13.10.2016 Views

m-132-2015

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

laporan utama<br />

KALEIDOSKOP KOMISI VI DPR RI<br />

RAPAT MARATON PMN<br />

Mengawali tahun <strong>2015</strong>, Komisi VI<br />

DPR RI disibukkan dengan menggelar<br />

rapat maraton soal Penyertaan Modal<br />

Negara (PMN). Komisi VI membentuk<br />

Panitia Kerja (Panja) untuk melakukan<br />

pengawasan atas program pemerintah<br />

menyuntikkan anggaran ke sejumlah<br />

BUMN. Seperti diketahui, Pemerintahan<br />

Joko Widodo merilis beberapa program<br />

unggulan, seperti pembangunan infrastruktur<br />

dan tol laut.<br />

Untuk melicinkan program tersebut,<br />

pemerintah menggelontorkan anggaran<br />

ke BUMN pilihan. Dan Komisi VI sempat<br />

membentuk dua tim Panja untuk membahas<br />

PMN dengan sejumlah BUMN.<br />

Pada APBN-P <strong>2015</strong> tercatat PMN yang<br />

diajukan sebesar Rp 72,9 triliun. Ada 35<br />

BUMN yang mengajukan proposal untuk<br />

mendapatkan PMN dari pemerintah.<br />

Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan<br />

(Dapil Jabar VI) pada akhir Janua ri<br />

menjelaskan, Panja PMN ini i ngin mengorek<br />

lebih jauh tentang kinerja korporasi<br />

dan operasional beberapa BUMN yang<br />

diundang. “Lalu, kita juga ingin tahu<br />

bagaimana BUMN tersebut tanpa PMN<br />

dan setalah mendapat PMN,” ka tanya.<br />

Dari rapat dengan beberapa BUMN<br />

tersebut akan terlihat mana yang sehat<br />

dan mana yang tidak sehat.<br />

TINJAU DJAKARTA LLOYD<br />

Tim Komisi VI DPR tinjau PT. Djakarta<br />

Lloyd (D’Lloyd) di Pelabuhan<br />

Tanjung Priok, Jakarta. Peninjauan ini<br />

terkait dengan PMN yang diberikan untuk<br />

D’Lloyd sebesar Rp 350 miliar. April<br />

<strong>2015</strong>, Tim Komisi VI melihat dari dekat<br />

program perbaikan kapal sekaligus<br />

pembelian kapal baru oleh D’Lloyd dari<br />

anggaran PMN yang sudah dikucurkan.<br />

Kapal-kapal yang sedang diperbaiki<br />

u mumnya sudah mengalami korosi di<br />

lambung dan berumur tua.<br />

Kapal Sam Ratulangi adalah salah<br />

satu dari program revitalisasi kapal yang<br />

dilakukan D’Llyod. Kapal ini memiliki<br />

kapasitas 1.600 kontainer dan dibuat tahun<br />

2001. Nilai perbaikan kapal mencapai<br />

Rp 38,1 miliar. Dengan menggunakan<br />

speed boot, Tim Komisi VI mendekati tiga<br />

kapal di perairan teluk Jakarta. Dua kapal<br />

lainnya adalah kapal Jatiwangi yang<br />

menelan anggaran perbaikan sebesar Rp<br />

22,6 miliar. Dan kapal Lhoksemawe butuh<br />

anggaran Rp 19,2 miliar.<br />

Komisi VI DPR sidak ke Pasar Tebet<br />

KUNJUNGI PASAR TEBET TIMUR<br />

Jelang Ramadan pada Juni <strong>2015</strong>,<br />

Komisi VI DPR RI kunjungi Pasar Tebet<br />

Timur, Jakarta Selatan. Harga-harga kebutuhan<br />

bahan pokok waktu itu membumbung<br />

tinggi di tingkat pengecer.<br />

Selain lonjakan harga, Komisi VI juga<br />

banyak menemukan produk makanan<br />

tanpa label. Dipimpin Ketua Komisi VI<br />

DPR Achmad Hafisz Tohir dan Wakil<br />

Ketua Heri Gunawan, tim Komisi VI<br />

menyisir setiap pedagang sembako di<br />

dalam pasar.<br />

Dialog dengan para pedagang pasar<br />

terjadi begitu cairnya. Heri Gunawan<br />

sempat menanyakan harga beberapa komoditas.<br />

Tempe, misalnya, ukuran kecil<br />

dijual Rp 2500, ukuran sedang Rp 5.000,<br />

dan ukuran besar Rp 6000. Harga beras<br />

bermerek dijual mulai Rp 18.500/kg<br />

atau Rp 9.000/liter. Tim Komisi VI juga<br />

memberi penjelasan kepada para pedagang<br />

yang menjual produk kue tanpa label.<br />

Izin pembuatan label tak dipungut<br />

biaya. Temuan banyaknya jajanan pasar<br />

tanpa label mengindikasikan lemahnya<br />

pengawasan oleh pemerintah.<br />

BENTUK PANJA PELINDO II<br />

September <strong>2015</strong>, Komisi VI membentuk<br />

Panja Pelindo II untuk menyelidiki<br />

kontrak konsesi anak perusahaan Pelindo<br />

II, JICT kepada perusahaan asal<br />

Pimpinan Komisi VI DPR panggil Dirut Pelindo II<br />

Hong kong, Hutchison Port Holding<br />

(HPH). Kasus ini telah mengundang perhatian<br />

publik dan memenuhi headline<br />

media massa. Pasalnya, Pelindo II telah<br />

memperpanjang kontrak tanpa melibatkan<br />

regulator pelabuhan (Kemenhub).<br />

Kasus ini juga berawal dari kunjungan<br />

mendadak Presiden Joko Widodo<br />

ke Tanjung Priok dan mempersoalkan<br />

dwelling time.<br />

Dirut Pelindo II RJ. Lino dinilai<br />

telah melanggar UU No.17/2008 tentang<br />

Pelayaran. Tak hanya melanggar<br />

UU, Lino juga telah mengabaikan tiga<br />

surat mantan Menteri Perhubungan<br />

yang melarang perpanjangan konsesi<br />

kepada HPH. Nilai kontrak juga tak sesuai<br />

yang diharapkan. Kontrak pertama<br />

tahun 1999, HPH membayar USD 243<br />

juta. A nehnya, pada kontrak kedua, HPH<br />

hanya diwajibkan membayar USD 215<br />

juta untuk 20 tahun kemudian.<br />

Semua pihak yang terkait dengan<br />

persoalan ini dipanggil ke rapat Panja.<br />

Bahkan, Ketua Komisi VI Achmad Ha­fisz<br />

Tohir, menyatakan, Panja bisa saja mengunjungi<br />

HPH ke Hongkong untuk melihat<br />

seperti apa profil perusahaan ini.<br />

Panja menilai, JICT sudah bisa dikelola<br />

oleh anak bangsa sendiri, tak perlu lagi<br />

asing ikut mengelola pelabuhan. Bahkan,<br />

menurut Wakil Ketua Komisi VI Heri<br />

Gunawan, ada pendapatan ke kas negara<br />

sebesar USD 160 juta bila JICT dikelola<br />

mandiri oleh putra putri terbaik bangsa.<br />

(MH) FOTO: AYU, ANDRI/PARLE/HR<br />

EDISI <strong>132</strong> TH. XLV, <strong>2015</strong><br />

17

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!