05.05.2015 Views

NASKAH AKADEMIS dan RANCANGAN UNDANG-UNDANG

NASKAH AKADEMIS dan RANCANGAN UNDANG-UNDANG

NASKAH AKADEMIS dan RANCANGAN UNDANG-UNDANG

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Mahkamah Pi<strong>dan</strong>a Internasional<br />

peradilam militer kasus penculikan tersebut gagal untuk memenuhi prinsip-prinsip<br />

keadilan.<br />

Praktek Pengadilan HAM baik yang Ad Hoc (untuk kasus Tanjung Priok) maupun<br />

permanen (untuk kasus Abepura yang diadili melalui Pengadilan HAM Makassar) juga<br />

terbukti sulit untuk menjangkau <strong>dan</strong> menghukum orang yang paling bertanggung jawab.<br />

Penyebab kegagalan tersebut diantaranya adalah perangkat hukum HAM di Indonesia<br />

khususnya hukum acaranya yang tidak memadai serta aparat penegak hukum yang<br />

dinilai kurang siap untuk menghadapi kasus yang relatif baru bagi mereka.<br />

Inilah tantangan bagi para penegak hukum <strong>dan</strong> pemerintah untuk dapat menemukan<br />

celah-celah keadilan yang selama ini sulit untuk ditembus oleh hukum. Dengan menjadi<br />

pihak dalam Statuta Roma menjadikan Indonesia mau tidak mau harus membenahi<br />

aturan hukumnya khususnya dalam hal menghapuskan rantai impunitas di negaranya<br />

sebagai komitmen keseriusan Pemerintah Indonesia untuk memberikan jaminan<br />

perlindungan serta penegakkan HAM terhadap warga negaranya.<br />

2. Melengkapi Kekurangan Sistem Hukum Indonesia<br />

Meratifikasi Statuta Roma serta memasukkan kejahatan internasional serta prinsipprinsip<br />

umum hukum pi<strong>dan</strong>a internasional ke dalam sistem hukum pi<strong>dan</strong>a nasional,<br />

akan meningkatkan kemampuan negara untuk mengadili sendiri para pelaku kejahatan<br />

terhadap kemanusiaan serta kejahatan perang. Bahkan negara secara efektif akan<br />

menghalangi <strong>dan</strong> mencegah terjadinya kejahatan yang paling serius yang menjadi<br />

perhatian masyarakat internasional tersebut. Dengan melaksanakan kewajibannya<br />

untuk mengadili pelaku kejahatan internasional yang paling serius tersebut, negara<br />

secara langsung akan memberikan kontribusi terhadap keamanan, stabilitas, kedamaian<br />

nasional, regional, bahkan internasional.<br />

Sebagai bagian dari masyarakat internasional yang juga ingin berperan aktif dalam<br />

perdamaian dunia, serta menyadari begitu banyaknya kelemahan dalam sistem<br />

hukumnya seringkali membuat Indonesia sulit untuk memenuhi kewajibannya dalam<br />

menghukum pelaku kejahatan internasional. Indonesia harus melakukan begitu banyak<br />

pembenahan khususnya dalam hal instrumen hukum serta sumber daya manusianya.<br />

Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini adalah terlalu banyaknya un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g<br />

yang antara satu <strong>dan</strong> lainnya saling bertentangan sehingga dalam hal kepastian hukum<br />

seringkali membingungkan. Tidak hanya di tingkat Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g, namun juga di<br />

tingkat aturan pelaksanaannya (seperti Peraturan Daerah). Selain itu, sistem hukum<br />

Indonesia khususnya dalam mengasorbsi hukum internasional ke dalam hukum nasional<br />

Indonesia masih sangat tidak jelas.<br />

Praktek di Indonesia menunjukan bahwa setelah meratifikasi suatu konvensi<br />

internasional (baik dalam bentuk Un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g maupun Keppres) maka harus segera<br />

disertai dengan aturan pelaksanaan (implementing legislation) yang memuat pengaturan<br />

mengenai lembaga pelaksana <strong>dan</strong> jika perlu sanksi pi<strong>dan</strong>a efektif suatu kejahatan tertentu<br />

sehingga konvensi itu bisa benar-benar berlaku efektif terhadap warga negaranya.<br />

Padahal berdasarkan Pasal 7(2) Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi<br />

Manusia dinyatakan bahwa “ketentuan hukum internasional yang telah diterima Negara<br />

Republik Indonesia yang menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi hukum nasional”.<br />

Sementara itu, banyak aparat penegak hukum yang tidak memahami aturan hukum<br />

internasional <strong>dan</strong> berbagai praktek internasional yang terjadi, bahkan banyak diantara<br />

mereka cenderung tidak memiliki keberanian untuk melakukan terobosan dengan<br />

mendasarkan suatu kejahatan yang terjadi dengan praktek internasional. Sehingga,<br />

sangat jarang ditemukan suatu putusan pengadilan di Indonesia yang mendasarkan<br />

pada kasus-kasus internasional atau hukum kebiasaan internasional.<br />

69

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!