02.07.2013 Views

Bab I

Bab I

Bab I

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Tidak ada teknologi yang bisa mengeluarkan lumpur dari paruparu,<br />

belum ada. Kita hanya bisa berdoa."<br />

Kepada Tuhan dia telah menitipkan buah hatinya. Kepada Tuhan<br />

juga dia masih saja berharap. Dalam rindu setiap malam. Menatap langit,<br />

dan membayangkan bintang-bintang di atas sana, seperti cahaya dari<br />

mata kekasihnya.<br />

Bahkan ketika gempa beberapa kali bergoyang, lelaki itu tak pernah<br />

beranjak. Masih diam di sana. Mematung. Pelipisnya basah keringat.<br />

Tatapan matanya hampa. Tidak dia tak hendak menghujat Tuhan. Allah<br />

Maha Bijak, Allah pasti punya rencana. Dia pun tak hendak meratapi<br />

yang telah pergi. Kalau boleh, dia hanya berharap bisa menemukan<br />

kejelasan.<br />

Di mana Engkau Cut sayang? Di mana pun Abang akan terus<br />

mencarimu, mengenangmu. Tidak dalam duka. Sebab duka hanya<br />

menyisakan kepahitan bahkan pada kenangan indah, seperti senyum<br />

manismu.<br />

Hingga bayangan senja datang, si lelaki masih di sana. Masker dan<br />

topi buntut, menghias wajah lusuh. Di dadanya terdapat sebuah papan<br />

yang digantungkan ke leher dengan seutas tali rafia. Sebuah tulisan<br />

dengan huruf besar-besar terbaca di sana.<br />

***<br />

Tuhan Tahu, Tapi Menunggu<br />

Oleh: Leo Tolstoy<br />

Di kota Vladimir tinggal seorang pedagang muda bernama Ivan<br />

Dmitrich Aksenov. Ia memiliki dua buah toko dan sebuah rumah tinggal.<br />

Aksenov cukup tampan, selalu riang, dan sangat gemar bernyanyi.<br />

Pada suatu musim panas Aksenov hendak pergi ke Pekan Raya<br />

Nizhny. Ketika akan berangkat, istrinya berkata, "Ivan, janganlah<br />

bepergian pada hari ini. Semalam aku bermimpi buruk tentang dirimu."<br />

Aksenov tertawa dan menyahut, "Engkau mengada-ada, istriku."<br />

"Aku sendiri tidak yakin; yang kutahu hanyalah bahwa semalam<br />

aku bermimpi buruk. Dalam mimpi itu kulihat engkau pulang dari kota<br />

dan kala kutanggalkan topimu kulihat rambutmu telah berwarna<br />

kelabu."<br />

Lagi-lagi Aksenov tertawa. "Itu pertanda baik. Lihat saja nanti,<br />

apakah aku berhasil memborong hadiah dari sana atau tidak." Setelah<br />

berkata demikian, dia berangkat.<br />

270 Bahasa Indonesia XII Program Bahasa

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!