02.06.2013 Views

ACEH_03378

ACEH_03378

ACEH_03378

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Menurut penjelasan penerjemah, tambahan ini diberikan guna mengikuti<br />

persamaan bunyi. Dan hal ini tidak mengganggu keutuhan terjemahan. Walaupun<br />

demikian, kalau kita perhatikan ungkapan jipeuhareuem keudroe" mengandung<br />

pengertian yang diharamkan oleh Bani Israil, padahal yang tertulis dalam ayat<br />

adalah yang diharamkan oleh Ya'qub (Israil) sendiri bukan oleh Bani (keturunan)<br />

Israil.<br />

Contoh lainnya, terjemahan ayat 36 surat al-Mu'min,<br />

36. Peureu'un jikheun teuma hai Haman<br />

Kapeugot sinan geudong nyang meugah<br />

Kumeung ek keudeh kapeugot rinyeun<br />

Beumanyang rinyeun kapeugot bagah<br />

Kata sharhun berarti rumah, menara yang tinggi. Dalam teks di atas, kata<br />

sharhun diterjemahkan dengan gedung yang megah mempunyai tangga, sehingga<br />

terasa panjang. Bandingkan terjemahan ini dengan terjemahan dalam Al Qur'an<br />

dan Terjemahnyna:<br />

36. Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah<br />

bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu,"<br />

Demikianlah catatan-catatan mengenai penyuntingan yang kami lakukan<br />

dan sekarang kami beralih kepada transkripsi yang ditempuh.<br />

IV<br />

Seperti telah disebutkan, naskah asli ditulis dengan huruf Jawoe (Melayu<br />

Arab), sedang penerbitannya direncanakan menggunakan huruf Latin. Penulisan<br />

dengan huruf Arab ini kelihatannya tidak dilakukan pengarang secara taat asas,<br />

karena kata yang sama kadang-kadang ditulis dengan huruf yang berbeda. Sedang<br />

kata-kata yang berasal dari bahasa Arab walaupun sudah diserap ke dalam Bahasa<br />

Aceh (yang sudah mengalami perubahan bunyi) tetap dituliskan dalam bentuk<br />

aslinya.<br />

Karena keadaan ini Team Penyunting tidak dapat sekedar mentransliterasikan<br />

dari huruf Arab ke huruf Latin, tetapi harus mentranskripsikannya secara taat asas.<br />

Berhubung tidak semua bunyi dalam Bahasa Aceh diwakili oleh huruf dalam tulisan<br />

Latin, maka terpaksa diadakan penyesuaian atau pengaturan huruf dan tanda-tanda.<br />

Sistem ejaan pertama penulisan Bahasa Aceh dengan huruf Latin dibuat<br />

oleh Snouck Hurgronje pada tahun 1893. Pada tahun 1910 ejaan ini direvisi oleh<br />

Moh. Djam dan Njak Tjoet; kemudian pada tahun 1932 direvisi lagi oleh H. Aboe<br />

Bakar dan de Vries; lalu pada tahun 1947 berubah akibat Ejaan Suwandi yang<br />

kemudian berubah lagi karena kehadiran Ejaan Yang Disempurnakan. Perubahan<br />

melalui seminar dilakukan pada tahun 1980, yang diadakan oleh Universitas Syiah<br />

Kuala. Tetapi hasil seminar ini dianggap terlalu rumit dan cenderung tidak praktis,<br />

karena di samping meletakkan banyak tanda baca di atas vokal, juga karena<br />

melakukan pemisahan suku kata sekiranya dua vokal dari dua suku kata ini terletak<br />

xx

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!