Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM
Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM
Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Studi-studi awal yang dilakukan <strong>Elsam</strong> adalah tentang aspek pelanggaran <strong>HAM</strong><br />
dalam proyek pembangunan Kedung Ombo 17 di Jawa Tengah dan program<br />
Keluarga Berencana. Dua hasil studi yang membuat merah telinga pemerintah ini<br />
diterbitkan menjadi buku pada tahun 1995 dengan judul Atas Nama<br />
Pembangunan: Bank Dunia dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Studi penting<br />
lain yang dilakukan pada tahun-tahun awal itu adalah tentang pola-pola kasus<br />
kekerasan negara. Studi ini juga diterbitkan pada tahun 1995 dengan judul Ke<br />
Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Kajian Kasus-Kasus Penyiksaan<br />
Belum Terselesaikan. Studi lainnya antara lain soal pelaksanaan program<br />
Perkebunan Inti rakyat (PIR), soal hak berorganisasi para pekerja 18 , sistem kerja<br />
kontrak 19 , dan kebijakan pemerintah soal pertanahan 20 .<br />
Dari kantor di Jl. Kampung Melayu Besar No. 44 Jakarta Selatan 21 , organisasi ini<br />
juga melakukan monitoring secara rutin atas kasus-kasus pelanggaran <strong>HAM</strong><br />
secara umum di Indonesia. Monitoring tahun 1996 22 dan 1997 23 mencatat tak<br />
adanya perbaikan dalam perlindungan hak asasi manusia. Malah, pada tahun<br />
1996, yang tampak menonjol adalah masih terus berlanjutnya pelanggaranpelanggaran<br />
dalam skala berat (gross-violation) terhadap hak-hak fundamental<br />
manusia, sementara tindakan perbaikan yang dilakukan tidak terlihat secara<br />
signifikan.<br />
Selain itu, <strong>Elsam</strong> juga melakukan sejumlah advokasi kasus. Dengan fokus utama<br />
sebagai lembaga yang menangani advokasi kebijakan, penanganan kasus yang<br />
dilakukannya bersifat selektif. Biasanya memprioritaskan kasus-kasus bernuansa<br />
struktural yang terjadi di daerah. Sebab, pada saat itu, kasus-kasus yang terjadi<br />
di luar Jawa, tepatnya luar Jakarta, kurang mendapat perhatian. Salah satu misi<br />
<strong>Elsam</strong> dalam melakukan advokasi kasus semacam itu adalah mengangkat isunya<br />
ke tingkat nasional agar mendapatkan perhatian yang memadai dan penanganan<br />
segera. 24<br />
Kasus di Aceh mendapat perhatian besar karena kuantitas dan kualitas<br />
pelanggaran <strong>HAM</strong> di daerah ini sangat tinggi. Apalagi, daerah ini beberapa kali<br />
menjadi daerah operasi militer TNI dengan dalih memburu Gerakan Aceh<br />
Merdeka (GAM). Kasus LB Dingit, di Kalimantan Barat, mendapatkan advokasi<br />
hukum karena terjadi di daerah yang jauh dari Jakarta. Para pelakunya pun<br />
17 <strong>Elsam</strong> menerbitkan perjalanan proses hukum kasus Kedungombo. Ini tertuang dalam buku Stanley,<br />
Seputar Kedung Ombo (Jakarta: <strong>Elsam</strong>, 1994).<br />
18 Harian Kompas, ”Kebebasan Berserikat Jadi Agenda Perjuangan Buruh”, 30 Juni 1995.<br />
19 Harian Kompas, ”Sistem Kerja Kontrak Rugikan Pekerja”, 28 November 1995.<br />
20 Kajian ini diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Tanah Sebagai Komoditas: Kajian Kritis atas<br />
Kebijakan Tanah Orde Baru, yang diterbitkan <strong>Elsam</strong>, 1996.<br />
21 Sejak tahun 1998, sekretariat <strong>Elsam</strong> pindah ke Jl. Siaga II No. 31 Pasar Minggu, Jakarta, hingga<br />
sekarang.<br />
22 Dari buku ”Jiwa yang Melayang Hingga Pikiran yang Dibatasi: Penilaian atas Penegakan Hak Asasi<br />
Manusia <strong>Tahun</strong> 1996”.<br />
23 <strong>Catatan</strong> Penilaian Hak Asasi Manusia 1997, <strong>Elsam</strong>, 1997.<br />
24 Wawancara Agung Putri, 19 Juni 2008, dan wawancara Abdul Haris Semendawai, 11 Juni 2008.<br />
12