan teknologi dan pengetahuan yang terlalu rumit<br />
24 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
4. Dapat direplikasikan; Hal lain adalah dapat dengan mudah direplikasi di bagian wilayah yang<br />
lain tanpa membutuhkan fasilitasi yang terlalu rumit<br />
5. Terinternalisasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan; Terinternalisasi dengan baik di<br />
tingkat masyarakat selain secara pemahaman dan yang lebih penting diwujudkan dalam kegiatan<br />
yang bersifat rutin<br />
2.6. Manajemen Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />
2.6.1 Indikator dan Target Penguatan Kelembagaan Masyarakat<br />
Untuk mengukur keberhasilan proses <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat, maka perlu ada indikator<br />
yang disepakati. Indikator ini mencakup elemen-elemen <strong>penguatan</strong> kelembagaan sebagaimana<br />
disampaikan sebelumnya.<br />
NO ASPEK INDIKATOR<br />
TARGET<br />
2012 2013<br />
1. Organisasi<br />
a BKM/LKM Seluruh BKM/LKM telah dilatih <strong>penguatan</strong><br />
kelembagaan BKM/LKM<br />
Tingkat perkembangan organisasi BKM/LKM<br />
Mandiri<br />
Administrasi dan sekretariat BKM/LKM<br />
tertata sesuai dengan standar yang<br />
ditetapkan<br />
100% BKM/LKM<br />
50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
Terdapat Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
b UPS Seluruh UPS telah dilatih <strong>penguatan</strong> UPS 100% UPS<br />
Ter<strong>sosial</strong>isasikannya SOP Keg <strong>sosial</strong><br />
100% UPS<br />
Terlaksananya kegiatan <strong>sosial</strong> sesuai SOP 70%<br />
1. Kepranataan lokal<br />
a<br />
Mekanisme<br />
Pelaksanaan<br />
kegiatan<br />
Ditetapkannya mekanisme pelaksanaan<br />
kegiatan yang menjamin ketepatan sasaran<br />
PS-2, sebagai pranata setempat<br />
50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
b<br />
Penguatan<br />
Relawan<br />
Terbentuknya forum Relawan dan relawan<br />
sektor<br />
50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
s KBK Terbentuknya KBK 50% BKM/LKM 100%<br />
BKM/LKM<br />
Terlaksananya forum pertemuan KBK rutin 50% BKM/LKM 70% BKM/LKM<br />
2.6.2. Langkah-langkah<br />
Langkah-langkah <strong>penguatan</strong> kelembagaan masyarakat secara umum dapat dikembangkan sesuai<br />
dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Langkah-langkah ini juga harus simultan dan<br />
juga bersinergi dengan langkah-langkah pelaksanaan siklus di masyarakat, diupayakan untuk tidak<br />
overlap dengan kegiatan yang lain. Rumusan langkah yang akan disampaikan berikut hanya sebagai<br />
guidance yang diharapkan dapat membantu agar elemen-elemen proses <strong>penguatan</strong> kelembagaan<br />
secara substansi terpenuhi. Langkah-langkah ini juga dapat berkembang sesuai dengan<br />
perkembangan dan proses pembelajaran di tingkat masyarakat. Langkah-langkah tersebut, secara<br />
umum dapat digambarkan secara skematis melalui:<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 25
2.6.3 Delivery System<br />
Untuk menjamin bahwa seluruh pelaku dapat memahami konsep <strong>penguatan</strong> kelembagaan<br />
masyarakat ini maka dikembangkan Sistem "delivery" sebagaimana berikut:<br />
26 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
2.6.4. Mekanisme Pengendalian<br />
PELAKU QA QC & FEEDBACK<br />
TOR KMP<br />
Strategi Operasional<br />
KMP<br />
TA CO & S<br />
KMP<br />
Menyusun Workplan bidang<br />
CO & S<br />
Menyusun Petunjuk <strong>teknis</strong><br />
kelembagaan dan pengelolaan<br />
keg <strong>sosial</strong><br />
Sosialisasi melalui EGM,<br />
Pelatihan dan supervisi CB<br />
Pengendalian berbasis SIM<br />
dan WEB<br />
Supervisi CB<br />
Evaluasi kinerja TA KMW<br />
Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi<br />
konsep Kelembagaan & Keg<br />
Sosial<br />
TA Sos & TA Pelatihan<br />
KMW<br />
Korkot & Askot CD<br />
Menyusun Workplan<br />
tingkat KMW bidang CO<br />
& S<br />
Men<strong>sosial</strong>isasikan SOP<br />
kelembagaan dan keg<br />
<strong>sosial</strong> melalui KBIK dan<br />
platihan khusus<br />
Menyusun Workplan<br />
tingkat KMW bidang CO<br />
& S<br />
Men<strong>sosial</strong>isasikan SOP<br />
kelembagaan dan keg<br />
<strong>sosial</strong> melalui KBIK dan<br />
platihan khusus<br />
LAPORAN<br />
Pengendalian berbasis SIM<br />
dan WEB<br />
Supervisi kepada Korkot<br />
Evaluasi Kinerja bidang CO &<br />
S<br />
Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi bid<br />
CO & S kepada tim korkot<br />
LAPORAN<br />
Pengendalian berbasis SIM<br />
dan WEB<br />
Supervisi kepada tim faskel<br />
Evaluasi Kinerja bidang CO<br />
& S tim faskel<br />
Pengendalian <strong>sosial</strong>isasi bid<br />
CO & S kepada tim korkot<br />
Tim Faskel & esp<br />
Faskel <strong>sosial</strong><br />
LAPORAN<br />
Pengelolaan Kegiatan<br />
<strong>penguatan</strong><br />
kelembagaan dan keg<br />
<strong>sosial</strong><br />
MASYARAKAT (esp<br />
LKM & UPS)<br />
Implementasi<br />
Penguatan<br />
kelembagaan Implementasi<br />
Implementasi dan<br />
kegiatan <strong>sosial</strong><br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 27
28 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
BAB III<br />
KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL<br />
DAN BERORIENTASI IPM<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 29
3.1. Urgensi Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />
Lemahnya <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> adalah akar pesoalan yang menggoyahkan kemandirian. Penyebabnya adalah<br />
pengambilan keputusan terpengaruh kepentingan, tidak adil, tidak transparan, dan tidak memihak<br />
kepada si miskin. Pengelola tidak dipilih dengan benar, hanya menjadi perpanjangan tangan pihakpihak<br />
yang menanamkan kepentingan. Akibatnya keputusan yang dibuat mengutamakan kepentingan<br />
pihak-pihak yang berpengaruh, sehingga kerap diabaikan oleh masyarakat. Dampaknya lembaga<br />
mengalami krisis kepercayaan, yang membuatnya tidak sempat mengembangkan pemimpin<br />
berintegritas. Lambat laun lembaga semacam ini semakin sulit mengakar karena tidak diakui<br />
(legitimate). Untuk membenahinya harus diupayakan langkah-langkah :<br />
a. <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> social (keikhlasan, kerelaan, kepercayaan, dan gotong-royong) di lokasilokasi<br />
yang telah memiliki jaringan kerjasama yang kuat dan<br />
b. membangun kembali <strong>modal</strong> social yang mulai memudar di sejumlah lokasi<br />
c. Penanaman dan penumbuhan <strong>modal</strong> social kepada masyarakat dilakukan melalui proses<br />
pemberdayaan.<br />
Ketiga proses tersebut pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan social. Di dalamnya terdapat<br />
upaya <strong>penguatan</strong> kelembagaan melalui peningkatan rasa saling percaya, kerelaan, keikhlasan,<br />
keadilan dan kejujuran pada seluruh tahapan yang dikenal dengan tahapan siklus, mulai Pemetaan<br />
swadaya, Pemilihan anggota BKM, penyusunan PJM Pronangkis hingga pembentukan KSM.<br />
Pemberdayaan bertujuan mewujudkan perubahan social dari kondisi negative menuju positif.<br />
Tonggaknya pada terbentuknya BKM. Harapannya, masyarakat kembali memiliki pemimpin<br />
berintegritas dalam BKM sebagai :<br />
1. wadah perjuangan kaum miskin untuk hidup mandiri, berkualitas, memperluas jaringan,<br />
memperbanyak mitra dan mendorong penanggulangan kemiskinan berkelanjutan<br />
2. lembaga yang lebih menekankan perhatian untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat.<br />
3. lembaga yang dalam setiap proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepemimpinan<br />
yang berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor)<br />
4. lembaga kepemimpinan kolektif yang menggerakkan perwujudan tata kelola pemerintahan<br />
yang baik (good governance)<br />
3.2. Tujuan Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />
Tujuan Kegiatan Sosial terintegrasi dengan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana yang<br />
ditetapkan dalam Pedoman Umum mengenai sifat dan rambu-rambu pengalokasian Bantuan<br />
langsung Masyarakat untuk kegiatan <strong>sosial</strong>, yaitu :<br />
1. Meningkatkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat miskin<br />
2. Menguatkan solidaritas <strong>sosial</strong> masyarakat.<br />
3. meningkatkan angka harapan hidup masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan,<br />
sumberdaya dan kesempatan pendidikan.<br />
4. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan<br />
kemiskinan.<br />
3.3. Output Kegiatan Berbasis Modal Sosial<br />
1. Masyarakat mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar dengan baik, baik dari Pemda maupun<br />
pihak lain (dunia usaha dan Perguruan Tinggi). Dengan demikian masyarakat terpenuhi<br />
kebutuhan dasarnya dan mendapatkan manfaat dari peningkatan kondisi lingkungan serta tata<br />
kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).<br />
2. Terjadinya keberlanjutan. Kegiatan Sosial menunjang fasilitasi pelayanan-pelayanan SKPD agar<br />
tepat sampai pada kelompok sasaran. Artinya dengan terfasilitasinya pelayanan SKPD kepada<br />
masyarakat miskin akan menunjang alih kelola kegiatan <strong>sosial</strong>, keberlanjutan program dan<br />
memperpanjang harapan hidup masyarakat miskin.<br />
3. Meningkatnya Modal Sosial. Dalam banyak aspek, kegiatan <strong>sosial</strong> yang dijalankan oleh KSM-KSM<br />
Sosial yang telah mengakar akan memperkuat sambung rasa, kepedulian dan kerjasama antar<br />
30 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
warga menghadapi persoalan kemiskinan. Kepedulian dapat diwujudkan melalui keswadayaan. Di<br />
sisi lain, kegiatan <strong>sosial</strong> memberikan keleluasaan kepada Pemda untuk lebih menjangkau<br />
masyarakat sasaran, terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan.<br />
4. Terselesaikannya persoalan-persoalan kemasyarakatan oleh masyarakat sendiri dengan kearifan<br />
lokal yang dimiliki. Potensi untuk menyelesaikan persoalan tersesbut akan memicu tumbuhnya<br />
kemandirian.<br />
3.4. Strategi Pelaksanaan<br />
a. Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri<br />
Kegiatan Sosial dalam arti luas adalah seluruh proses pemberdayaan dalam mewujudkan perubahan<br />
social sesuai konteks PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses tersebut masyarakat yang tidak berdaya<br />
diintervensi dengan 8 aktivitas utama untuk membangkitkan <strong>modal</strong> social. Seluruh kegiatan PNPM<br />
Mandiri Perkotaan berbasis <strong>modal</strong> social, namun kegiatan social akan sangat strategis dan<br />
menemukan momentumnya pada saat intervensi mulai beranjak dari masyarakat berdaya menuju<br />
masyarakat mandiri. Intervensi <strong>P2KP</strong> untuk mampu mewujudkan transformasi <strong>sosial</strong> dari Masyarakat<br />
Berdaya menuju Masyarakat Mandiri melalui 2 hal, yaitu : pertama, Pembelajaran kemitraan antar<br />
stakeholders strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upayaupaya<br />
penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/ kabupaten, dan kelompok<br />
peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan.<br />
Kemitraan sinergis pada dasarnya bermakna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara<br />
masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan<br />
bersama, kepentingan yang sama, dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan bersama.<br />
Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis dimaksud, maka perlu dilakukan upaya<br />
<strong>penguatan</strong> peran pemerintah dan KPKD tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan,<br />
sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-D kota/kabupaten secara efektif untuk menyusun<br />
