Peranan Rabindranath DalamEmansipasi WanitaKATHLEEN M. O’CONNELLPeranan Rabindranath dalam liberalisasi wanita Bengali sangat pentingartinya. Awalnya, dia mengekspos nasib kaum perempuan dan membelapemberian otonomi kepada mereka melalui surat-surat, cerpen-cerpen, dantulisan-tulisannya. Melalui novel-novelnya, dia mampu membangun modelmodelbaru dan vital bagi peranan perempuan untuk menciptakan sebuahgenerasi baru perempuan Bengali. Dalam perkembangan berikutnya, melaluiaksinya menerima perempuan untuk menempuh pendidikan di sekolahnya diSantiniketan, dia menjadi seorang pelopor yang inovatif dalam coeducationatau pendidikan bersama.Keluarga <strong>Tagore</strong> diJorasanko memainkanperanan penting dalamhampir semua perubahansosial-kultural yang terjadi padaabad ke-19 di Bengala, tidakterkecuali emansipasi wanita.Dwarkanath <strong>Tagore</strong> (1794-1846), kakek Rabindranath,memelopori pendidikan wanitadan reformasi sosial mengenaiwanita sejak 1842, setelahkembali dari kunjungan keEropa. Ayah Rabindranath,Devendranath (1817-1905),meskipun dia konservatif,didukung oleh sekolah Bethuneuntuk pendidikan wanita,dan mengizinkan anak-anakperempuan dan anggota-anggotaperempuan lain dari keluarganyamengikuti berbagai bentukpendidikan dan kegiatankegiatansosial. Peranan yangpaling cemerlang dimainkanTulisan ini memamerkan lukisan-lukisan<strong>Tagore</strong>.oleh saudara Rabindranath,Satyendranath (1842-1923),dalam meliberalkan wanita. IsteriSatyendranath, Gnanadanandini(1851-1941) menjadi seorangrole model tentang bagaimanaseharusnya perilaku seorangwanita modern. Gnanadanandinitidak saja merancang ulang corakpakaian wanita Bengali agar lebihcocok untuk bepergian keluarrumah, dia juga menyumbangkantulisan-tulisan tentang reformasipendidikan dan sosial perempuandi beberapa majalah danberkunjung ke Inggris dengantiga orang anaknya tanpa disertaioleh suaminya. Jadi, Rabindranathtumbuh dan berkembang dalamsebuah rumah tangga dimananorma-norma mengenai wanitaterus berubah dengan cepat.Kunjungan pertama Rabindranathke Inggris dilakukan padatahun 1878, pada usia 17, danbeberapa komentar awalnyaINDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 81
tentang perlunya kebebasan bagiwanita Bengali disampaikannyadalam serangkaian surat-suratyang ditulisnya kepadakeluarganya. Setelah menghadirisebuah pesta dimana lelaki danwanita Inggris bebas bergaul,<strong>Tagore</strong> menulis sepucuk suratyang memperbandingkankebebasan lelaki dan wanita diInggris dengan pengisolasianwanita-wanita Bengali, yangtertutup dengan purdah danterpisah dari dunia luar. TulisRabindranath:Adalah wajar jika lelaki dan wanitasama-sama ingin mencari hiburan.Wanita adalah bagian dari rasmanusia dan Tuhan menciptakanmereka sebagai bagian darimasyarakat. Menganggap mencarihiburan melalui pergaulan antarasesama manusia adalah sebuahdosa besar, tidak sosiabel dansebagi sebuah masalah sensasionalbukan saja abnormal, tidakbermasyarakat, dan karenanyadapat dianggap tidak beradab.Kaum lelaki dapat menikmatisegala macam hiburan di dunialuar, sementara wanita sangatterkungkung dan terikat di rumahrumahmereka (Rabindranath<strong>Tagore</strong>, Letters from a Sojourner inEurope, ed. Supriya Roy, Visva-Bharati, 2008: 88).Menjawab kritikan terhadapsuratnya ini, yang dimuatdalam Bharati, yang padawaktu itu diedit oleh kakaknyaDwijendranath (1840-1926), diamenulis:Redakturnya mengatakan bahwamenyuruh wanita memakai purdahbukanlah mencerminkan sifat priayang mementingkan dirinya sendiri,tetapi merupakan tuntutan alamiahdari tugas-tugas wanita dalammengurus rumah tangga mereka.Ini merupakan dalih lama yangdikemukakan oleh orang-orangyang menentang kebebasan wanita(women lib); tetapi saya rasatidak perlu dikemukakan bahwamenganggap kebiasaan memakaipurdah lumrah di dalam rumahmereka sendiri sepanjang hidupmereka, dan memutus semuakontak dengan dunia luar adalahsangat tidak normal. (ibid, h.100).Sekembalinya ke India, <strong>Tagore</strong>diserahi