Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Download PDF (8.7 MB) - DhammaCitta
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
'bertindak.'). Ini sebenarnya adalah ajaran yang cukup keliru. Kata 'sati'<br />
sebenarnya berasal dari kata dasar 'smrti' yang artinya 'mengingat.' Jadi<br />
terjemahan yang lebih sesuai untuk 'sati' adalah 'perenungan' 'pengulangan'<br />
'mengingat kembali' 'kewaspadaan diri [terhadap Dhamma] yang tinggi.'<br />
Sedangkan sampajanna itulah perhatian, yang berasal dari kata 'janati' yang<br />
berarti 'mengetahui' 'menyadari.' [Baca artikel “Mindfulness, Recollection, and<br />
Concentration” di www.vbgnet.org (telah diterjemahkan juga ke dalam<br />
bahasa Indonesia; hubungi DPD PATRIA SUMUT untuk mendapatkan buku<br />
ini)].<br />
Dengan menyalahartikan kata 'sati' ini saja, sudah tentulah banyak<br />
kebingungan yang muncul. Nah, vipassana adalah teknik meditasi yang<br />
menekankan pada perenungan dan perhatian. Jadi merenungi Dhamma itu<br />
adalah termasuk vipassanâ. Bukankah sekarang terlihat lebih jelas hubungan<br />
yang erat antara pengertian Dhamma dan meditasi? Karena tanpa<br />
mengerti/mempelajarinya terdahulu, bagaimana mungkin seseorang dapat<br />
merenunginya? Ini juga alasan mengapa Buddha memberikan banyak<br />
khotbah-khotbah Dhamma kepada kita.<br />
Apa sebenarnya yang patut direnungkan dan diperhatikan tersebut?<br />
Empat hal, yakni badan, perasaan, pikiran, dan unsur mentalitas (Dhamma)<br />
[MN 10]. Artikel ini akan menjelaskan mengapa vipassana itu bukan hanya<br />
sekedar perhatian (pengamatan, observasi, mindful) saja.<br />
Di Satipatthana Sutta [MN 10], Buddha menjelaskan tentang<br />
perhatian terhadap pikiran. Seorang meditator seharusnya jeli memperhatikan<br />
apakah pikirannya memiliki sifat dosa, adosa, lobha, alobha, moha, amoha,<br />
atau apakah pikirannya terkonsentrasi, buyar, meluas, menyempit, dan lainlain.<br />
Jadi seorang meditator seharusnya menyadari sifat pikirannya seperti<br />
yang disebutkan di atas, atau menyadari sifat kesementaraan pikirannya--<br />
muncul dan lenyap, atau mengetahui dan mengingat bahwa pikiran memang<br />
ada. Dan ia tetap membiarkan dirinya terlepas dari segala keterikatan.