strategi penanggulangan kemiskinan (SPK-D) dan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis<br />
kota/kabupaten) di masing-masing wilayah.<br />
Kedua, Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan<br />
jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka<br />
dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses<br />
penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapan Tridaya<br />
di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain: LSM, Perguruan Tinggi<br />
setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis,<br />
dll.<br />
b. Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani<br />
Intervensi <strong>P2KP</strong> untuk mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat<br />
madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi<br />
dan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya masyarakat madani, serta melalui intervensi<br />
komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood<br />
Development), yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip<br />
pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang<br />
tertata, sehat, produktif dan lestari. Gambaran mengenai strategi pelaksanaan PNPM Mandiri<br />
Perkotaan dapat dilihat pada Gambar 10.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 31
Gambar 10<br />
Strategi Dasar Pelaksanaan <strong>P2KP</strong><br />
Tidak<br />
berdaya<br />
(masyarakat<br />
miskin)<br />
Masyarakat<br />
Berdaya<br />
Masyarakat<br />
Mandiri<br />
Menuju<br />
mayarakat<br />
Madani<br />
Perubahan<br />
sikap/perilaku<br />
masyarakat<br />
Kelembagaan<br />
masyarakat yg<br />
mengakar dan<br />
representatif<br />
Penyusunan<br />
program<br />
partisipatif oleh<br />
masyarakat<br />
Aplikasi<br />
Pronangkis<br />
pro-poor dan<br />
kontrol warga<br />
Pembelajaran<br />
sinergi dengan<br />
Pemda melalui<br />
kemitraan<br />
Pembelajaran<br />
optimalisasi<br />
sumberdaya<br />
eksternal<br />
(Bank, Depsos<br />
Kimpraswil, dll)<br />
Pembelajaran<br />
pembangunan<br />
lingkungan<br />
permukiman<br />
kelurahan terpadu<br />
secara mandiri<br />
Internalisasi<br />
prinsip dan<br />
nilai luhur<br />
universal<br />
Penyiapan<br />
masyarakat<br />
oleh Faskel<br />
Penguatan<br />
Lembaga<br />
masyarakat<br />
BKM<br />
Pembelajaran<br />
Penerapan<br />
konsep TRIDAYA<br />
PJM<br />
Pronangkis<br />
Penguatan<br />
akuntabilitas<br />
masyarakat<br />
BLM<br />
Tridaya<br />
Kemitraan<br />
Pemda &<br />
masyarakat<br />
PAKET<br />
Penguatan<br />
jaringan dan<br />
chanelling<br />
program<br />
Pembelajaran<br />
neigborhood<br />
development<br />
berbasis good<br />
governance<br />
Channeling<br />
program<br />
Neighborhood<br />
development<br />
Kegiatan <strong>sosial</strong> dalam arti luas adalah <strong>penguatan</strong> <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> yang diintervensi melalui<br />
pemberdayaan. Sedangkan kegiatan <strong>sosial</strong> dalam arti sempit adalah jenis-jenis kegiatan yang<br />
digunakan oleh masyarakat sebagai wahana ekspresi <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> mereka. Oleh sebab itu untuk<br />
mempercepat peningkatan kesejahteraan maka kegiatan <strong>sosial</strong> dijalankan dengan bertumpu pada<br />
kekuatan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>. Area-area kunci untuk mencapai kesejahteraan <strong>sosial</strong> tersebut didukung oleh<br />
PNPM Mandiri Perkotaan melalui penerapan 5 aspek strategis untuk memudahkan pengendalian.<br />
Pelaksanaan kelima aspek strategis tersebut memprioritaskan kegiatan <strong>sosial</strong> agar:<br />
1. Relevan dengan target IPM-MDGs<br />
Kegiatan Sosial yang relevan dengan target IPM-MDGs akan mendapatkan prioritas<br />
penanganan. Sebab menghubungkannya dengan IPM-MDGs akan menjadikan kegiatan social<br />
menjadi mudah untuk diukur pencapaiannya. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang<br />
terkait dengan peningkatan daya beli, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan<br />
peningkatan SDM.<br />
2. Menguatkan <strong>modal</strong> social<br />
Apabila <strong>modal</strong> social yang tumbuh bersama kearifan local dijadikan tumpuan, maka mesti<br />
dipastikan bahwa semua KSM Sosial terbentuk dari jaringan social yang telah lama berperan<br />
(exist) di masyarakat. KSM Sosial yang tidak dibentuk dari bawah (bottom up) akan sulit<br />
mempertahankan solidaritas social yang selama ini terbangun. Oleh karena itu fasilitator<br />
social dan ascot social berkewajiban untuk memastikan bahwa KSM Sosial bukan kepanitiaan<br />
baru tetapi dibentuk dari jaringan relawan yang telah lama mengakar melayani berbagai<br />
kegiatan seperti pelatihan, <strong>penguatan</strong> kapasitas, pendidikan, kesehatan maupun lingkungan.<br />
KSM-KSM Sosial yang telah mengakar selain beranggotakan para relawan yang telah<br />
berpengalaman juga memiliki jaringan <strong>sosial</strong> yang telah mapan (establish) dan spesialis pada<br />
bidangnya seperti relawan posyandu, BKKBN, Kader PKK, kelompok tani, kelompok nelayan,<br />
pegiat lingkungan, PAUD, radio komunitas, relawan kemitraan yang telah terbiasa<br />
memfasilitasi program-program SKPD. Dengan memanfaatkan relawan-relawan yang telah<br />
32 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
aktif dan berjaringan, maka KSM Sosial yang dibentuk akan makin merekatkan solidaritas<br />
<strong>sosial</strong> dan menguatkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong> sebagai <strong>modal</strong> penting untuk bekerjasama.<br />
3. Menunjang Kegiatan Ekonomi<br />
Kegiatan Sosial yang terkait dengan bidang ekonomi memungkinkan berdaya jangkau lebih<br />
luas untuk meningkatkan kapasitas SDM menjadi lebih produktif dalam menjalankan kegiatan<br />
ekonomi produktif dan terhindar dari kerugian. Input yang dibutuhkan terkait peningkatan<br />
kemampuan melakukan kegiatan usaha kecil ekonomi produktif antara lain adalah :<br />
a. Pengetahuan dan wawasan dalam mengelola usaha<br />
b. Ketrampilan/skill yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan menjaga kualitas<br />
produk<br />
c. Kemampuan membaca prospek usaha<br />
Singkat kata kegiatan social yang dimasukkan dalam daftar PJM Pronangkis adalah kegiatan<br />
yang menunjang peningkatan pendapatan melalui usaha yang selama ini telah ditekuni oleh<br />
masyarakat. Jadi bukan usaha yang sama sekali baru dan tidak terkait dengan mata<br />
pencaharian masyarakat. Bentuk kegiatan peningkatan kemampuan di atas adalah pelatihan,<br />
coaching dan on the job training.<br />
Oleh sebab itu segala bentuk pelatihan kewirausahaan maupun pelatihan-pelatihan<br />
ketrampilan yang ditujukan untuk menguatkan skill masyarakat dalam meningkatkan<br />
produktivitas dan pendapatan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan KSM-KSM ekonomi<br />
produktif sebagai konsekuensi bahwa kegiatan social berfungsi sebagai pengantar menuju<br />
intensifikasi maupun diversifikasi usaha. Artinya, kegiatan social yang berhenti di tengah jalan<br />
atau paska pelatihan selesai tanpa follow up, dipastikan tertolak.<br />
4. Berkelanjutan<br />
Dimuka sempat disinggung bahwa Kegiatan social berhubungan dengan sector-sektor yang<br />
menjadi tanggung jawab SKPD, sehingga amat relevan dengan Program Penanggulangan<br />
Kemiskinan cluster I, yaitu Program Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga dan Cluster IV<br />
Program serba murah untuk masyarakat. Program Perlindungan Sosial berbasis keluarga<br />
antara lain Program Keluarga Harapan, Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung Tunai, dan<br />
Beasiswa Siswa Miskin. Sedangkan Program serba Murah Untuk Masyarakat adalah Air Untuk<br />
Rakyat, Rumah Murah, Peningkatan Taraf Hidup Nelayan, Perbaikan Hidup Masyarakat<br />
Urban. Dalam jangka panjang, kegiatan <strong>sosial</strong> tidak hanya harus bermanfaat bagi warga<br />
miskin melainkan juga mesti meningkatkan kesejahteraan dan berkesinambungan.<br />
Artinya semakin banyak penanggung jawab kegiatan akan semakin baik. Semakin banyak<br />
sector-sektor pemerintahan terlibat, baik SKPD-SKPD Pemda maupun Pemerintah pusat akan<br />
menjadikan program berjangka panjang. Kegiatan social yang ditempelkan atau<br />
disinkronisasikan dengan program-program daerah (program-program SKPD) atau program<br />
daerah yang dilimpahkan dari pusat seperti program-program perlindungan social di cluster I<br />
dan IV. akan membuatnya berkesinambungan. Kegiatan social yang dikerjasamakan dengan<br />
pihak swasta dalam alokasi program CSR mereka juga akan lebih terpelihara dengan baik<br />
masa depannya. Namun dari segala jenis kemitraan tersebut kekuatan terbesar untuk<br />
membuat kegiatan berkelanjutan adalah keswadayaan, <strong>modal</strong> social dan jaringan social. Oleh<br />
sebab itu mulai saat ini kita harus mulai intensif mengidentifikasi prospek, baik kemungkinan<br />
penyertaan swadaya maupun kemitraan strategisnya.<br />
5. Memberikan Perlindungan Sosial<br />
Kegiatan Sosial mestinya memberikan jaminan perlindungan <strong>sosial</strong> kepada keluarga miskin,<br />
mendukung program-program jaminan kesehatan, pendidikan dan hari tua. Esensi kegiatan<br />
<strong>sosial</strong> adalah pemenuhan ketiga kebutuhan dasar tersebut. Mengandalkan <strong>modal</strong> <strong>sosial</strong>,<br />
kerjasama untuk memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan hari tua akan lebih<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 33
erkelanjutan. Perlindungan social juga dapat diberikan kepada masyarakat yang mengalami<br />
dampak bencana.<br />
6. Mereview PJM Pronangkis<br />
Untuk membenahi kembali kegiatan <strong>sosial</strong> agar sesuai dengan kelima aspek di atas maka<br />
diperlukan reorientasi dan revitalisasi kegiatan <strong>sosial</strong> sebagai entitas penting dalam<br />
penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh sebab itu tidak menutup<br />
kemungkinan untuk mereview kembali PJM Pronangkis hingga pada substansi kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />
Jika perlu dapat direvisi kembali.<br />
3.5. Sasaran Kegiatan<br />
Sasaran Kegiatan tentu saja adalah KK Miskin yang telah teridentifikasi dalam data PS 2 hasil<br />
Pemetaan Swadaya. Data-data PS 2 tersebut harus dipastikan telah diupdate secara periodic minimal<br />
setahun sekali. Data PS 2 yang telah diperoleh harus dipetakan, baik secara geografis, mata<br />
pencaharian maupun tingkat kemiskinannya. Sehingga akan diperoleh kategori KK miskin yang<br />
berhak mendapatkan intervensi pelayanan/kegiatan social dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Tiga<br />
kelompok warga PS 2 tersebut antara lain :<br />
a. Usia Sekolah, yaitu anak-anak KK Miskin (keluarga PS2), usia sekolah yang tidak memiliki<br />
kecukupan dana untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak. Kategori<br />
anak-anak miskin usia sekolah adalah anak-anak miskin yang tidak memiliki kemampuan<br />
mengakses pendidikan dan kesehatan karena ketidakcukupan biaya dari orang tua mereka.<br />
Rentang usia disesuaikan dengan Balita dan Program Wajib Belajar 9 Tahun.<br />
b. Usia Produktif, KK Miskin yang masih berusia produktif tetapi tidak memiliki pendapatan<br />
tetap, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan penguasaan aset. Di kelompok<br />
ini berisikan kelompok umur usia bekerja, tetapi belum mempunyai kemampuan untuk<br />
menekuni suatu pekerjaan atau belum mempunyai pekerjaan tetap.<br />
c. KK miskin Tidak Produktif, KK Miskin tidak produktif yaitu Jiwa miskin yang telah<br />
melewati usia produktif seperti tidak memiliki pendapatan tetap/tidak memiliki sumber<br />
pendapatan, tidak memiliki akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua<br />
Gambar 11<br />
Klasifikasi Warga PS-2<br />
PS 2<br />
Usia<br />
