22.11.2014 Views

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

2. Hubungan homoseksual itu tidak alamiah<br />

Dan bila seseorang mengecam kaum homoseksual dengan alasan<br />

bahwa homoseksual itu bukanlah hal yang alamiah (bukan dari awalnya<br />

demikian), maka ia juga seharusnya mengecam kaum heteroseksual<br />

dengan alasan yang sama. Karena pada awal terbentuknya dunia ini<br />

[DN 27], makhluk tidak memiliki kelamin. Kemudian perlahan-lahan<br />

tubuh mereka menjadi lebih padat (karena makan-makanan yang berzat<br />

padat). Perbedaan kelamin menjadi lebih menonjol, dan pada saat itulah<br />

terdapat beberapa orang yang mulai berhubungan seks. Mereka dicaci<br />

dan dikucilkan karena pada saat itu hubungan seks dianggap sungguh<br />

menjijikan. Pada zaman sekarang, orang yang menjauhi hubungan<br />

sekslah yang dianggap tidak normal. Dan kayaknya cacian dan<br />

pengucilan terhadap kaum homoseksual terulang kembali seperti<br />

halnya dulu terhadap kaum heteroseksual. Begitulah pandangan dunia<br />

ini yang selalu berubah menurut perkembangan zaman.<br />

3. Kaum wanita diciptakan untuk kaum pria<br />

Tentunya dalam ajaran Buddha tidak dikenal istilah, “Kaum wanita<br />

diciptakan untuk kaum pria.” Bacalah Dîgha Nikâya 27 [DN 27] yang<br />

berisi penjelasan Buddha tentang evolusiawal terbentuknya manusia di<br />

muka bumi ini.<br />

4. Ajaran Buddha menganjurkan pernikahan heteroseksual<br />

Hubungan seks, baik itu homoseksual maupun heteroseksual adalah<br />

berakar pada keserakahan (lobha). Dengan sendirinya, ajaran Buddha<br />

tidak dapat menganjurkan kedua-duanya. Buddha dengan tegas<br />

melarang hubungan seks kepada para bhikkhu. Bagi mereka yang<br />

masih terikat pada kehidupan duniawi, Buddha memberikan petunjuk<br />

hidup berkeluarga yang baik [DN 31]. Tapi hal ini tidak boleh diartikan<br />

bahwa Buddha menganjurkan pernikahan. Manusia sudah hidup<br />

berkeluarga sebelum Buddha muncul di dunia ini. Dan karena Buddha<br />

menyadari bahwa tidak semua umat berkeluarga dapat (hendak)<br />

25

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!