05.05.2015 Views

Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM

Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM

Demi Keadilan: Catatan 15 Tahun Elsam Memperjuangkan HAM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

dunia internasional. Dua di bawah ini adalah deksripsi beberapa kasus yang<br />

<strong>Elsam</strong> terlibat dalam advokasinya.<br />

Advokasi Kasus Pelanggaran <strong>HAM</strong> di Aceh. Aceh mulai bergolak sejak<br />

1989, yang ditandai dengan serangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke pos-pos<br />

ABRI dan merebut senjata. Pergolakan ini memang lebih besar dari saat gerakan<br />

ini diproklamasikan pada 4 Desember 1976. Setelah itu, situasi pelanggaran<br />

<strong>HAM</strong>-nya terus memburuk hingga akhirnya pemerintah mengirim pasukan<br />

Komando Strategis Cadangan Angkatan darat (Kostrad) ke Aceh dan menetapkan<br />

daerah ini berstatus darurat militer sampai 1998. 2<br />

Persinggungan pertama <strong>Elsam</strong> dalam kasus Aceh bermula tahun 1995. Saat itu<br />

<strong>Elsam</strong> menyelenggarakan pelatihan di Aceh, yang difasilitasi oleh aktivis <strong>HAM</strong>.<br />

Pelatihan sekitar 2 hari itu berada di daerah pedalaman, dekat Simpang KKA,<br />

Aceh Timur. Pesertanya sebagian besar ibu-ibu yang pernah menjadi korban<br />

Daerah Operasi Militer (DOM). Pelatihan yang difasilitasi oleh aktivis <strong>HAM</strong><br />

setempat menggunakan bahasa Aceh. Seperti halnya pelatihan di Timor Timur<br />

dan Papua, ini merupakan pintu masuk untuk membuat jaringan pengumpulan<br />

data kasus pelanggaran <strong>HAM</strong>. 3<br />

Pada tahun 1999, Aceh sudah tak lagi berstatus Daerah Operasi Militer (DOM).<br />

Tapi, tak lantas kedamaian datang. Daerah itu masih jauh dari situasi normal.<br />

DOM sudah selesai, tapi waktu itu situasinya hampir setiap hari ada orang yang<br />

dibunuh, terbunuh, orang hilang, dan militer masih berkeliaran di mana-mana. 4<br />

<strong>Tahun</strong> itu juga terjadi peristiwa Simpang KAA, pada 3 Mei 1999. Aksi unjuk rasa<br />

damai oleh masyarakat Dewantara ditanggapi dengan kekerasan oleh aparat TNI<br />

Denrudal 001 Pulo Rungkom. Akibatnya, 46 orang meninggal dunia, <strong>15</strong>3<br />

mengalami luka tembak, dan 3 orang mengalami luka akibat pukulan. 5<br />

Dalam kasus ini, <strong>Elsam</strong> mendukung lembaga swadaya masyarakat yang<br />

mempersoalkan pelanggaran <strong>HAM</strong> di Aceh, termasuk Simpang KKA, dengan<br />

mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Yang digugat antara lain<br />

Presiden dan Panglima TNI karena kebijakannya mengakibatkan pelanggaran<br />

<strong>HAM</strong> di Aceh. Tapi, gugatan itu kandas karena pengadilan tak bisa bekerja<br />

efektif.<br />

Sejak awal 1999, pelayanan hukum di Aceh lumpuh setelah para hakim dan jaksa<br />

yang selama ini bertugas di daerah yang sedang bergolak ini hengkang.<br />

Gelombang eksodus ini mulai terjadi sejak eskalasi gangguan keamanan di Aceh<br />

meningkat. Puncaknya adalah ketika isu bakal terjadinya pertempuran hebat<br />

2 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Jakarta: Serambi, 2007), hal. 626.<br />

3 Wawancara Agung Putri, 19 Juni 2008. Di akhir pelatihan, fasilitator meminta semua membuat catatan<br />

harian. Ada yang menulis catatan, ada beberapa yang menulis puisi dan diakhir acara dibacakan dengan<br />

lagu.<br />

4 Wawancara Abdul Haris Semendawai, 11 Juni 2008.<br />

5 Harian Global, “Korban Simpang KKA Tuntut Perhatian Pemerintah”, 5 Mei 2008.<br />

39

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!