Sekolah<br />
• Balita dan Usia sekolah<br />
sesuai program wajib<br />
belajar<br />
•Tidak memiliki<br />
kecukupan dana untuk<br />
mengakses pendidikan<br />
dan kesehatan<br />
Usia<br />
Produktif<br />
•Tidak memiliki<br />
pekerjaan<br />
•pekerjaan tidak tetap<br />
•Tidak berpendidikan<br />
•Tidak memiliki<br />
ketrampilan<br />
•Tidak memiliki akses<br />
perawatan kesehatan<br />
Usia<br />
Tidak<br />
Produktif<br />
•telah melewati masa<br />
produktif<br />
•pendapatan tidak tetap<br />
•ketergantungan tinggi<br />
•Tidak memiliki akses<br />
kesehatan<br />
•Tidak memiliki jaminan<br />
hari tua<br />
34 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Untuk menjamin ketepatan sasaran kegiatan kepada keluarga/individu miskin yang ada dalam daftar<br />
PS-2 maka dapat dikembangkan penggunaan register warga miskin. Jadi masing-masing jiwa<br />
miskin (PS-2) mempunyai nomor register tersendiri dan harus jelas nama (by name) dan alamatnya<br />
(by address)-nya. Register ini digunakan semenjak usulan kegiatan/proposal, rapat BAPPUK BKM,<br />
sampai pada kunjungan lapang untuk menentukan kelayakan usulan. Dengan menggunakan nomor<br />
register warga miskin maka akan mempermudah untuk mengetahui apakah penerima manfaat<br />
kegiatan adalah warga miskin PS-2.<br />
Sasaran dari Kegiatan secara umum adalah keluarga/jiwa miskin yang ada dalam daftar PS-2, namun<br />
untuk Kegiatan tertentu harus ditentukan kriteria yang lebih khusus, hal ini dimaksudkan menghindari<br />
bias orientasi dan sasaran Kegiatan. Perlu untuk terus menjaga suasana batin warga miskin agar<br />
selalu harmoni, kondusif sehingga dalam memfasilitasi keluarga/jiwa miskin tersebut lebih strategis<br />
dan sesuai derajat keberdayaannya. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan<br />
KSM/panitia:<br />
1. PJM pronangkis sudah diperbaiki: ada register jiwa miskin, ada katagori mendekati miskin -<br />
miskin - sangat miskin dan miskin produktif - miskin non produktif.<br />
2. Peserta/penerima manfaat semuanya ada dalam register PS-2 PJM Pronangkis.<br />
3. Untuk keperluan mendukung system register tersebut di atas dapat dibuatkan kartu identitas<br />
penerima manfaat tersendiri untuk mengidentifikasi kelompok sasaran agar mendapatkan<br />
intervensi yang tepat, misalnya beasiswa/bantuan pendidikan untuk warga PS-2 usia sekolah<br />
dan mendukung kartu sehat terdistribusi dengan benar melalu database PS-2<br />
Dengan mengklasifikasikan warga PS-2 akan mempermudah pemilihan intervensi yang cocok<br />
terhadap mereka, khususnya melalui Kegiatan. Dalam PJM Pronangkis sudah harus terlihat berapa<br />
jumlah warga miskin, tinggal dimana dan siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat untuk<br />
setiap kegiatan. Dengan demikian, BKM terhindar dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak berkaitan<br />
dengan penanggulangan kemiskinan, tidak jelas pemanfaatnya, instan dan kurang berkelanjutan.<br />
3.6. Komponen dan Fasilitasi Kegiatan<br />
Sebagaimana kegiatan yang lain, komponen Kegiatan berproses dari tahap Perencanaan,<br />
Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam<br />
merencanakan, melaksanakan dan memonitor harus memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan<br />
ketepatan sasaran bagi warga miskin. Kebutuhan dan ketepatan sasaran dimuat dalam PJM<br />
Pronangkis yang akan selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya,<br />
Kegiatan disesuaikan dengan tiga target utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). yaitu :<br />
1. Peningkatan Angka Harapan Hidup melalui pelayanan Kesehatan.<br />
2. Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelayanan Pendidikan<br />
3. Peningkatan Daya Beli, yang didahului dengan peningkatan pendapatan sesuai mata<br />
pencaharian<br />
Ketiga komponen tersebut adalah criteria hidup sejahtera menurut Indeks Pembangunan Manusia<br />
sebagaimana ditentukan oleh UNDP. Untuk mewujudkannya diperlukan aneka jenis kegiatan, antara<br />
lain :<br />
1. Membantu penyelenggaraan pelayanan bidang kesehatan yang difasilitasi oleh BKM<br />
bekerjasama dengan Pemda. KSM Sosial yang memfasilitasi kegiatan tersebut diprioritaskan<br />
para volunteer yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan dan memahami benar PJM<br />
Pronangkis. Sehingga kegiatan KSM akan memiliki kekuatan visi untuk meningkatkan<br />
kesehatan warga miskin setempat seperti; pengobatan gratis, imunisasi, perawatan ibu<br />
hamil, penambahan gizi dan penimbangan balita, perawatan kesehatan orang tua (jompo),<br />
dsb<br />
2. Pembangunan prasarana kesehatan dan fasilitasi pelayanan kesehatan untuk<br />
menyambungkan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program Pemda yang<br />
terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan seperti Posyandu, Pos<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 35
Kesehatan Desa/Kelurahan, Puskesmas, pelayanan jamkesmas, pemanfaatan obat generic,<br />
vaksinasi, penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit menular (malaria, demam berdarah,<br />
HIV), antisipasi pandemi maupun endemi, fogging, dst<br />
3. Pembangunan prasarana lingkungan yang menunjang peningkatan kesehatan masyarakat<br />
dan pencegahan penyakit adalah bagian dari kegiatan untuk mengantisipasi permasalahan<br />
social. Tidak jarang permasalahan lingkungan tersebut ditimbulkan oleh permasalahan<br />
lingkungan seperti penumpukan sampah atau pencemaran lingkungan (udara, air, tanah dan<br />
tanaman). Bahkan jika sudah mencapai skala tertentu, upaya pencegahan dilakukan dengan<br />
membangun instalasi, mulai dari yang murah hingga yang mahal seperti instalasi air bersih,<br />
sanitasi, pengolah limbah (water treatment), pengolah sampah (incinerator), hingga<br />
pembangkit listrik untuk kesehatan (dan pendidikan).<br />
4. Pembangunan prasarana pendidikan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda<br />
antara lain pemberian bantuan beasiswa berkelanjutan, bantuan seragam sekolah,<br />
pembangunan sarana dan prasarana sekolah (PAUD, TK, SD, dan SMP), pembangunan<br />
perpustakaan sekolah, penyediaan prasarana sekolah, penyediaan buku-buku sekolah,<br />
pengendalian dan pengawasan pemanfaatan Biaya Operasional Sekolah (BOS), pemanfaatan<br />
beasiswa, biaya dsb<br />
5. Mendorong agar warga miskin (PS-2) dapat mengakses kegiatan kredit mikro (ekonomi<br />
bergulir) setelah dberikan <strong>penguatan</strong> kapasitas melalui pelatihan-pelatihan, baik pelatihan<br />
kewirausahaan, ekonomi rumah tangga maupun pelatihan ketrampilan. Pelatihan-pelatihan<br />
dilaksanakan secara berkelanjutan, agar setelah pelatihan dapat membentuk KSM untuk<br />
mengakses BLM (diprioritaskan), meski tidak menutup kemungkinan untuk dilepas ke pasar<br />
kerja. Dukungan kepada KSM ekonomi produktif juga diberikan dalam rangka mengakses<br />
kemitraan, termasuk dalam hal legalitas/license usaha sector informal.<br />
6. Santunan (dapat berupa cash transfer) untuk memenuhi kebutuhan pokok, berupa makanan,<br />
pakaian dan perumahan untuk mengurangi beban hidup generasi mendatang sesuai kondisi<br />
yang dialami dan kemendesakan persoalan. Pemenuhan kebutuhan pokok biasanya diberikan<br />
kepada KK Miskin yang tidak dapat memenuhinya, baik akibat bencana maupun pada saat<br />
normal. Pemda telah memiliki alokasi bantuan social dalam APBD. Fasilitasi untuk warga<br />
miskin tidak hanya dalam desa/kelurahan, namun bias diperluas hingga keluar batas-batas<br />
kelurahan jika memungkinkan untuk meminimalisir kelompok sasaran yang tidak tercover<br />
seperti anak jalanan atau tunawisma. Pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama untuk<br />
kegiatan ini selain Pemda adalah Dunia Usaha (CSR).<br />
36 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 37
38 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
LAMPIRAN ‐ LAMPIRAN<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 39
Lampiran 1<br />
a. Perkembangan Kemandirian BKM dan KPI<br />
Pertumbuhan kemandirian BKM mulai tahun 2010-2012 rendah, hanya sekitar 7 % saja. Sehingga<br />
diperkirakan bahwa pada tahun 2014 jumlah BKM/LKM yang mencapai kategori mandiri tidak<br />
tercapai, hanya sekitar 62% saja. Padahal para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan bertekad melalui<br />
Resolusi Lembang agar pada tahun 2014 untuk memandirikan 100 % BKM/LKM. Belum lagi jika<br />
diidentifikasi persoalan dalam masing-masing aspek yang memperlihatkan pola yang sama antara<br />
tahun 2012 dengan tahun 2011.<br />
Gambar 1<br />
Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2010-2011<br />
60%<br />
50%<br />
40%<br />
44%<br />
53%<br />
52%<br />
57%<br />
43%<br />
51%<br />
48%<br />
58%<br />
41%<br />
47%<br />
46%<br />
53%<br />
30%<br />
20%<br />
10%<br />
0%<br />
STATUTA<br />
KEPEMIM<br />
PINAN<br />
SISTEM<br />
MANAJEMEN<br />
KEUANGAN SDM HUB,<br />
EKSTERNAL<br />
RATA‐2010<br />
RATA‐2011<br />
Sumber : Data KMP Status Mei 2012<br />
Gambar 2<br />
Rerata Score Setiap Aspek Kinerja BKM 2011-2012<br />
(Range nilai : 0-25 %= awal, 26-50%=berdaya, 51-75%=mandiri, 76-100%= Menuju Madani)<br />
Sumber : Data KMP Status April 2013<br />
40 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Tabel 1<br />
Capaian Key Performance Indikator (KPI) Nasional (SIM Maret 2013)<br />
INDIKATOR Nilai kel<br />
tercapai<br />
Kel tdk<br />
tercapai<br />
% kel<br />
(data)<br />
Min 40% kehadiran warga miskin 44 8.206 2.719 100<br />
Min 40% kehadiran perempuan 43 8.082 2.843 100<br />
Min 30% pndk dewasa dalam Pemilu LKM<br />
tk basis<br />
31 8.355 2.570 100<br />
Min 90% BKM terbentuk 99 10.852 73 100<br />
Min 90% PJM tersusun 98 10.674 251 100<br />
Tridaya selesai di 80% kel 77 8.134 2.791 100<br />
Min 30% anggt KSM peremp 37 7.035 3.890 100<br />
b. Perkembangan IPM<br />
Data perkembangan kegiatan Sosial saja mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan yang<br />
relevan dengan IPM antara bulan desember 2012 hingga Maret 2013. Sepanjang 3 bulan, komponen<br />
kegiatan yang berkorelasi langsung dengan IPM dan MDGs mengalami kenaikan 5 %.<br />
Kenaikan kegiatan IPM-MDGs sangat diharapkan, meskipun masih diikuti dengan peningkatan<br />
kategori lain-lain. Berikut ini perbandingan komposisi antar komponen IPM dalam kegiatan <strong>sosial</strong><br />
secara nasional pada periode itu.<br />
Tabel 2<br />
Perbandingan Kegiatan Sosial sesuai IPM<br />
Desember 2012 - Maret 2013<br />
No<br />
Periode Status<br />
Jumlah<br />
Kegiatan<br />
Sosial<br />
Santunan<br />
Peningkatan<br />
SDM<br />
Jenis Kegiatan<br />
Pendidikan kesehatan Lain-lain<br />
1. 28 Des 2012 50,363 3,182 18,414 4,853 12,225 11,142<br />
2. 8 Maret 2013 52,796 3,293 19,667 5,219 12,758 11,321<br />
3. Kenaikan 2433 111 1253 366 533 179<br />
4. Prosentase 5% 3% 7% 8% 4% 2%<br />
Prosentase peningkatan terbesar terdapat pada Pendidikan (366 kegiatan, 8%) dan diikuti oleh<br />
Peningkatan SDM (1253 kegiatan, 7%). Sedangkan terrendah adalah kegiatan lain-lain (179 kegiatan,<br />
2%). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan lain-lain mulai kurang diminati, meskipun mengalami<br />
pertumbuhan juga sekitar 2 % (dibawah santunan 3 %). Potret tersebut menunjukkan bahwa<br />
pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh KSM-KSM Sosial masih<br />
menjadi primadona karena menambah income dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat<br />
miskin.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 41
Sayangnya bidang pendidikan selalu menduduki posisi bawah (10 %) setelah lain-lain (22 %).<br />
Kemungkinan urusan pendidikan sudah dihandle oleh sector (kementrian) pendidikan, sehingga PNPM<br />
Perkotaan hanya berkontribusi 10 % saja untuk menunjangnya.<br />
Untuk melihat kontribusi KSM-KSM secara lebih luas lagi terhadap IPM, maka dapat ditengok dari BLM<br />
