paralel’ yang sangat beda dariteater profesional kontemporer.Pencarian untuk sebuah‘teater paralel’ telah membuatRabindranath sibuk denganseluruh karirnya di bidangdrama, meskipun dia mulaidengan drama model Barat –pertama dengan eksperimentasieksperimentasiopera sepertidalam pementasan Valmiki-Pratibha (1881), Kalmrigaya(1882) dan Mayar Khela (1888);berikut, dia mencoba dengansebuah struktur tragis alaShakespeare seperti dalam RajaO Rani (1889) dan Visarjan(1890). Sebagian besar daripementasan-pementasan iniditandai dengan penggunaankebiasaan-kebiasaan panggungyang sangat realistis, apakahdalam bentuk sebuah ilusitentang hutan yang diciptakandengan pohon-pohon yangsebenarnya seperti padapementasan Valmiki-Pratibha(1890), atau panggung yangdipadati dengan barang-barangsungguhan seperti padapementasan Visarjan (juga 1890).Antara Visarjan pada tahun1890 dan Sarodatsav padatahun 1908, meskipun adaupaya-upaya sporadis untukpenulisan skenario, praktis adagap selama hampir delapanbelas tahun. Pertunjukan dramasecara serius mulai dilakukanlagi pada tahun 1908 denganpementasan Sarodatsav dan halini menandai sebuah perubahanpenting, tidak saja secaradramaturgikal atau teatrikaltetapi bahkan ideologikal.Di lain pihak, Rabindranathmasih punya sense of regardatau penghargaan untuk“great English” (semua yangdianggapnya bagus dalamkebudayan Inggris) untukmembedakannya dengan “little<strong>Tagore</strong> (kiri) dan dengan Indira Devi (bawah) dalam Valmiki PratibhaINDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 40 INDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 41
English” (yang ditemukannyapada pejabat-pejabat kolonialyang menguasai India). Di lainpihak, dia terpengaruh olehtumbuhnya gerakan-gerakannasionalis dan ideologi antikolonialyang terus memperolehmomentum.Diantara keduanya Rabindranathmulai ‘membayangkan’ sebuahbangsa India modern yangtelah menemukan kembalikeagungan-keagunganmasa silamnya yang telahhilang. Desakan hatinya inidiartikulasikan dalam beberapapuisi, lagu-lagu dan esei-eseiyang dikarangnya selamaperiode ini (diantaranya adaesei-esei seperti “PrachyaO Paschatya Sabhyata”:1901, “Nation ki”: 1901,“Bharatvarsher Samaj”: 1901,“Bharatvarsher Itihas”: 1902,“Swadeshi Samaj”: 1904). Disinidia dengan penuh kesadaransedang berusaha untukmeninggalkan sistim pendidikanInggris dengan mendirikansebuah sekolah di Santiniketan,untuk melaksanakan konsepIndia tentang tapovan (1901).Dia bahkan terlibat aktif dalamprotes-protes politik yangmenentang kebijakan Inggrisuntuk memekarkan Bengala;dia ikut terjun ke jalan-jalandengan menyanyikan lagu-lagudan merayakan Rakshabandhanantara masyarakat Hindu danMuslim (1905).Bersamaan dengan itu, dia juga‘membayangkan’ sejenis teaterbaru, yang secara signifikanakan berbeda dengan mimikriatau teater tiruan kolonialyang dipraktekkan waktuitu di panggung-panggung.Teori baru tentang teaterini dirumuskannya dalamesei “Rangamancha” (1903),dimana dia menyuarakanketidaksetujuannya terhadapmodel-model teater Barat,khususnya yang bersifatrealistis, dan menyarankanuntuk kembali kepadatradisi lama yang asli India.Upaya Rabindranath untukmelancarkan jatra cukupsignifikan karena hal inimenunjukkan ketidaksetujuannya terhadap teaterBengali baik yang berbaukolonial maupun yang bersifaturban atau perkotaan. Dalamkata pendahuluan Tapati (1929)dia mengecam realisme yangsangat gamblang pada teater,khususnya penggambaranpemandangan dengan lukisan.Dalam membayangkan sebuah“teater paralel”, <strong>Tagore</strong> berusahauntuk membersihkannya daripernak-pernik kolonial daninfleksi urban yang tidak perlu.