13.10.2016 Views

m-132-2015

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pribadinya begitu ramah dan<br />

sederhana. Tuturnya jelas,<br />

apa adanya. Ia juga sosok yang<br />

sangat religius. Inilah Jazilul<br />

Fawaid, Anggota F-PKB DPR RI. Bicara<br />

soal dunia pesantren, Jazil adalah sosok<br />

yang tepat untuk diajak bicara. Hampir<br />

separuh hidupnya berada di pesantren.<br />

Kepada Parlementaria, dia berbagi<br />

cerita menarik tentang masa kecilnya<br />

di kampung dan suka dukanya menjadi<br />

santri.<br />

Di tengah kesibukkannya yang luar<br />

biasa, Jazil menyempatkan waktu untuk<br />

wawancara eksklusif dengan Parlementaria.<br />

Sejak dilantik sebagai Anggota<br />

DPR, Jazil dipercaya menempati kursi<br />

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar)<br />

DPR. Selain itu, ia juga duduk sebagai<br />

Anggota Komisi V DPR.<br />

MASA KECIL DI BAWEAN<br />

Bawean adalah pulau kecil di laut<br />

Jawa, tepatnya di utara Gresik. Dahulu<br />

akses kapal dari Bawean ke daratan<br />

pulau Jawa masih sulit, karena sangat<br />

bergantung pada cuaca. Butuh waktu<br />

delapan jam ke Gresik dengan kapal.<br />

Bila ombak sedang besar, dermaga terpaksa<br />

ditutup dan warga pun terisolir.<br />

Umumnya mata pencaharian masyarakat<br />

Bawean adalah nelayan dan petani.<br />

Secara administratif, Bawean masuk Kabupaten<br />

Gresik, Jawa Timur.<br />

Adalah M. Sunan Hamli, seorang PNS<br />

pensiuanan guru agama yang dipindah<br />

dari Pulau Bawean ke Sidayu, Gresik.<br />

Pagi itu, ia sedang menanti kelahiran<br />

anak pertamanya bersama istri tercinta,<br />

Insiyah. Minggu pagi, ketika mentari<br />

sedang bersinar indah, tangis bayi memecah<br />

kesunyian di rumah sederhana.<br />

Kalender yang tergantung menunjukkan,<br />

5 Desember 1971. Dibantu dukun<br />

beranak, lahirlah bayi mungil laki-laki<br />

yang diberi nama Jazilul Fawaid. Nama<br />

islami yang diharapkan banyak menebar<br />

manfaat bagi masyarakat.<br />

Lahir di masa serba sulit. Hampir<br />

tak ada fasilitas kesehatan di Bawean.<br />

Bayi mungil yang biasa disapa Jazil itu,<br />

menjadi pelipur lara kedua orangtuanya.<br />

Setelah kelahiran Jazil, masih ada dua<br />

adiknya yang lahir kemudian. Jadi, Jazil<br />

adalah sulung dari tiga bersaudara. Adik<br />

pertamanya perempuan wafat karena<br />

sakit. Tak ada upaya pengobatan maksimal<br />

yang bisa dilakukan waktu itu, karena<br />

di kampungnya tak ada dokter atau<br />

puskesmas.<br />

Jazil kecil hidup di tengah keluarga<br />

yang sangat religius. Bersama teman-teman<br />

kecilnya di kampung, ia suka sekali<br />

bermain. Sungai dan pantai adalah dua<br />

tempat favorit untuk bermain. Berenang<br />

dan memancing ikan hampir menjadi<br />

keseharian masa kecilnya. Bermain bola<br />

juga menjadi kesukaannya. Tak cuma itu,<br />

Jazil kecil pun sangat kreatif membuat<br />

mainan sendiri dari pelepah pisang untuk<br />

dijadikan sebilah pedang. Senangnya<br />

mengingat masa kecil di kampung.<br />

Waktu itu, di kampungnya belum<br />

banyak pemilik TV. Untuk mendapat<br />

hiburan tontonan TV, Jazil mampir<br />

ke rumah paman yang kebetulan<br />

bertetangga. Bila malam tiba, rumah<br />

pamannya dipenuhi tetangga yang juga<br />

ingin menonton tv ramai-ramai. Aneka<br />

Ria Safari jadi acara favorit yang disiarkan<br />

TVRI. Sesekali ada pula hiburan<br />

layar tancap. Kampung dipastikan ramai<br />

bila layar tancap digelar.<br />

Sementara itu, memulai pendidikan<br />

formalnya, Jazil kecil bersekolah di SDN 1<br />

Daun Timur, Bawean. Bersama sahabatsahabat<br />

kecilnya, ia biasa berjalan kaki<br />

ke sekolah yang jaraknya tak jauh dari<br />

rumah. Di SD ini hanya dua tahun. Jazil<br />

kemudian pindah ke Gresik dan melanjutkan<br />

kelas III SD sekaligus bersekolah<br />

juga di Madrasah Ibtidaiyah Ma’rif Islamiyah,<br />

Kertosono, Gresik. Pagi belajar<br />

di SD, sorenya di madrasah ibtidaiyah.<br />

Pengetahuan umum seperti sejarah jadi<br />

mata pelajaran yang sangat disuka Jazil.<br />

Malamnya, ia juga belajar mengaji<br />

pada sang kakek dan Ayahnya. Nilai-nilai<br />

agama sudah ditanamkan sejak dini oleh<br />

keluarganya. Kedua orangtuanya juga<br />

selalu menanamkan kejujuran. Satu hal<br />

yang tak pernah dilupakan Jazil dari nasihat<br />

sang kakek, “Jangan pernah merasa<br />

rugi saat menolong orang lain.” Nasihat<br />

itu terus membekas hingga kini.<br />

Setamat SD, Jazil kecil melanjutkan ke<br />

Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum, Gresik<br />

di bawah asuhan KH. Ma’shum Sufyan.<br />

Di sinilah dunia pesantren mulai dikenalnya.<br />

Enam tahun lamanya ia mengenyam<br />

pendidikan pesantren. Tak hanya<br />

ilmu agama yang didapat, kemandirian<br />

hidup juga jadi pelajaran berharga yang<br />

didapat. Banyak kenangan samasa menjadi<br />

santri. Ia tak suka pada kegiatan latihan<br />

pidato di pesantrennya, karena memang<br />

tak biasa bicara di depan umum.<br />

Foto kenangan di pesantren. Jazil (paling kiri) saat mengaji kitab kuning bersama KH Ma’shum Sofyan<br />

Jazil selalu mencari cara agar ia tak<br />

mendapat giliran menjadi orator dalam<br />

latihan pidato tersebut. Namun, disiplin<br />

pondok memaksanya ia harus tetap<br />

menghadapi latihan berpidato (muhadhoroh<br />

dalam istilah pesantren). Akhirnya<br />

ia terbiasa juga dengan kegiatan muhadhoroh.<br />

Menariknya lagi, semasa di<br />

pesantren, ternyata Jazil pernah terpilih<br />

menjadi Ketua Pondok. Semacam ketua<br />

OSIS di sekolah yang memimpin adik-<br />

EDISI <strong>132</strong> TH. XLV, <strong>2015</strong><br />

57

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!