yang disalurkan kepada masyarakat. Namun cara ini tidak dapat memotret jenis-jenis kegiatan yang<br />
dikerjasamakan dengan berbagai pihak, baik dengan SKPD maupun Dunia Usaha. Kelemahan lainnya<br />
adalah, kegiatan yang tidak berkorelasi langsung dengan IPM juga tidak tergambar dengan baik<br />
seperti sanitasi dan MCK (yang seharusnya dapat dikaitkan dengan kesehatan/peningkatan angka<br />
harapan hidup). Namun demikian tetap layak untuk dipertimbangkan.<br />
Dilihat dari dana BLM yang direalisasikan selama 5 tahun terakhir (2007-2015, dari alokasi pagu<br />
manapun), kontribusi PNPM Perkotaan terhadap IPM hanya Rp 718 M (10,66 %). Padahal total BLM<br />
yang direalisasikan adalah 5,4 Triliun. Artinya hampir 90 % kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan benarbenar<br />
“pure” pada aspek infrastruktur. Terdapat dua kemungkinan mengenai hal ini. Pertama,<br />
semua kegiatan yang terhubung langsung dengan IPM telah dihandle sector-sektor<br />
pendidikan, kesehatan maupun peningkatan income masyarakat. Kedua, semua kegiatan<br />
yang tidak terkait langsung dengan IPM ditunjang oleh kegiatan infrastruktur. Artinya<br />
sedikit banyak kegiatan infrastruktur turut memberikan sumbangan terhadap peningkatan IPM<br />
meskipun tidak seluruh jenis kegiatan infrastruktur terkait IPM.<br />
Data-data SIM yang diambil untuk memotret IPM berasal dari dari komponen infrastruktur, ekonomi<br />
produktif dan Sosial. Ketiga komponen tersebut di dalam SIM PNPM Mandiri Perkotaan terbagi ke<br />
dalam beberapa bagian sebagai berikut :<br />
42 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Tabel 3<br />
Klasifikasi Sumber data IPM<br />
No Aspek Sub komponen Komponen<br />
Kegiatan Sosial<br />
1 Angka Harapan Hidup Pemberian Makanan Sosial<br />
Tambahan Balita<br />
Pemberian Makanan<br />
Tambahan Ibu<br />
Pemberian Makanan<br />
Tambahan Lansia<br />
Pemberian Gizi<br />
Imunisasi<br />
Fogging<br />
Penyediaan alat-alat<br />
kesehatan<br />
Pembangunan<br />
Infrastruktur<br />
Posyandu/Poskesdes<br />
2 Pendidikan Beasiswa Sosial<br />
Pengadaan alat-alat<br />
pendidikan (APE PAUD)<br />
Revitalisasi PAUD<br />
Pengadaan prasarana<br />
sekolah (TK/PAUD/SD)<br />
Peralatan Sekolah<br />
pembangunan prasarana Infrastruktur<br />
sekolah; PAUD dan TK<br />
3 Peningkatan Daya Beli Pelatihan-pelatihan Sosial<br />
peningkatan kapasitas<br />
Semua jenis ternak<br />
bergulir<br />
Semua jenis kegiatan<br />
Perguliran<br />
Ekonomi<br />
Gambar 4<br />
Potret Nasional BLM Nasional terhadap<br />
IPM 2007-2012<br />
Angka Harapan<br />
Hidup<br />
19%<br />
Peningkatan<br />
Daya Beli<br />
75%<br />
Pendidikan<br />
6%<br />
Khusus untuk peningkatan daya beli, PNPM Perkotaan melakukan intervensi melalui kegiatan kredit<br />
mikro yang dikelola KSM. Kegiatan perguliran dana ini memberikan kontribusi paling besar dalam<br />
IPM, yaitu sebesar 7,99 %. Tiga besar Propinsi yang menguatkan daya beli masyarakat melalui<br />
pengelolaan dana bergulir oleh KSM ekonomi produktif adalah Kalimantan Timur (19.53%), Sulawesi<br />
selatan (18,56%) dan Nusa Tenggara timur (17,17%). Hal ini tidak mengherankan karena<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 43
pengendalian kegiatan yang diarusutamakan (mainstreaming) dalam PNPM Mandiri Perkotaan selama<br />
ini ekonomi produktif dan infrastruktur.<br />
c. Capaian Kemitraan BKM secara Nasional dalam PNPM Perkotaan<br />
Dalam Kegiatan PNPM MP sebenarnya telah dibuka peluang untuk menjalankan kegiatan social<br />
dengan pelibatan mitra strategis, baik Pemda maupun Dunia Usaha. Secara Nasional, sejumlah BKM<br />
berdaya telah mampu mewujudkan hal tersebut sebelum guidance dan wacana kegiatan social yang<br />
mengedepankan kemitraan dibuat. Sejauh ini 314 BKM di 3 Propinsi (Jawa Timur, Kalimantan<br />
Selatan dan Kalimantan Timur) telah mampu merealisasikan 569 jenis kegiatan kemitraan<br />
dengan berbagai pihak untuk menunjang terlaksananya pembangunan infrastruktur dan kegiatan<br />
pelayanan pendidikan, kesehatan, santunan serta peningkatan SDM di desa/kelurahannya masingmasing.<br />
Gambar 5<br />
Jumlah Kegiatan Kemitraan dengan BKM<br />
secara Nasional<br />
Infrastruktur<br />
46%<br />
Peningkatan<br />
SDM<br />
48%<br />
Santunan Sosial<br />
1%<br />
Lain<br />
Beasiswa -lain<br />
0% 2%<br />
Kesehatan<br />
3%<br />
Kemitraan yang paling diminati adalah untuk peningkatan kapasitas SDM, menjangkau 48 % jenis<br />
kegiatan. Disusul kemudian dengan pembangunan infrastruktur yang mencapai 46 %.<br />
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa mayoritas BKM memandang bahwa kapasitas manusia hanya<br />
dapat ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan infrastruktur yang memadai. Gambar di atas<br />
menjelaskan potret tersebut. Sementara itu layanan kesehatan penduduk seperti pengobatan gratis,<br />
pelayanan kesehatan murah, maupun penambahan gizi balita dan Ibu hamil menduduki peringkat<br />
ketiga dengan capaian 3 %.<br />
Potret pemanfaat KK miskin masih didominasi oleh pemanfaat kegiatan infrastruktur. Hal ini mungkin<br />
berkenaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan renovasi atau<br />
pembangunan fasilitas-fasilitas umum baru. Sedangkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM<br />
diminati oleh lebih sedikit pemanfaat KK miskin karena meliputi aktivitas yang lebih specific<br />
menyangkut mata pencaharian masing-masing KK miskin. Peningkatan kapasitas SDM biasanya<br />
berbentuk pelatihan-pelatihan ketrampilan, ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan. Jenis<br />
peningkatan kapasitas semacam ini berkorelasi langsung dengan pemenuhan kebutuhan KK miskin<br />
usia produktif untuk meningkatkan income keluarga.<br />
Namun demikian pemanfaat KK miskin untuk pembangunan infrastruktur desa/kelurahan lebih<br />
banyak (50 %) ketimbang peningkatan kapasitas SDM (41%), meskipun peningkatan kapasitas SDM<br />
memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak. Sedangkan pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh 5%<br />
dari total 16283 KK miskin. Selebihnya tidak begitu terlihat pemanfaat KK miskinnya, kecuali lain-lain<br />
sebesar 3 %.<br />
44 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Gambar 6<br />
KK Miskin Pemanfaat<br />
Kegiatan Kemitraan BKM<br />
Santunan Sosial<br />
1%<br />
Infrastruktur<br />
50%<br />
Peningkatan<br />
SDM<br />
41%<br />
Beasiswa<br />
0%<br />
Lain - lain<br />
3%<br />
Pelayanan<br />
Kesehatan<br />
5%<br />
Dilihat dari sisi pendanaan, Kegiatan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga diluar<br />
dana APBN menghabiskan alokasi pembiayaan paling besar, yaitu sebesar 83 %. Angka 83 %<br />
tersebut merupakan capaian amat besar dari realisasi pendanaan sebesar Rp 15.9 miliar. Dapat<br />
disimpulkan bahwa jumlah dana kemitraan sebesar itu hanya dimanfaatkan 16 % saja bagi kegiatan<br />
peningkatan SDM. Selebihnya kegiatan peningkatan layanan kesehatan sebesar Rp 1 % saja.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 45
Lampiran 2<br />
Penguatan Kelembagaan Masyarakat Melalui Review AD<br />
I. Latar Belakang<br />
Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, Upaya penanggulangan kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai<br />
pengentasan warga miskin menjadi lebih sejahtera, bukan hanya soal pemanfaatan dana BLM untuk<br />
penanggulangan kemiskinan tetapi juga dilihat sebagai upaya sistemik untuk menyelesaikan<br />
persoalan kemiskinan secara komprehensif, antara lain dengan membangun kelembagaan<br />
masyarakat agar dapat melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.<br />
Membangun kelembagaan masyarakat adalah salah satu elemen penting. Upaya pengembangan<br />
kelembagaan masyarakat pada hakekatnya merupakan pengembangan norma dan perilaku<br />
positif yang disepakati secara kolektif untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembangunan<br />
(Agung Pramono, 2011:113). Sekalipun memang inisiasi kelembagaan tersebut dilakukan oleh<br />
proyek, tetapi dalam proses perkembangannya, diserahkan kepada masyarakat apakah disepakati<br />
sebagai bagian dari kelembagaan masyarakat tersebut atau tidak.<br />
Walaupun bukan merupakan satu-satunya elemen pengembangan kelembagaan, maka AD & ART<br />
dalam hal ini dianggap merupakan kristalisasi dari proses pelembagaan norma dan nilai atau<br />
pengembangan kelembagaan masyarakat tersebut. Anggaran Dasar suatu BKM/LKM bukan hanya<br />
sekedar menjadi landasan organisasi BKM/LKM semata-mata, tapi juga lebih luas lagi menjadi<br />
landasan bagi terlaksananya upaya penanggulangan kemiskinan sesuai dengan prinsip-prinsip dan<br />
metode pelaksanaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan.<br />
Salah satu elemen penting dalam konteks ini adalah peningkatan kapasitas sistem yang diantaranya<br />
melalui review AD, agar secara organisasi memiliki kapasitas untuk memimpin warganya dalam<br />
penanggulangan kemiskinan dengan tetap berbasis pada nilai-nilai luhur tetapi juga kapasitas untuk<br />
bersinergi dengan pihak lain dengan tujuan yang sama.<br />
II. Hal-hal yang harus diperhatikan<br />
AD suatu organisasi pada prinsipnya memuat aturan-aturan dasar yang menjadi landasan<br />
kerja/kegiatan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Selain menggambarkan visi dan misi<br />
dibangunnya organisasi juga memuat bagaimana organisasi tersebut dalam menjalankan visi dan<br />
misinya. AD dan ART juga berfungsi untuk menggambarkan mekanisme kerja suatu organisasi,<br />
dimana:<br />
1. Anggaran Dasar berfungsi juga sebagai DASAR pengambilan sumber peraturan/hukum dalam<br />
konteks tertentu dalam organisasi<br />
2. Anggaran Rumah Tangga berfungsi menerangkan hal-hal yang belum spesifik pada AD atau yang<br />
tidak diterangkan dalam AD, Karena AD hanya mengemukakan pokok-pokok mekanisme<br />
organisasi saja. ART adalah perincian pelaksanaan AD Ketentuan pada ART relatif lebih mudah<br />
dirubah daripada ketentuan pada AD.<br />
Hal-hal yang tercantum dalam setiap AD/ART suatu organisasi tergantung dari perhatian organisasi<br />
tersebut kepada suatu hal. Ada suatu hal yang dalam suatu organisasi dimasukkan dalam AD atau<br />
ART-nya karena dianggap penting, tetapi diorganisasi lain bisa jadi hal tersebut tidak dimasukkan<br />
dalam AD atau ART organisasi tersebut karena dianggap tidak penting.<br />
Sebagaimana diketahui Perjalanan BKM/LKM juga seiring dengan perjalanan dan Program PNPM<br />
Mandiri Perkotaan yang tadinya bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan.<br />
Perkembangan program ini pun mewarnai sepak terjang BKM/LKM bukan saja di dalam melaksanakan<br />
program tapi juga dalam upaya penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Di hampir<br />
46 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
semua tempat keberadaan BKM/LKM telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam<br />
penanggulangan kemiskinan.<br />
Akan tetapi disamping perkembangan positif tersebut, tuntutan akan peningkatan kapasitas BKM/LKM<br />
baik secara sistem, organisasi maupun individu menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,<br />
misalnya dari organisasi yang tadinya hanya sekedar memanfaatkan BLM untuk penanggulangan<br />
kemiskinan menjadi organisasi yang siap bermitra secara strategis dalam penanggulangan kemiskinan<br />
di wilayah masing-masing.<br />
Dalam konteks pengembangan kelembagaan masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan, maka setidaknya<br />
ada 5 (lima) elemen yang telah dilakukan:<br />
1. Elemen Organisasi masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan<br />
2. Elemen siklus pembangunan partisipatif sebagai media pembelajaran masyarakat dalam<br />
penanggulangan kemiskinan.<br />
