RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
sementara anak keduanya ke sekolah menengah pertama.<br />
Tetapi dalam bayangannya, problem biaya pendidikan pasti akan<br />
menghadang kelak ketika anak sulungnya lulus sekolah menengah atas<br />
dan hendak melanjutkan ke perguruan tinggi. Untuk mengantisipasi hal<br />
itu, alih-alih terus-menerus menjadi buruh, Bu Surti mulai merintis<br />
usaha sendiri. Dengan modalnya yang kecil plus pinjaman lunak dari<br />
bekas majikannya, dia pun membuka usaha pembuatan tepung beras<br />
sendiri. Usahanya ini ternyata berkembang. Dari semula mempekerjakan<br />
tiga orang, tiga tahun kemudian dia mempekerjakan sepuluh orang. Dan<br />
dengan bisnisnya yang berkembang ini dia pun tidak kesulitan<br />
membiayai pendidikan anak sulungnya ke perguruan tinggi, dan anak<br />
keduanya ke sekolah menengah atas.<br />
Pada tahun 1979 suami Bu Surti dilepas dari rumah tahanan.<br />
Istilah ”dibebaskan” sebenarnya jelas tidak tepat, sebab para mantan<br />
tapol 'Peristiwa 1965' itu senantiasa diawasi gerak-geriknya oleh aparat<br />
keamanan, serta sangat terbatas ruang gerak mereka. Pelepasan ini tentu<br />
merupakan hal yang membahagiakan Bu Surti dan kedua anaknya.<br />
Mereka kini kembali utuh sebagai sebuah keluarga.<br />
Akan tetapi, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.<br />
Keberhasilan Bu Surti dalam berjuang mempertahankan hidup dan<br />
bahkan sukses merintis usaha sendiri ternyata tidak disambut dengan<br />
kebanggaan oleh suaminya, tetapi malah dipandang sebagai<br />
pengambilalihan atas otoritasnya sebagai kepala keluarga. Dalam situasi<br />
di mana ekonomi keluarga bertumpu pada usaha istrinya, dia merasa<br />
kehilangan wibawa sebagai kepala keluarga. Dia merasa tidak mampu<br />
meraih kembali wibawa masa lalu, masa sebelum dia di-tapol-kan, di<br />
mana dia bisa dan biasa memerintah istrinya seperti halnya<br />
komandannya memerintah dirinya. Pendek kata, wibawa dirinya sebagai<br />
kepala keluarga dia taruh lebih penting daripada keberhasilan istri dan<br />
kedua anaknya dalam berjuang menyambung hidup.<br />
Dalam situasi di mana suaminya tak sanggup menatap realitas<br />
yang telah berubah, hubungan Bu Surti dengan suaminya semakin sering<br />
diwarnai ketegangan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk hidup<br />
secara terpisah, tetapi tidak bercerai. Suaminya hidup bersama putranya,<br />
sementara Bu Surti bersama putrinya.<br />
Bagi Bu Surti, pengalaman pahit yang mengendap dalam<br />
ingatannya bukanlah saat-saat dimana dia harus bekerja keras selama<br />
43<br />
dignitas<br />
Volume VIII No. 1 Tahun 2012