RH7yFQ
RH7yFQ
RH7yFQ
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
OASE<br />
Puisi Pelarian Wiji Thukul<br />
3<br />
27 Juli 1996, ada pula yang menamakannya sebagai Peristiwa Kudatuli.<br />
Indikasi akan dijadikannya PRD sebagai pihak yang<br />
bertanggungjawab sebetulnya tampak dari penyataan Presiden Soeharto<br />
yang mengeluarkan pernyataan di depan para wartawan bahwa semua<br />
pihak harus mewaspadai aktivitas yang terjadi di depan kantor PDI di<br />
Jalan Diponegoro, Jakarta. ”Awas, ada banyak setan gundul di sana,”<br />
4<br />
ucap Presiden Soeharto. Dan ketika peristiwa terjadi dan masyarakat<br />
yang marah atas penyerangan pada dini hari 27 Juli 1996 tersebut dan<br />
melakukan penyerangan kepada sejumlah gedung pemerintah dan<br />
kendaraan berplat nomor merah, Kasospol TNI Mayjen TNI Syarwan<br />
Hamid menyatakan kepada media massa bahwa dalang kerusuhan yang<br />
5<br />
terjadi di Jakarta tak lain adalah anak-anak PRD.<br />
Hari-hari setelah Kudatuli aksi perburuan pun dimulai. Semua<br />
aktivis PRD termasuk berbagai organisasi yang berafiliasi pada PRD<br />
seperti SMID, Jaker, dan lain-lain diburu dan ditangkapi. Termasuk salah<br />
satunya adalah Wiji Thukul.<br />
3. Kudatuli. adalah akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Sebutan ini pertama kali digunakan oleh tabloid Swadesi<br />
dan kemudian digunakan secara luas oleh berbagai media massa. Sebutan yang lain adalah Peristiwa Sabtu<br />
Kelabu yang merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa ini yaitu hari Sabtu, kata "kelabu" untuk<br />
menggambarkan "suasana gelap" yang melanda panggung perpolitikan Indonesia saat itu. Peristiwa 27<br />
Juli 1996 ini menimbulkan kerugian material berupa 56 gedung dan 197 mobil rusak dan terbakar,<br />
sehingga menurut Gubernur Soejadi Soedirdja, total kerugian mencapai Rp.100 miliar. Dalam peristiwa<br />
ini 200 orang ditangkap. Menurut laporan Komisi Nasional Hak-Hak Azasi Manusia, ada tiga unsur<br />
penyebab kerusuhan yang terlibat, yakni unsur pendukung PDI kelompok Soerjadi dan Megawati, unsur<br />
pemerintah/aparat keamanan, dan masyarakat.<br />
4. Harian Terbit, 26 Juli 1996.<br />
5. Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditandatangani Ketua Munawir Sjadzali dan<br />
Sekjen Baharuddin Lopa tentang Peristiwa 27 Juli menyebut sebanyak 5 orang meninggal dunia, 149<br />
orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi<br />
sejumlah pelanggaran hak asasi manusia. Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi<br />
Manusia menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen<br />
Susilo Bambang Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel<br />
Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono<br />
memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya. Dokumen tersebut<br />
juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar ABRI c.q. Badan Intelijen ABRI<br />
bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade<br />
Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan<br />
penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen itu, rekaman video peristiwa itu menampilkan pasukan Batalion<br />
Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu dengan menyamar seolah-olah massa PDI pro-Kongres Medan.<br />
Fakta serupa terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di<br />
Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni 2000. Lihat: Laporan Penyelidikan Komnas HAM tentang Peristiwa 27<br />
Juli 1996. Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu membuktikan<br />
seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke<br />
Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI Budi<br />
Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan<br />
Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.<br />
92