3. Elemen penggalangan kegiatan kemitraan sebagai upaya untuk memperluas akses bagi<br />
masyarakat miskin<br />
4. Elemen unsur Relawan sebagai mitra BKM/LKM dalam upaya penanggulangan kemiskinan<br />
5. Elemen KBIK sebagai media proses pelembagaan nilai-nilai dan juga pranata yang sudah<br />
dikembangkan dalam program ini terutama kepada unsur pemangku kepentingan<br />
penangggulangan kemiskinan di tingkat desa/kelurahan.<br />
Selain daripada itu dalam PNPM Mandiri Perkotaan, seluruh upaya penanggulangan kemiskinan harus<br />
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :<br />
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada<br />
peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.<br />
b. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan<br />
kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.<br />
c. Partisipasi. masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses pengambilan keputusan<br />
pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan.<br />
d. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM, masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan<br />
partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.<br />
e. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan<br />
dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.<br />
f. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam<br />
perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan<br />
pembangunan.<br />
g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah dan<br />
mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.<br />
h. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala<br />
informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan<br />
secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, <strong>teknis</strong>, legal, maupun administratif.<br />
i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk<br />
pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang<br />
terbatas.<br />
j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong<br />
untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan<br />
kemiskinan.<br />
k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan<br />
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetap<br />
menjaga kelestarian lingkungan.<br />
l. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan PNPM harus<br />
sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah dikelola oleh masyarakat.<br />
Oleh karena itu, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKM/LKM, diharapkan mampu<br />
mengakomodir seluruh prinsip-prinsip tersebut serta dapat menggambarkan dan mengatur elemen<br />
pengembangan kelembagaan masyarakat yang sudah dibangun berikut kegiatan-kegiatan serta<br />
personil di dalamnya.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 47
III. Kisi-Kisi Anggaran Dasar<br />
NO Bagian Uraian<br />
1 Mukadimah Di dalam uraian mukodimah dijelaskan tentang latar<br />
belakang terbentuknya organisasi (misalnya diinisiasi<br />
melalui PNPM Perkotaan). Penting juga disampaikan<br />
konteks penanggulangan kemiskinan dalam PNPM Mandiri<br />
Perkotaan, mulai dari akar persoalan kemiskinan dan<br />
cara pandang program ini dalam menyelesaikan<br />
persoalan kemiskinan, antara lain soal prinsip-prinsip<br />
dan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan.<br />
2 Nama, Tujuan, tempat<br />
kedudukan, Tanggal Pendirian<br />
dan kepemilikan<br />
3 Visi, Misi, Prinsip dan Nilai<br />
(masukan: diatas tujuan, boleh<br />
sesuai visi dan misi<br />
desa/kelurahan - masuk OMW)<br />
4 Kepemimpinan, Keanggotaan,<br />
Kepemilikan dan Legalitas<br />
BKM/LKM<br />
1. Nama: LKM adalah nama generik, Nama LKM dapat<br />
disepakati sesuai keinginan warga<br />
2. Tujuan: Tujuan organisasi harus disebutkan jelas<br />
(misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan<br />
masyarakat miskin)<br />
3. Tempat kedudukan: Jelas di desa/kelurahan<br />
bersangkutan<br />
4. Tanggal Pendirian: kapan (tanggal,bulan, Tahun)<br />
didirikan harus disebutkan dengan jelas<br />
5. Kepemilikan: Sebagai sebuah OMW (Organisasi<br />
Masyarakat Warga, maka pada hakekatnya BKM/LKM<br />
dimiliki oleh seluruh masyarakat, mengingat proses<br />
pembentukannya pun melibatkan seluruh elemen<br />
masyarakat yang ada.<br />
Bagian ini jelas terkait dengan penanggulangan<br />
kemiskinan, dan sesuai dengan visi misi BKM/LKM dalam<br />
PJM Pronangkis, sedangkan prinsip dan nilai mengacu<br />
kepada prinsip dan nilai dalam PNPM Mandiri Perkotaan:<br />
Tentang nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip <strong>sosial</strong><br />
kemasyarakatan dan juga keberlanjutan melalui tridaya<br />
(refer pedoman PNPM Mandiri Perkotaan)<br />
LKM adalah organisasi nirlaba, artinya tidak berorientasi<br />
profit<br />
Kepemimpinan LKM berbentuk pimpinan Kolektif yang<br />
terdiri dari 9-13 orang anggota (tergantung keputusan<br />
masyarakat). Pimpinan Kolektif LKM dikoordinir oleh<br />
seorang Koordinator yang kedudukannya setara dengan<br />
anggota LKM yang lain. Pimpinan kolektif dipilih<br />
masyarakat berdasarkan kriteria nilai.<br />
Anggota BKM/LKM adalah seluruh warga masyarakat di<br />
desa/kelurahan tersebut, sehingga dengan demikian<br />
LKM adalah milik masyarakat setempat. LKM dicatatkan<br />
ke notaris untuk mendapatkan pengakuan dan<br />
pembuktian atas adanya organisasi LKM tersebut.<br />
Proses pencatatan LKM dilakukan oleh pimpinan kolektif<br />
LKM atas mandat anggota LKM/masyarakat secara<br />
keseluruhan<br />
5 Kedudukan Harus ditegaskan disini, kedudukan LKM yang<br />
independen, diluar institusi manapun<br />
Merupakan mitra aparat pemerintahan baik tingkat<br />
desa/kelurahan, juga dengan kelembagaan masyarakat<br />
yang lain<br />
6 Organisasi, Tupoksi, Fungsi dan<br />
Peran<br />
BKM/LKM terdiri dari unsur Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />
yang merupakan board of trustee atau dewan amanah<br />
48 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO Bagian Uraian<br />
yang juga merupakan representasi nilai masyarakat,<br />
yang peran utamanya adalah menjadi steering<br />
(pengarah dan pengendali) upaya penangulangan<br />
kemiskinan dan fungsi utamanya adalah merumuskan<br />
kebijakan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya<br />
dan juga melakukan kontrol.<br />
Untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari Pimpinan<br />
Kolektif BKM/LKM dibantu oleh Sekretariat BKM/LKM<br />
yang bertanggung jawab secara <strong>teknis</strong> operasional<br />
sehari-hari, mengelola pengaduan masyarakat dan juga<br />
mengelola keuangan diluar kegiatan pinjaman bergulir.<br />
Selain daripada itu Pimpinan Kolektif BKM/LKM juga<br />
dibantu oleh Unit-unit dibawahnya yang terdiri dari UPK<br />
BKM/LKM yang tugas utamanya mengelola Keuangan<br />
dan kegiatan pinjaman dana bergulir, UPL BKM/LKM<br />
yang tugas utamanya mengelola kegiatan<br />
lingkungan/infrastruktur dan UPS BKM/LKM yang tugas<br />
utamanya mengelola kegiatan <strong>sosial</strong>.<br />
Pengawas UPK BKM/LKM yang tugas utamanya<br />
membantu BKM/LKM dalam mengawasi kegiatan<br />
pinjaman dana bergulir.<br />
Untuk melaksanakan tugas BKM/LKM, Pimpinan Kolektif<br />
BKM/LKM dapat membentuk unit operasional lain sesuai<br />
kebutuhan.<br />
7 Pimpinan Kolektif BKM/LKM,<br />
Koordinator Pimpinan Kolektif<br />
BKM/LKM, Anggota Pimpinan<br />
Kolektif BKM/LKM<br />
8 Keuangan: Perolehan dan<br />
Pengeluaran<br />
Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM berjumlah 9-13<br />
orang<br />
Dipilih berdasarkan kriteria nilai<br />
Dipilih melalui proses pemilu demokratis yang akan<br />
dibahas rinci di ART<br />
Dipilih untuk masa bakti 3 tahun<br />
Keanggotaan pimpinan kolektif BKM/LKM dapat hilang,<br />
bilamana meninggal dunia, melakukan penyimpangan,<br />
pindah tempat tinggal, mengundurkan diri,dll<br />
Bilamana terjadi pergantian antar waktu, akan dipilih<br />
berdasarkan ranking pemilu tingkat desa/kel dan<br />
disahkan melalui Rembuk Warga tertinggi.<br />
Koordinator Pimpinan Kolektif (PK) BKM/LKM Fungsinya<br />
mengkoordinir seluruh anggota PK BKM/LKM dalam<br />
setiap pengambilan kebijakan/keputusan<br />
Koordinator PK BKM/LKM dapat dilakukan bergantian<br />
dan periodik sesuai kesepakatan yang tertuang dalam<br />
ART<br />
Koordinator PK BKM/LKM dapat bertindak atas nama<br />
BKM/LKM, berdasarkan hasil kesepakatan pimpinan<br />
kolektif BKM/LKM, untuk berhubungan dengan pihak lain<br />
untuk mencapai tujuan BKM/LKM<br />
Anggota PK BKM/LKM memiliki kedudukan yang setara<br />
dalam hal memutuskan sebuah kebijakan/pengambilan<br />
keputusan<br />
Dalam hal Koordinator PK BKM/LKM berhalangan setiap<br />
anggota PK BKM/LKM berhak mewakili<br />
Setiap anggota PK BKM/LKM berhak memilih dan dipilih<br />
menjadi Koordinator PK BKM/LKM<br />
Ada Sumber dan penggunaan dana, bisa darimanapun<br />
apakah APBN, APBD, swasta, swadaya, hasil perguliran<br />
UPK BKM/LKM, dll masuk melalui rekening BKM/LKM<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 49
NO Bagian Uraian<br />
(dan akan diatur melalui ART)<br />
SEtiap dana yang diterima dimana pemberi dana<br />
mempunyai persyaratan tertentu atas penggunaan dana<br />
tersebut maka dana akan digunakan secara khusus<br />
sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama<br />
pemberi dana dengan tetap mempertimbangkan tujuan<br />
BKM/LKM<br />
Dana BKM/LKM sebesar-besarnya digunakan untuk<br />
aktifitas penanggulangan kemiskinan Berbasis Tridaya<br />
(Lingkungan, Sosial dan Ekonomi)<br />
Penerima manfaat dari kegiatan tersebut adalah<br />
KK miskin hasil pemetaan Swadaya yang<br />
terdaftar dalam Data PS-2<br />
Pengelolaan keuangan dikelola oleh Sekretariat<br />
BKM/LKM sedangkan khusus untuk kegiatan Pinjaman<br />
Dana Bergulir dikelola oleh UPK BKM/LKM<br />
Untuk penggunaan dana yang tidak termuat dalam<br />
rencana anggaran harus disetujui oleh suara mayoritas<br />
dalam kuorum Musyawarah PK BKM/LKM (diatur dalam<br />
ART)<br />
Penggunaan Laba UPK BKM/LKM akan dialokasikan<br />
untuk pemupukan <strong>modal</strong> UPK, Biaya operasional UPK<br />
dan cadangan resiko pinjaman (Akan diatur lebih detil<br />
dalam ART).<br />
Mekanisme Penerimaan, Pengeluaran dan pemanfaatan<br />
dana akan diatur secara lebih detil dalam ART.<br />
9 Kegiatan Kegiatan utama BKM/LKM adalah upaya<br />
penanggulangan kemiskinan, dengan siklus<br />
pembangunan partisipatif tahunan dan 3 tahunan<br />
Dalam siklus tahunan kegiatan utamanya adalah<br />
Tinjauan Partisipatif, RWT dan juga implementasi<br />
kegiatan berbasis Tridaya<br />
Sedangkan siklus 3 tahunan terdiri dari RK, PS, Pemilu<br />
BKM/LKM, PJM Pronangkis, Pengembangan KSM, RWT<br />
Dalam implementasi kegiatan orientasinya adalah<br />
peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin<br />
(IPM & MDG's) dan juga tridaya (Ekonomi, lingkungan<br />
dan <strong>sosial</strong>)<br />
10 Musyawarah/Rembug Warga<br />
Pengambilan Keputusan<br />
Ada beberapa jenjang pengambilan keputusan<br />
Ada Musyawarah pengambilan keputusan tertinggi, yang<br />
merupakan utusan warga hasil pemilu tingkat<br />
basis/komunitas<br />
terkecil<br />
(RT/RW/Dukuh/Dusun/Kampung/Banjar,dll)<br />
Musyawarah tertinggi memiliki kewenangan mengganti<br />
anggota BKM/LKM, merubah AD & ART, Menyusun PJM<br />
Pronangkis, dll, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+<br />
1 utusan warga hasil pemilu tingkat basis sebelumnya.<br />
Ada Musyawarah Pimpinan Kolektif BKM/LKM;<br />
Merupakan musyawarah anggota pimpinan kolektif<br />
BKM/LKM, terutama untuk merumuskan kebijakan<br />
penanggulangan di wilayahnya, Musyawarah pimpinan<br />
kolektif di atur dalam ART. Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />
juga dapat merumuskan Surat Keputusan sebagai<br />
