28.02.2013 Views

indonesia0213ba_ForUpload

indonesia0213ba_ForUpload

indonesia0213ba_ForUpload

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

dari harapan umat Kristen? Haruskah kita tidak menghargai pengorbanan<br />

mereka? Harapan mereka bersama-sama menjadi anggota dari rakyat<br />

Indonesia yang merdeka dan bersatu. Jangan pakai kata-kata “minoritas,”<br />

jangan sekalipun! Umat Kristen tak ingin disebut minoritas. Kita tidak<br />

berjuang untuk menyebutnya minoritas. Orang Kristen berkata: “Kami tidak<br />

berjuang untuk anak kami untuk disebut minoritas.” Apakah itu yang kalian<br />

inginkan? Apa yang diinginkan setiap orang adalah menjadi warganegara<br />

dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sama dengan saya, dengan<br />

ulama, dengan anak-anak muda, dengan para pejabat, setiap orang tanpa<br />

kecuali: setiap orang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia,<br />

setiap orang, tanpa memandang minoritas atau mayoritas. 10<br />

Pada 1955, Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum pertama, di mana warga<br />

memilih anggota parlemen dan Konstituante, lembaga yang membuat undang-undang<br />

dasar. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin Sukarno meraih suara terbanyak<br />

dengan 23,3 persen. Masyumi, gabungan dari kelompok Islam yang dibentuk pada 1943—<br />

mengampanyekan Syariat Islam—urutan kedua dengan 21 persen suara.<br />

Perdebatan tentang pluralisme berlanjut. Pada 1957, misalnya, ketua Masyumi<br />

Muhammad Natsir menyatakan Pancasila:<br />

Tidak jelas dan tidak mewakili jiwa umat Muslim yang sudah memiliki<br />

ideologi yang pasti, jelas dan lengkap, yang bergelora dalam hati rakyat<br />

Indonesia sebagai inspirasi kehidupan dan sumber kekuatan, yakni Islam.<br />

Bilamana umat berpindah dari ideologi Islam ke Pancasila adalah sama<br />

artinya dengan melompat dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa yang<br />

vakum, tanpa udara.11<br />

Pada Juli 1959, Presiden Sukarno membubarkan Dewan Konstituante, mengembalikan<br />

UUD 1945, dan mengenalkan “Demokrasi Terpimpin”—sebuah konsep yang terbukti jadi<br />

10 Sukarno, “A speech at the University of Indonesia” di Jakarta, 7 Mei 1953, dalam Herbert Feith dan Lance Castles (eds),<br />

Indonesian Political Thinking 1945-1965 (Jakarta: Equinox 2007) hal. 168-69.<br />

11 Muhammad Natsir, “The Dangers of Secularism,” pidato pada 12 November 1957, dalam Herbert Feith dan Lance Castles<br />

(eds), Indonesian Political Thinking 1945-1965 (Jakarta: Equinox 2007) hal. 215-19.<br />

ATAS NAMA AGAMA 10

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!