11.07.2015 Views

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ICTJ - KontraSmengalami kompromi. Komisi Anti Korupsi (KPK) berwenang melakukan penyidikan sendiri,dan meneruskan laporannya kepada jaksa penuntut yang bekerja di Pengadilan Anti Korupsi. 92Namun, saat ini ada upaya dari beberapa pihak untuk membawa kembali pengadilan anti-korupsike dalam sistem peradilan biasa. Hal ini dikhawatirkan akan membuat gerakan anti-korupsimenghadapi tantangan besar seperti kebuntuan yang terjadi dalam kasus-kasus HAM.Bagaimana pun, hal paling mendasar dalam penegakan hukum di Indonesia adalah membanguntim jaksa penuntut yang independen. Hal ini dibutuhkan terutama ketika berurusan dengankejahatan HAM, yang seringkali merupakan kejahatan berat. Cara untuk mencapai tujuan iniadalah pemerintah harus menghapus korupsi dan nepotisme di Kejagung. Selain itu perlu upayameningkatkan kemampuan serta keseriusan jaksa penuntut dan penyidik ketika menanganikasus-kasus kejahatan serius yang dilakukan oleh aparat negara. Mengingat besarnya tantanganyang terlihat dari berulangnya penolakan untuk mengadili kejahatan masa lalu, bahkan setelahadanya putusan Mahkamah Konstitusi dan dengan meningkatnya jumlah kasus dugaan korupsioleh aparat kejaksaan yang diperiksa KPK, solusi ini membutuhkan komitmen dan sumber dayaselama bertahun-tahun. 93Langkah yang dapat dilakukan saat ini diantaranya adalah re<strong>for</strong>masi perundang-undangan.Dengan langkanya tim penyidik dan penuntut yang memiliki keahlian dan independensi tinggidalam menangani kejahatan HAM, harus ada kebijakan yang secara jelas menjamin bahwahasil temuan dan berkas Komnas HAM dianggap lengkap secara hukum jika sudah dinyatakanlengkap oleh Ketua Komnas HAM. Keputusan Kejagung untuk menyidik atau tidak kasus yangdirekomendasikan oleh Komnas HAM harus dijabarkan secara tertulis dan dipublikasikan segerasetelah berkas diterima. Sehingga keputusan Kejagung tersebut dapat dibawa ke proses judicialreview. Sistem serupa telah berhasil diimplementasikan di Irlandia Utara untuk kasus-kasus yangdiduga melibatkan kejahatan oleh aparat kepolisian. 94Satu pertanyaan kunci yang muncul dari sejarah dan kebingungan tentang pengadilan untukkasus yang terjadi sebelum UU 26/2000 adalah, mengapa hambatan ini dibiarkan berlarut-larutselama lebih dari 10 tahun? Persoalan apakah Kejagung yang harus menunggu rekomendasiDPR ataupun bertindak berdasarkan temuan Komnas HAM dapat diselesaikan denganmengamandemen undang-undang yang ada. Dalam putusan Eurico Guterres tahun 2007,Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa keputusan DPR harus berdasarkan laporan hasil92 UU No. 30/2002, pasal 53-62. KPK dibentuk dengan UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.Pengadilan Anti Korupsi juga dibentuk dengan pasal 53-62 UU tersebut. Meski demikian, tahun 2006 MahkamahKonstitusi menemukan bahwa pengadilan tersebut membutuhkan dasar hukum di bawah undang-undang tersendiri.DPR kemudian mensahkan UU no 46 tahun 2009 tentang Pengadilan korupsi. UU ini meneguhkan Pengadilan namunmengabaikan kemandirian pengadilan dan komisi. Lihat UU no 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Korupsi di http://www.komisiin<strong>for</strong>masi.go.id/assets/data/arsip/UU_46_Tahun_2009.pdf93 “Prosecutor’s Arrest Shows Need <strong>for</strong> Monitoring (Penangkapan Jaksa Penuntut menunjukkan Perlunya Pemantauan),”Jakarta Post, 22 February, 2011. http://www.thejakartapost.com/news/2011/02/14/prosecutor’s-arrest-shows-needmonitoring.html94 UU Kepolisian (Irlandia Utara) tahun 1998 yang telah diamandemen,http://www.legislation.gov.uk/ukpga/1998/32/contents48 www.ictj.org

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!