aturan pendukung yang tertuang dalam AD maupun<br />
ART, untuk mengatur <strong>teknis</strong> operasional pelaksanaan<br />
seluruh kegiatan. Dalam hal membuat Surat Keputusan<br />
ini, tidak boleh bertentangan dengan AD dan ART yang<br />
50 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO Bagian Uraian<br />
sudah disusun, Quorum tercapai bila diikuti oleh 50%+<br />
1 Anggota Pimpinan Kolektif BKM/LKM.<br />
Ada Musyawarah akhir tahun, dilakukan dalam rangka<br />
evaluasi penanggulangan kemiskinan dan<br />
pertanggungjawaban Pimpinan Kolektif BKM/LKM,<br />
merumuskan Rencana tahunan, <strong>teknis</strong> musyawarah<br />
akhir tahun diatur dalam ART. Quorum tercapai bila<br />
diikuti oleh 50%+ 1 utusan warga hasil pemilu tingkat<br />
basis sebelumnya Ada Musyawarah luar biasa, bilamana<br />
terjadi penyimpangan atas prinsip-prinsip pelaksanaan<br />
penanggulangan kemiskinan, Musyawarah luar biasa<br />
bisa dilakukan atas usulan 50%+ 1 utusan warga hasil<br />
Pemilu BKM/LKM sebelumnya.<br />
Musyawarah tersebut dapat dihadiri oleh tamu<br />
undangan yang merupakan unsur-unsur kelompok di<br />
masyarakat (Kepala Desa/Lurah,RT,RW, Tokoh<br />
masyarakat, PKK, Karang Taruna, Tokoh agama, dll)<br />
11 Relawan dan KBK Relawan merupakan mitra kerja Pimpinan Kolektif<br />
BKM/LKM dalam nangkis, dasarnya adalah keikhlasan<br />
dan juga kerelawanan. Siapapun berhak mengajukan<br />
diri menjadi relawan. Pimpinan Kolektif BKM/LKM<br />
memfasilitasi pengembangan relawan dan juga relawan<br />
sektoral sesuai minatnya.<br />
KBK (Komunitas Belajar Kelurahan) adalah wadah<br />
belajar masyarakat dan pelembagaan proses<br />
penanggulangan kemiskinan, seluruh pemangku<br />
kepentingan dalam nangkis berhak hadir. Terutama<br />
membahas tema-tema penanggulangan kemiskinan di<br />
masyarakat. Pimpinan Kolektif BKM/LKM memfasilitasi<br />
Pengembangan KBK<br />
12 Mekanisme Pemilu BKM/LKM Mekanisme Pemilu BKM/LKM antara lain mengatur<br />
langkah-langkah pemilu BKM/LKM:<br />
o Pembentukan Panitia Pemilu yang terdiri dari Panitia<br />
Pemilu, Pengawas dan Perumus AD & ART, tugas<br />
Panitia diatur dalam ART<br />
o Pemilu tingkat basis, harus mengundang seluruh<br />
Penduduk dewasa, dan minimum diikuti oleh 30%<br />
penduduk dewasa di wilayah tersebut.<br />
o Pemilu tingkat basis menghasilkan utusan warga<br />
yang berhak hadir dalam Pemilu tingkat<br />
desa/kelurahan untuk memilih pimpinan kolektif<br />
BKM/LKM. Jumlah utusan warga diatur dalam ART<br />
o Akan halnya pemilu BKM/LKM tingkat basis tidak<br />
mencapai kehadiran 30% penduduk dewasa, maka<br />
pemilu harus di ulang, mekanisme pemilu ulang<br />
diatur dalam ART<br />
o Pemilu tingkat desa/kelurahan diikuti oleh seluruh<br />
utusan warga tingkat basis yang diikuti minimal 2%<br />
dari penduduk dewasa di desa/kelurahan tersebut.<br />
Pemilu BKM/LKM dilaksanakan sekurang-kurangnya 3<br />
tahun sekali sesuai masa bakti BKM/LKM atau bilamana<br />
terjadi musyawarah luar biasa yang diatur dalam AD<br />
13 Pelaksanaan transparansi dan<br />
akuntabilitas<br />
Upaya Nangkis oleh BKM/LKM harus menjamin<br />
transparansi akuntabilitas, ada beberapa instrumen terkait<br />
dengan hal ini, yaitu:<br />
Seluruh hasil kegiatan Penanggulangan kemiskinan<br />
harus dipublikasikan kepada masyarakat<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 51
NO Bagian Uraian<br />
Audit tahunan, audit tahunan BKM/LKM dilakukan oleh<br />
auditor independen, keputusan pemilihan tim audit<br />
diambil dalam Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM<br />
Tinjauan partisipatif yang di dalamnya ada review<br />
keuangan<br />
Mekanisme Pengelolaan keuangan diatur dalam ART dan<br />
juga Petunjuk khusus yang disepakati oleh Musyawarah<br />
pimpinan kolektif BKM/LKM<br />
Termasuk di dalamnya mekanisme pertanggungjawaban<br />
KSM yang melaksanakan kegiatan nangkis<br />
Laporan keuangan dan kegiatan setidak-tidaknya akan<br />
disampaikan ke aparat pemerintah setempat dan<br />
dipublikasikan ke masyarakat.<br />
13 Perubahan Anggaran Dasar dan<br />
ART<br />
Anggaran dasar dan ART hanya dapat dirubah melalui<br />
Musyawarah tertinggi BKM/LKM<br />
14 Sanksi Apabila ditemukan indikasi penyimpangan dan<br />
penyalahgunaan oleh Pimpinan Kolektif BKM/LKM, UP-<br />
UP, KSM atau masyarakat yang tidak memenuhi kaidah<br />
transparansi dan akuntabilitas, maka dapat dikenakan<br />
sanksi.<br />
Jika penyimpangan terjadi di lingkungan UP-UP, KSM,<br />
atau masyarakat, maka bentuk sanksi yang diberikan<br />
ditetapkan melalui Musyawarah pimpinan kolektif<br />
BKM/LKM.<br />
Jika penyimpangan terjadi di lingkungan Pimpinan<br />
Kolektif BKM/LKM, maka bentuk sanksi yang diberikan<br />
ditetapkan melalui Musyawarah tertinggi BKM/LKM<br />
Ketentuan dan bentuk sanksi akan diatur dalam ART<br />
15 Pembubaran Pembubaran/penutupan Lembaga Keswadayaan<br />
Masyarakat, dapat dilakukan jika Pimpinan Kolektif<br />
BKM/LKM sebagai dewan amanah warga sudah tidak<br />
mampu lagi menjalankan tugas dan fungsinya.<br />
Jika Lembaga Keswadayaan Masyarakat ditutup, maka<br />
kekayaan yang dimiliki yang berasal dari dana BLM<br />
harus diserahkan kepada lembaga yang telah ditunjuk<br />
BKM/LKM melalui Musyawarah tertinggi yang visi dan<br />
misinya sejalan dengan visi misi penanggulangan<br />
kemiskinan BKM/LKM. Dalam hal tidak ada lembaga<br />
yang dimaksud, sebelumnya BKM/LKM daat<br />
memfasiltiasi pembentukan Lembaga berbadan hukum<br />
untuk kepentingan nangkis.<br />
Keputusan pembubaran harus dihadiri oleh sekurangkurangnya<br />
50%+1 dari 2% penduduk dewasa.<br />
16 ART Anggaran Rumah Tangga Lembaga Keswadayaan<br />
Masyarakat serta peraturan khusus yang memuat<br />
peraturan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dalam<br />
Anggaran Dasar ini, disusun oleh BKM/LKM melalui<br />
Musyawarah pimpinan kolektif BKM/LKM dengan tidak<br />
bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.<br />
Melalui mekanisme Musyawarah pimpinan kolektif<br />
BKM/LKM dapat mengeluarkan Surat Keputusan yang<br />
isinya tidak boleh bertentangan dengan Anggaran<br />
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta keputusan lain<br />
dari Musyawarah tertinggi<br />
Anggara Rumah Tangga sebaiknya memuat seluruh<br />
52 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
NO Bagian Uraian<br />
aturan main pelaksanaan kegiatan dengan<br />
mempertimbangkan seluruh pedoman pelaksanaan,<br />
<strong>petunjuk</strong> <strong>teknis</strong>, POB dll. yang telah dikeluarkan oleh<br />
PNPM Mandiri Perkotaan.<br />
17 Penutup Demikian Anggaran Dasar Lembaga Keswadayaan<br />
Masyarakat ini ditetapkan dan ditandatangani oleh yang<br />
diberi kuasa oleh Musyawarah tertinggi<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 53
Lampiran 3<br />
Sistem Arsip dan Database Organisasi BKM/LKM<br />
A. Pendahuluan<br />
Setiap pekerjaan dan kegiatan kantor, baik pemerintah maupun swasta, bahkan organisasi <strong>sosial</strong><br />
sekalipun memerlukan penyimpanan, pencatatan serta pengolahan surat, baik ke dalam maupun<br />
keluar dengan sistem tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini disebut dengan<br />
istilah Administrasi Kearsipan. Kearsipan sebagai salah satu kegiatan perkantoran merupakan hal<br />
yang sangat penting dan tidak mudah. Arsip yang dimiliki oleh organisasi harus dikelola dengan baik<br />
sebab keunggulan pada bidang kearsipan akan sangat membantu tugas pimpinan serta membantu<br />
mekanisme kerja dari seluruh karyawan instansi yang bersangkutan dalam pencapaian tujuan secara<br />
lebih efisien dan efektif. Informasi yang diperlukan melalui arsip dapat menghindari salah<br />
komunikasi, mencegah adanya duplikasi pekerjaan dan membantu mencapai efisiensi kerja.<br />
Apa sajakah yang perlu dilakukan agar komunitas mampu mengelola informasi? Bagaimana cara<br />
melakukannya? Dari mana memulainya? Banyak pihak memilih untuk memulai dengan melakukan<br />
pembenahan dokumentasi organisasi. Memang benar adanya, dokumentasi merupakan kelemahan<br />
umum dari banyak organisasi komunitas. Tak jarang kita menjumpai dokumentasi BKM/LKM yang<br />
jauh dari rapi. Beberapa upaya dilakukan dengan mendidik beberapa relawan atau pengurus<br />
BKM/LKM untuk melakukan pencatatan (melengkapi lembar isian, menomori surat keluar/masuk,<br />
mengarsipkan, dst). Namun, upaya ini sering tak memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun<br />
pelatihan sudah diberikan, dokumen tetap tercerai‐berai tak beraturan. Banyak BKM/LKMtetap tidak<br />
sanggup memproduksi bahkan dokumen organisasi yang paling sederhana, seperti ringkasan<br />
pertemuan/rapat. Pekerjaan dokumentasi akhirnya terhenti sama sekali, setelah petugas<br />
penanggungjawabnya kehilangan minat untuk melanjutkan tugasnya. Mengapa kehilangan minat?<br />
Karena petugas tersebut kemudian mengamati bahwa seluruh hasil pekerjaannya hanya akan<br />
berakhir di rak penyimpanan dokumen. Tak seorang pun berminat memanfaatkan hasil<br />
pekerjaannya.<br />
Pengelolaan arsip dan database organisasi sangat penting dalam kaitannya dengan perkembangan<br />
organisasi, pengambilan keputusan dan terlbih terhadap rekaman proses pembelajaran untuk<br />
menjadi lebih baik. BKM/LKMadalah motor penggerak penanggulangan kemiskinan, jadi di<br />
BKM/LKMlah tumpuan dokumentasi proses pembelajaran tersebut, harus mampu mengelola data<br />
dan informasi yang ada untuk kepentingan proses pengembangan komunitas dan pembelajaran<br />
dalam jangka panjang.<br />
B. Pengertian Pengelolaan arsip dan database<br />
Banyak teori tentang arsip, tapi itu tidak penting, yang lebih penting adalah apa manfaatnya untuk<br />
kepentingan organisasi. Salah satu teori yang penting tentang Arsip ini apa yang disebut Lembaga<br />
Administrasi Negara (LAN) dalam (Wursanto, 1991:47)<br />
"Arsip sebagai segala kertas, buku, foto, film, rekaman suara, gambar peta,<br />
bagan atau dokumen-dokumen lain dalam segala macam bentuk dan sifatnya,<br />
asli atau salinannya, serta dengan segala penciptaannya, dan yang dihasilkan<br />
atau diterima oleh suatu organisasi/badan, sebagai bukti atas tujuan,<br />
organisasi, fungsi-fungsi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, keputusan-keputusan,<br />
prosedur-prosedur, pekerjaan-pekerjaan, atau kegiatan pemerintah yang lain,<br />
atau karena pentingnya informasi yang terkandung didalamnya"<br />
54 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
Dalam konteks ini maka yang dimaksud dengan arsip BKM/LKMadalah segala kertas, buku, modul,<br />
pedoman, SOP, berita acara dan dokumen lain dengan berbagai macam bentuk dan sifatnya, yang<br />
dihasilkan BKM/LKM selama proses pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.<br />
Sedangkan Pengelolaan database, kurang lebih adalah pengelolaan data‐data penting yang berguna<br />
yang dapat dikembangkan menjadi informasi untuk pengembangan kebijakan, keputusan, dan<br />
juga evaluasi upaya penanggulangan kemiskinan.<br />
Secara teori pengertian arsip dan database ini berbeda, akan tetapi dalam prakteknya ini merupakan<br />
satu kesatuan kegiatan, sehingga sebut saja ini adalah Pengelolaan Arsip dan Database BKM/LKM.<br />
C. Maksud dan Tujuan<br />
Maksud pengelolaan arsip dan database ini tentu dalam rangka menunjang kegiatan organisasi<br />
BKM/LKM terutama untuk pengelolaan penanggulangan kemiskinan di wilayah agar berlangsung<br />
secara efektif dan effisien. Sedangkan tujuannya antara lain:<br />
1. Seluruh rekaman data, alat bukti, proses, informasi tersusun dengan baik dan mempermudah<br />
siapapun untuk mengakses data dan informasi tersebut<br />
2. Agar data dan informasi yang ada tersebut dapat digunakan dalam perencanaan dan<br />
pengambilan keputusan dan terlebih untuk proses pembelajaran penanggulangan kemiskinan<br />
