11.07.2015 Views

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

Keluar Jalur - International Center for Transitional Justice

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ICTJ - KontraSSalah satu contoh yang paling terkemuka adalah pengadilan kasus pembunuhan Munir, dimanatiga orang pejabat maskapai penerbangan dinyatakan bersalah dan seorang aparat intelijendibebaskan dalam proses pengadilan yang penuh kejanggalan (lihat kotak Pembunuhan Munir).Sistem peradilan sipil terbebani oleh praktik korupsi, ini membuat proses mengadili pelaku yangberkuasa atau kaya sangat sulit. Namun, untuk kasus-kasus dimana tindakannya tidak menjadibagian dari kejahatan masif yang sistematik, maka lebih tepat diadili di pengadilan pidana.Banyak kasus dimana pelanggaran yang terjadi dianggap tidak memenuhi unsur-unsur kejahataninternasional yang ada dalam UU 26 2000 (genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan) danakhirnya tidak diadili sama sekali. Situasi ini diperburuk dengan kenyataan bahwa kejahatanHAM yang berdiri sendiri seperti penyiksaan tidak masuk dalam mandat UU 26/2000, ataupundalam hukum pidana nasional. 1264. Pengadilan PerdataKarena kegagalan pengadilan HAM, pengadilan militer, dan pengadilan pidana dalam menuntutpertanggungjawaban pelaku, maka sebagian korban mencari jalan lain untuk mendapatkanpenyelesaian. Walaupun jarang ditempuh, ada korban yang telah mengajukan gugatan perdatauntuk menuntut kompensasi dan rehabilitasi. Hambatan dalam proses ini adalah sulitnyamendapatkan dasar hukum dan keenganan pengadilan untuk mengadili kasus-kasus yang dianggapkontroversial. (Lihat kotak Pembunuhan Munir dan Gugatan Perdata untuk Kasus 1965).Kotak 5: Gugatan Perdata untuk Kasus 1965Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggunakan sistem pengadilan perdata sebagaistrategi advokasi dengan menggugat lima orang mantan Presiden melalui sebuah classaction pada tahun 2005. Gugatan ini menuntut kompensasi dan rehabilitasi korbanpembantaian massal pada tahun 1965, dimana diperkirakan 500.000 sampai sejuta wargasipil di Indonesia dibunuh. Gugatan ini juga menuntut sebuah permintaan maaf tertulis,dibangunnya sebuah monumen untuk korban 1965, penulisan sejarah yang benar dalamkurikulum nasional, dan pencabutan peraturan-peraturan yang diskriminatif. Salah satutujuan dari gugatan ini adalah menghentikan diskriminasi yang berlanjut yang dialamikorban berkaitan hak-hak sipil dan politik mereka, hak kepemilikan tanah, akses padapekerjaan, dan kebebasan politik. Misalnya, Kartu Tanda Penduduk (KTP) para mantantahanan politik diberi tanda khusus, “ET (eks Tapol)” dan harus menunjukkan status inipada tiap polisi atau pejabat publik yang memeriksa KTP mereka. Namun, PengadilanJakarta Pusat membatalkan gugatan ini pada bulan September 2005 dengan alasan tidakadanya kewenangan pengadilan terhadap kasus ini.126 Amnesty <strong>International</strong>, Indonesia: Briefing to the UN Committee Against Torture (Indonesia: Laporan Ringkas KepadaKomite Anti Penyiksaan PBB), (April 2008).58 www.ictj.org

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!