<strong>Tagore</strong> sebetulnya sedangberusaha untuk memastikanbahwa imajinasi para penontonjangan sampai dibatasi.Ketika dia pindah keSantiniketan dimana diamendirikan sekolah-asrama(ashrama-school) denganlingkungan alam terbuka,Rabindranath dapatmelaksanakan ide ataugagasannya tentang teater‘baru’/’paralel’ – dalambahasa-bahasa dramatis danteatrikal – khususnya dalammemproduksi drama-dramamusiman seperti Sarodotsavdan Phalguni. Dalampementasan drama produksitahun 1911, Sarodatsav,(dimana Rabindranathberperan sebagai Sannyasi,atau pertapa), murid-muridnya“mendekorasi panggungdengan bunga-bunga teratai,kash, daun-daun dan tanamantanaman”.Rabindranath hanyamengizinkan pemakaianselembar kain biru untukmenggambarkan langit, danmenyuruh Abanindranathuntuk memindahkan payungyang ditaburi dengan mika:“Rabikaka tidak menyukainya,dan bertanya, ‘Mengapamenggunakan payung kerajaan?Panggung harus tetap bersihdan segar’; setelah berkatademikian, dia menyuruh untukmemindahkan payungnya.”Panggung kosong adalahsetting yang cocok untukkedua adegan dalam dramaini: adegan yang mengambiltempat di jalan, dan yang keduamengambil tempat di tepiSungai Betashini.Lagi, untuk pementasan pertamaPhalguni di Santiniketan (25April 1915), dekorasi panggungdisesuaikan dengan strukturpuitik dramanya. Seperti kataSita Devi, “panggungnyapenuh dengan daun-daundan bunga-bunga. Di keduasisinya ada dua buah ayunandimana dua orang bocah lelakikecil berayun dengan rianggembira dengan iringan lagu. . .” Indira Devi, mengenangpementasan Jorasanko padatahun 1916 (sebuah pertunjukanamal untuk membantu korbanmusim paceklik di Bankura),berkomentar: “Untuk menggantisebuah dekor tiruan dari Barat,digunakan latar belakangberwarna biru, yang masihdipakai sampai sekarang.Di depannya diletakkancabang sebuah pohon, yangdiujungnya terdapat sebuahbunga berwarna merah”. Dalamsebuah tinjauan, harian TheStatesman (1 Februari 1916)mengatakan: “ ‘Phalguni’semarak dengan warna dansuara dan kegembiraan. 1 ”Sekitar periode ini,Rabindranath juga menulis,yang dianggap sebagaidrama-dramanya yang lebihmatang, Raja (1910), Dakghar(1917), Muktadhara (1922),Raktakarabi (1924) dan TasherDesh (1933). Dalam setiapdrama dia bereksperimendengan struktur dramaturgikal.1<strong>Tagore</strong> sebagai Raghupati dalam VisarjanDalam Rudraprasad Chakrabarty,Rangamancha O Rabindranath: SamakalinPratrikiya, hal. 125-126.Pementasan kedua dramamusiman ini di alam terbukadi Santiniketan mencerminkanpemikiran-pemikirannyatentang senografi teater baru.Meskipun Raja, Dakghar danTasher Desh diproduksi olehRabindranath, dia tidak bisamementaskan Muktadharadan Raktakarabi, padahal diatelah membacakannya didepanbanyak orang di berbagaikesempatan.Pada tahun 1926, Rabindranathmengambil langkah beranilagi dengan memperkenalkanseni tari sebagai sebuahmedium ekspresi teatrikaldalam dramanya Natir Puja.INDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 42 INDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 43