D. Mengurai Kegiatan BKM/LKM<br />
Penting disampaikan bahwa, pengelolaan arsip tidaklah berdiri sendiri, kedudukannya sangat terkait<br />
erat dengan dinamika organisasi yang ditunjukan dengan kegiatannya. Oleh karena itu terlebih<br />
dahulu penting di uraikan apa saja yang menjadi elemen‐elemen kegiatan BKM/LKM dalam<br />
penanggulangan kemiskinan. Secara sederhana akan disampaikan dengan hal‐hal berikut:<br />
1. Kegiatan siklus pembangunan partisipatif; Sebagaimana diketahui setiap tahun BKM/LKM dan<br />
jajarannya melaksanakan proses siklus pembangunan partisipatif, kegiatan ini bila di tahun ke 4,<br />
tentu prosesnya sangat lengkap mulai dari RK, PS, Pembentukan BKM/LKM, Penyusunan PJM<br />
Pronangkis sampai dengan pelaksanaan kegiatan, sedangkan di tahun ke 2 dan ketiga diwakili<br />
oleh 2 kegiatan besar yaitu review partisipatif dan Rembuk Warga Tahunan Masyarakat;<br />
2. Pengelolaan kegiatan tridaya; Sebagai implementasi dari siklus pembangunan partisipatif, maka<br />
dilakukannya kegiatn yang berbasis tridaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, mencakup didalamnya<br />
pembentukan KSM, proposal serta juga laporan pertanggjungjawaban kegiatannya.<br />
3. Pengelolaan kegiatan transparansi dan akuntabilitas; yang dimaksud dalam hal ini adalah<br />
pengelolaan kegiatan yang terkait untuk menjamin transparansid an akuntabilitas, antara lain<br />
kinerja UPK dan sekretariat, audit interal maupun eksternal, Monitoring dan evaluasi dl<br />
4. Pengambilan keputusan; Sebagai dasar pelaksanaan kegiatannya, BKM/LKM mendasarkan<br />
kegiatannya dengan keputusan yang ada, antara lain dengan AD & ART, surat keputusan<br />
pengangkatan UP‐UP, Surat keputusan pengelolaan tridaya, dll<br />
5. Kegiatan Pengembangan kapasitas; Hampir di setiap saat BKM/LKM dan jajarannya<br />
melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas, apakah mencakup pengembangan kapasitas<br />
bagi BKM/LKM sendiri, relawan dan juga UP‐UP bahkan KSM, kegiatan ini biasanya<br />
didukungdengan materi‐materi tertentu<br />
6. Pengelolaan surat‐menyurat; Kegiatan surat menyurat adalah kegiatan yang hampir pasti terjadi<br />
di semua organisasi, apalagi BKM/LKM, misalnya terkait dengan surat undangan pertemuan,<br />
pemberitahuan, permohonan, tanggapan, keputusan dll<br />
Kegiatan‐kegiatan tersebutlah yang nantinya kurang lebih akan didokumentasikan menjadi arsip dan<br />
database BKM/LKM.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 55
E. Kaitan peran dan tugas masing‐masing unsur terhadap pengelolaan arsip database<br />
Berdasarkan kegiatan tersebut, kegiatan pengelolaan arsip dan database, bisa saja diurai<br />
berdasarkan obyeknya, akan tetapi akan lebih mudah bilamana dikaitkan dengan peran atau tugas<br />
masing‐masing unsur dalam kegiatan serta arsip dan database apa yang harus dikelola oleh masingmasing<br />
unsur tersebut, secara umum disampaikan bahwa peran/tugas masing‐masing adalah seagai<br />
berikut:<br />
1. BKM/LKM; BKM/LKM bukan bertugas, mengingat memang dipilih berdasarkan kerelaan dan<br />
fungsi utramanya adalah menjaga norma dan nilai dalam penanggulangan kemiskinan, BKM/LKM<br />
Berperan terutama untuk pengambilan kebijakan dan juga keputusan umum penanggulangan<br />
kemiskinan serta mengelola kegiatan rutin tahunan masyarakat seperti siklus tahunan, dan juga<br />
pengelolaan kesekretrariatan BKM/LKM, untuk membantu BKM/LKM dalam hal ini ditunjuk<br />
sekretariat<br />
2. UP‐UP; tugas utamanya tentu adalah pengelolaan kegiatan tridaya, mengoperasionalisasikan<br />
kebijakan yang telah disusun oleh BKM/LKM<br />
Secara rinci peran/tugas masing‐masing akan disampaikan sebagai berikut:<br />
NO<br />
UNSUR<br />
1 BKM/LKM DAN<br />
SEKRETARIAT<br />
ARSIP<br />
1. Surat Menyurat:<br />
a. Surat Masuk<br />
b. Surat Keluar<br />
c. Surat Keputusan<br />
d. dll<br />
2. Pedoman/<strong>petunjuk</strong> <strong>teknis</strong> umum:<br />
Pedoman Pelaksanaan,<br />
pedoman siklus<br />
3. Modul pelatihan<br />
4. Media Sosialisasi<br />
5. AD & ART<br />
6. Struktur Organisasi<br />
7. Buku Keuangan Sekretariat<br />
2 UPK 1. Surat Menyurat:<br />
a. Surat Masuk<br />
b. Surat Keluar<br />
c. Surat Keputusan<br />
d. dll<br />
2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />
pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />
materi dan tanya jawab<br />
pemahaman pinjaman dan<br />
tanggung enteng)<br />
PENGELOLAAN<br />
DATABASE<br />
1. Data proses siklus: RK, PS, BKM/LKM, PJM,<br />
Review Partisipatif, RWT<br />
2. Data hasil PS<br />
3. Peta desa (skalatis & terlihat batas wilayah)<br />
4. Dokumen PJM Pronangkis<br />
5. Rencana Kerja Tahunan BKM/LKM<br />
1. Buku Pinjaman Bergulir<br />
2. Perencanaan: Daftar prioritas KSM yang<br />
layak mendapat pinjaman bergulir<br />
3. Pelaksanaan:<br />
a. Formulir permohonan dan pengajuan<br />
pinjaman bergulir KSM dan anggotanya,<br />
BA KSM, Copy KTP<br />
b. Hasil pemeriksaan UPK terhadap calon<br />
peminjam dan usahanya analisa serta<br />
usulan kepada manajer UPK terhadap<br />
permohonan pinjaman KSM dan<br />
anggotanya<br />
c. Putusan Manajer UPK (setuju atau<br />
menolak) atas pengajuan permohonan<br />
pinjaman KSM dan anggotanya<br />
d. Berkas realisasi pinjaman kepada KSM<br />
dan anggotanya berupa Surat Perjanjian<br />
Pinjaman, Bukti Kas Keluar asli, Surat<br />
Kuasa<br />
e. Data besar pinjaman, jasa, jangka waktu,<br />
angsuran, anggota KSM miskin/tidak,<br />
Laki/Perempuan dalam Reg. Sisa<br />
Pinjaman.<br />
56 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
3 UPL 1. Surat Menyurat:<br />
a. Surat Masuk<br />
b. Surat Keluar<br />
c. Surat Keputusan<br />
d. dll<br />
2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />
pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />
materi dan tanya jawab<br />
pemahaman pinjaman dan<br />
tanggung enteng)<br />
4. Tahap Pemeliharaan:<br />
a. Data peminjam : KSM, anggota KSM,<br />
anggota perempuan, anggota miskin,<br />
yang memperoleh pinjaman, yang lunas,<br />
yang aktif, yang menunggak.<br />
b. Data pinjaman : yang direalisir, saldo<br />
pinjaman, yang dibayar kembali, yang<br />
dibayar maju<br />
c. Data tunggakan pinjaman : Besar<br />
tunggakan, Saldo pinjaman berdasarkan<br />
kolektibilitas<br />
d. Indikator kinerja pinjaman bergulir : LAR,<br />
PAR, CCr, ROI<br />
1. Peta permasalahan tematik lingkungan<br />
(listrik,jalan,saluran,air bersih,failitas <strong>sosial</strong>)<br />
2. Potensi SDM/SDA terkait lingkungan<br />
3. Peta lokasi kegiatan lingkungan yg telah<br />
dibangun oleh pihak-pihak pembangunan<br />
lain<br />
4. Peta tata guna tanah<br />
5. Peta kepemilikan tanah<br />
6. Peta investasi kegiatan infrastruktur<br />
7. Perencanaan:<br />
a. Nama KSM yang dianggap layak untuk<br />
ikut dalam kegiatan lingkungan<br />
b. Daftar harga satuan dari toko-toko<br />
bangunan & kota/kabupaten<br />
c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM<br />
yang akan mengerjakan kegiatan<br />
lingkungan<br />
d. Berita acara hasil verifikasi proposal<br />
kegiatan<br />
e. Nama KSM dan kegiatan sesuai<br />
proposal yang telah diverifikasi<br />
8. Pelaksanaan:<br />
a. Nama pemasok bahan dan alat, tenaga<br />
kerja<br />
b. Form SPPD-L<br />
c. RPD,LPD Dan BA pembayaran tiap KSM<br />
d. Daftar calon suplier bahan dan alat<br />
e. Data hasil opname pekerjaan di<br />
lapangan<br />
f. Form daftar uji dampak lingkungan<br />
g. Form laporan harian,<br />
mingguan,bulanan,LPJ & dokumentasi<br />
progress<br />
h. Daftar SPPDL yang di amandemen<br />
i. Progress KSM<br />
j. Data hasil opname pekerjaan di<br />
lapangan & data inventarisasi O&M yg<br />
terbentuk<br />
k. Form Pemeriksaan/sertifikasi, Form<br />
BAP2<br />
l. Data swadaya masyarakat dari tiap<br />
pekerjaan KSM<br />
m. LPJ KSM<br />
9. Pemeliharaan:<br />
a. Rencana kerja, anggaran dan<br />
penanggung jawab tim O&P di tiap<br />
kegiatan infrastruktur<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 57
4 UPS 1. Surat Menyurat:<br />
a. Surat Masuk<br />
b. Surat Keluar<br />
c. Surat Keputusan<br />
d. dll<br />
2. Bukti kegiatan <strong>sosial</strong>isasi dan<br />
pembinaan KSM (Daftar hadir,<br />
materi dan tanya jawab<br />
pemahaman pinjaman dan<br />
tanggung enteng)<br />
b. Form dan tata cara pemanfaatan dan<br />
Pemeliharaan kegiatan<br />
1. Peta permasalahan tematik <strong>sosial</strong><br />
(kesehatan, pendidikan,<br />
jompo,pengangguran,dll)<br />
2. Potensi SDM/SDA terkait Sosial<br />
3. Peta investasi kegiatan <strong>sosial</strong><br />
4. Perencanaan:<br />
a. Nama KSM yang dianggap layak untuk<br />
ikut dalam kegiatan lingkungan<br />
b. Daftar harga satuan dari toko-toko<br />
bangunan & kota/kabupaten<br />
c. Proposal kegiatan yang diajukan KSM<br />
yang akan mengerjakan kegiatan<br />
lingkungan<br />
d. Berita acara hasil verifikasi proposal<br />
kegiatan<br />
e. Nama KSM dan kegiatan sesuai<br />
proposal yang telah diverifikasi<br />
5. Pelaksanaan:<br />
a. Daftar SPPDS yang di amandemen<br />
b. Progress KSM<br />
c. Data swadaya masyarakat dari tiap<br />
pekerjaan KSM<br />
d. LPJ KSM<br />
Arsip dan database tersebut tidak baku, bahkan mungkin bisa jauh lebih sederhana sesuai dengan<br />
kebutuhan lapangan masing‐masing.<br />
58 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
F. Lay Out Ruangan Sekretariat BKM/LKM<br />
Penting diilustrasikan, bagaimana kira‐kira sekretariat BKM/LKM yang mampu menggambarkan<br />
dinamika organisasi yang juga tertata rapih, tapi tentu sekali lagi ini disesuaikan dengan kondisi<br />
lapangan masing‐masing. Berikut salah satu contoh lay out ruangan sekretariat BKM/LKM yang<br />
relatif sudah cukup baik.<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 59
Lampiran 4<br />
TEKNIS DASAR LEGAL DRAFTING<br />
Disarikan dari Modul Penyusunan Perdes Partisipatif LSU BINA INSANI<br />
A. LANDASAN PEMBENTUKAN PERUNDANG‐UNDANGAN<br />
Dalam pembentukan suatu produk perundang‐undangan ada beberapa landasan yang harus<br />
diperhatikan yaitu:<br />
1. Landasan filosofis; Landasan filosofis dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan oleh<br />
pemerintah daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai‐nilai yang hakiki di tengah tengah<br />
masyarakat. Misalnya agama dan kepercayaan atau kearifan lokal setempat .<br />
2. Landasan sosiologis; Landasan filosofis merupakan pandangan hidup, kesadaran dan citacita<br />
moral yang luhur yang meliputi suasana kewajiban serta watak dari bangsa Indonesia. Landasan<br />
sosiologis adalah suatu tinjauan terhadap gejala‐gejala <strong>sosial</strong>, ekonomi dan politik yang<br />
berkembang dalam masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya naskah akademis (draft<br />
academic) tentang rancangan peraturan perundang‐undangan yang akan dibuat. Selain itu juga<br />
memuat analisa kecenderungan sosiologis‐futuristik tentang sejauh mana tingkah laku <strong>sosial</strong> itu<br />
sejalan dengan arah dan tujuan perkembangan hukum nasional. Landasan sosiologis<br />
menghendaki peraturan perundang‐undangan yang dibuat bisa mencerminkan kenyataan yang<br />
hidup dalam masyarakat. Suatu peraturan perundang‐undangan dapat dikatakan mempunyai<br />
landasan sosiologis apabila ketentuan‐ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan<br />
kesadaran hukum masyarakat.<br />
3. Landasan yuridis; Landasan yuridis dapat dibedakan menjadi dua macam<br />
a. Landasan yuridis yang beraspek formal, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum yang memberi<br />
kewenangan (bevoegdheid) kepada badan pembentuknya.<br />
b. Landasan yuridis yang beraspek material, yaitu ketentuan‐ketentuan hukum tentang masalah<br />
atau persoalan apa yang harus diatur. Dengan kata lain dilihat dari segi isi (materi), yakni dasar<br />
hukum untuk mengaturnya.<br />