tanggung jawab untukmengurus tanah milik keluargadi Bengala Timur. Disana, untukpertama kalinya, Rabindranathmenyaksikan langsung keadaanmasyarakat pedesaan danpenderitaan-penderitaanmereka pada umumnya danwanita pedesaan khususnya.Pada periode inilah dia banyakmenulis cerita pendek untukmenggambarkan nasib anak-anakyatim dan para janda sepertiRatan dalam ‘Postmaster’ danKusum dalam ‘Ghater Katha’atau keburukan-keburukan sistimdowry dan anak-anak yangtelah menjadi isteri sebagaimanatergambar dalam perlakuanjelek terhadap Nirupama dalam‘Dena Paona’ (‘Untung danRugi’), serta tindakan-tindakanrepresif terhadap wanita yangbersekolah yang digambarkanmelalui karakter Uma dalamKhata (‘Buku Latihan’). Cerpenpaling radikal dari Rabindranath‘Strirpatra’ (‘Surat SeorangIsteri) terbit belakangan. Disinidigambarkan perubahankarakter wanita utamanyaMrinal – seorang wanita berkastatinggi, dari seorang isteri yangsubmisif (suka menyerah)menjadi seorang individual yangotonomis. Mrinal memilih hidupterpisah dari keluarga besarsuaminya karena dia pernahmenyaksikan tekanan-tekananyang diperlakukan terhadapseorang anggota keluargaperempuan dalam keluargaitu. Harus dicatat bahwaRabindranath juga mendorongpara penulis perempuan, dankarena dorongan ini, tulisantulisanfeminis Sarat KumariChaudhurani (1861-1920) dimuatdalam jurnal-jurnal sepertiSadhana dan Bharati.Ketika Rabindranath memulaisekolah-sekolahnya diSantinketan pada tahun 1901,dia sebetulnya menginginkanuntuk menerima muridmuridperempuan juga,tetapi keinginannya terbuktitidak praktis sampai tahun1909, ketika citra tradisionalBrahmacharyashram terpukullagi karena menerima seorangperempuan sebagai muridnya.1Enam orang wanita pertama– yang telah punya ikatandengan ashram – diakomodasidi salah satu asrama mereka,dimana mereka diasuh olehibu Ajit Chakravarti dan isteriMohit Chandra Sen, Susheela.Eksperimen ini dianggap begituradikal karena keenam orangmurid perempuan ini tidakbelajar di kelas-kelas terpisah,tetapi dalam kelas yang sama,olah raga yang sama dan mandir(kuil) yang sama dengan muridlaki-laki. Dorongan selanjutnya1 P.K. Mukhopadhyay dan HimangshuMukherjee keduanya menyatakan pembukaansekolah perempuan pada tahun 1908, namunAmita Sen, yang tinggal di ashram dalamperiode tersebut, menyatakan tahun 1909.untuk program kaum wanitadatang ketika Rathindranathdinikahkan dengan Pratima Devi(1863-1969) pada tahun 1910,dan Pratima mulai memainkanperanan penting dalam kegiatankegiatanasrama, khususnyadalam drama dan seni.Rabindranath terus melakukaneksplorasi dengan psycheperempuan dalam tulisantulisannya.Penerbitan novelnyaGora penting artinya dilihatdari peranan karakter-karakterwanitanya dan bagaimanamereka berinteraksi denganmasyarakat sekeliling. Karakterkarakterseperti Lolita, Sucharitadan Anandamoyi ditonjolkandalam proses pembentukanidentitas-identitas baru danotonomi personal dengan caracarabaru yang mereka ciptakanuntuk berinteraksi dengankaum lelaki dan masyarakat.Pengembangan karakter-karakterpenting seperti ini memberisinyal tentang pentingnya suatuidentitas baru yang diupayakanRabindrana th untuk para muridperempuannya di Santiniket an.Karakter-karakter dalam novelini berusaha merubah peranperanstereotip karena faktorjenis kelamin, kasta dan rasmenjadi orang-orang yang mauberpartisipasi dalam suatu visisosial yang lebih luas, menjadirole model bagi generasi baruwanita Bengali.Dalam tulisan-tulisannyamengenai pendidikan,Rabindranath juga mulai denganisu pendidikan bagi kaum wanita.Tulisannya berjudul Strishiksha(‘Pendidikan Wanita’), yang padaawalnya dimuat dalam jurnalSabuj Patra dan kemudianditerjemahkan kedalam bahasaInggris dengan judul ‘TheEducation of Women’ padabulan Agustus 1915, menyatakandengan tegas bahwa pendidikanitu harus ada mutunya.Apapun yang harus kita ketahuiadalah pengetahuan. Pengetahuanharus sama-sama dimiliki olehINDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 82 INDIA PERSPECTIVES VOL 24 NO. 2/2010 83