Landasan yuridis menghendaki agar peraturan perundang‐undangan yang dibuat menunjukkan:<br />
a. keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundangundangan, karena<br />
setiap peraturan perundang‐undangan harus dibuat oleh pejabat yang berwenang<br />
b. keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis dengan materi yang diatur;<br />
c. keharusan mengikuti tata cara tertentu; dan<br />
d. keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang lebih tinggi.<br />
B. Teknik Drafting Peraturan di tingkat Desa<br />
Pada umum Kerangka struktur Peraturan Desa terdiri dari:<br />
a. Penamaan/Judul;<br />
b. Pembukaan;<br />
c. Batang Tubuh;<br />
d. Penutup; dan<br />
e. Lampiran<br />
Agar Kerangka struktur Peraturan tersebut dapat tersusun maka metodenya adalah sebagai berikut:<br />
60 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
1. PERUMUSAN KERANGKA<br />
2. PERUMUSAN KONSIDERAN, KETENTUAN UMUM, BAB, BAGIAN, PARAGRAF<br />
3. PERUMUSAN PASAL dan Ayat<br />
4. PERUMUSAN PENJELASAN UMUM dan PASAL‐PASAL<br />
a. Penamaan / Judul<br />
Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mempunyai<br />
penamaan/judul.<br />
Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat<br />
keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau keputusan yang<br />
diatur.<br />
Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat singkat dan<br />
mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.<br />
Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.<br />
CONTOH:<br />
b. Pembukaan<br />
Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :<br />
PERATURAN DESA CIMANGGIS<br />
NOMOR 13 TAHUN 2006<br />
TENTANG<br />
ANGGARAN PENDAPATAN DAN<br />
BELANJA DESA<br />
1. Frasa " Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";<br />
2. Jabatan pembentuk Peraturan Desa.<br />
3. Konsiderans;<br />
4. Dasar Hukum;<br />
5. Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";<br />
6. Memutuskan; dan<br />
7. Menetapkan<br />
b.1 Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa"; merupakan kata yang harus<br />
ditulis dalam Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan<br />
seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.<br />
Contoh:<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG<br />
MAHA ESA<br />
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, ditulis<br />
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).<br />
Contoh:<br />
KEPALA DESA CIMANGGIS,<br />
b.2 Konsiderans; Konsiderans harus diawali dengan kata "Menimbang" yang memuat uraian singkat<br />
mengenai pokok‐pokok pikiran yang menjadi latar belakang, alasan‐alasan serta landasan yuridis,<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 61
filosofis, sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan<br />
Kepala Desa. Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap‐tiap pokok pikiran<br />
dirumuskan pengertian, dari tiap‐tiap pokok pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri<br />
dengan tanda titik koma (;).<br />
Contoh :<br />
Menimbang : a. …………………..;<br />
b. …………………..;<br />
c. .....……………….;<br />
b.3 Dasar Hukum<br />
1. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi<br />
pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundangundangan<br />
yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran Kepala Desa dan<br />
Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.<br />
2. Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu :<br />
a. Landasan yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan<br />
Keputusan Kepala Desa; dan<br />
b. Landasan yuridis materi yang diatur.<br />
3. Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang‐undangan yang<br />
tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat. Catatan :<br />
Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar<br />
hukum karena tidak termasuk jenis peraturan perundang‐undangan.<br />
4. Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundangundangan,<br />
atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka<br />
dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan<br />
perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan<br />
nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut.<br />
5. Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan<br />
Lembaran Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau<br />
ada).<br />
6. Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang‐undangan, maka tiap dasar hukum diawali<br />
dengan angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)<br />
Contoh penulisan<br />
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang<br />
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan<br />
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004<br />
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik<br />
Indonesia Nomor 4389);<br />
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang<br />
Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005<br />
Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik<br />
Indonesia Nomor 4546);<br />
3. Peraturan Menteri ... Nomor... Tahun ... Tentang…..<br />
4. Peraturan Daerah ... Nomor ... Tahun ... tentang ...<br />
(Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan<br />
Lembaran Daerah Nomor ...)<br />
62 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
.3 Frasa "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa"<br />
Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala<br />
Desa", merupakan kalimat yang harus dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya<br />
dilakukan sebagai berikut :<br />
Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;<br />
Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital;<br />
Kata "antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan<br />
Kata "Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.<br />
Contoh:<br />
Dengan Persetujuan Bersama<br />
BADAN PERMUSYAWARATAN<br />
DESA<br />
CIMANGGIS<br />
dan<br />
KEPALA DESA CIMANGGIS<br />
b.4 Memutuskan<br />
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ).<br />
peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah margin.<br />
Contoh :<br />
MEMUTUSKAN<br />
b.5 Menetapkan<br />
Kata "menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan<br />
kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital<br />
dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).<br />
Contoh :<br />
MEMUTUSKAN :<br />
Menetapkan : PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG<br />
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI<br />
ORGANISASI PEMERINTAH DESA<br />
CIMANGGIS<br />
Jadi jika digabungkan bagian pembukaan akan tampak kurang lebih seperti berikut:<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 63
PERATURAN DESA CIMANGGIS<br />
NOMOR 13 TAHUN 2006<br />
TENTANG<br />
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />
KEPALA DESA CIMANGGIS,<br />
Menimbang : a. ……………………………………………;<br />
b. ……………………………………………;<br />
c. ………………………………………..dst;<br />
Mengingat : 1. ……………………………………………;<br />
2. ……………………………………………;<br />
3. ………………………………………..dst;<br />
Dengan persetujuan bersama<br />
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CIMANGGIS<br />
Dan<br />
KEPALA DESA CIMANGGIS<br />
MEMUTUSKAN:<br />
Menetapkan<br />
: PERATURAN DESA CIMANGGIS TENTANG<br />
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA<br />
TAHUN ANGGARAN 2008<br />
c. Batang Tubuh<br />
Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal‐pasal atau diktum‐diktum.<br />
Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal‐pasal adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala<br />
Desa yang bersifat mengatur (Regelling), sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat<br />
penetapan (Besehikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum‐diktum<br />
Batang Tubuh Peraturan Desa, terdiri dari<br />
1. Ketentuan Umum;<br />
2. Materi yang diatur;<br />
3. Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan<br />
4. Ketentuan Penutup<br />
c.1 Ketentuan Umum<br />
Rumusan tentang definisi tertentu yang berlaku sama untuk seluruh materi perundang‐undangan<br />
Disusun berdasar urutan angka 1, 2 dst<br />
Berlaku sama terhadap perundangundangan yang lain.<br />
64 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
c.2 Penulisan Bab, Bagian; Paragraf, Pasal dan ayat<br />
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf kapital.<br />
Contoh :<br />
BAB I<br />
KETENTUAN UMUM<br />
Bagian diberi nomor unit dengan bilangan yang<br />
ditulis dengan huruf kapital dan diberi judul.<br />
Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan<br />
judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali<br />
huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak<br />
pada awal frasa.<br />
Contoh :<br />
BAB II<br />
( ……… JUDUL BAB ……... )<br />
Bagian Kedua<br />
..............................................................<br />
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal dalam judul paragraf,<br />
dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf<br />
pertama ditulis dengan huruf kecil.<br />
Contoh :<br />
Bagian Kedua<br />
( ……… Judul Bagian ………)<br />
Paragraf Kesatu<br />
(Judul Paragraf)<br />
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi<br />
Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari pada dalam<br />
beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal<br />
itu merupakan satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka<br />
arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital.<br />
Contoh :<br />
Pasal 5<br />
Pasal dan Ayat:<br />
Memuat satu konsep perbuatan/kewenangan tertentu<br />
Terdiri dari beberapa ayat yang saling berkaitan (jika diperlukan)<br />
Jika memuat konsep baru dibuat Pasal baru<br />
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 65
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di<br />
antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan<br />
dirumuskan dalam satu kalimat.<br />
Contoh :<br />
(1) ………………….<br />
(2) ………………….<br />
(3) ………………….<br />
Pasal 21<br />
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat<br />
yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.<br />
RINCIAN; Tiap‐tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.<br />
(3) ……………………………<br />
a ……………………..; dan<br />
b …………………………..<br />
Jika suatu rincian memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2,<br />
dan seterusnya.<br />
(4) ………………………………………<br />
a.…………………………………;<br />
b.…………………………………; dan<br />
c. …………………………………;<br />
1. ………………………………….;<br />
2. ………………………………….; dan<br />
3. ………………………………….;<br />
a) …………………………………..;<br />
b)…………………………………..; dan<br />
c).…………………………………..;<br />
1)…………………………………….;<br />
2)…………………………………….; dan<br />
3)…………………………………….;<br />
d.Penutup<br />
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan;<br />
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf<br />
3. kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca koma;<br />
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar dan<br />
pangkat;<br />
5. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani<br />
oleh Kepala Desa<br />
Lihat juga: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN<br />
PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA<br />
66 PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN MODAL SOSIAL 67
KANTOR PUSAT<br />
JL. Pattimura No.20 Kabayoran Baru<br />
Jakarta Selatan, Indonesia - 12110<br />
KANTOR PROYEK<br />
Jl. Penjernihan 1 No. 19 F Pejompongan<br />
Jakarta Pusat Indonesia - 10210<br />
SEKRETARIAT TP PNPM MANDIRI<br />
www.pnpm-mandiri.org<br />
PENGADUAN<br />
P.O. BOX 2222 JKPMT<br />
SMS 0817 148048<br />
e-mail : ppm@pnpm-perkotaan.org<br />
www.p2kp.org | www.pnpm-perkotaan.org