26.09.2015 Views

HTTP://WWW.TEMPOINTERAKTIF.COM

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

LIPUTAN KHUSUS<br />

Indonesianis<br />

Indonesia dan Dunia Se<br />

SUDAH 66 tahun berlalu sejak mulainya revolusi Indonesia<br />

dan 40 tahun sesudah saya datang di Indonesia untuk<br />

menulis Revolusi Nasional Indonesia (aslinya 1974 dan<br />

versi Indonesia 1996). Buku itu lebih-kurang mencerminkan<br />

pergeseran perlahan-lahan di antara pendapat para<br />

akademikus asing pada 1970-an yang sudah kecewa melihat perubahan<br />

demokratis terjadi melalui cara ekstremisme: polarisasi<br />

dan kekerasan pada 1960-an. Namun mereka masih terkesan oleh<br />

suksesnya revolusi itu, yang menghasilkan suatu identitas nasional<br />

yang cukup diterima di Indonesia.<br />

Buku baru saya pada 2010, Imperial Alchemy: Nationalism and<br />

Political Identity in Southeast Asia (Alkimia Imperial: Nasionalisme<br />

dan Identitas Politik di Asia Tenggara), kembali ke tema-tema<br />

tersebut dengan cara yang lebih komparatif dan terpisah. Buku<br />

yang ditulis lama sesudah semangat asli revolusi mereda ini membuat<br />

dua kesimpulan pokok mengenai nasionalisme Indonesia.<br />

Pertama, ia sama seperti sebagian besar bentuk nasionalisme<br />

yang lain di Asia, yang memiliki perbedaan tajam dengan berbagai<br />

bentuk nasionalisme di Eropa. Sebab, ia memproklamasikan<br />

unit imperium sebagai wilayah sakral negara baru yang tidak boleh<br />

diganggu-gugat, bukan memecah-belah imperium menjadi lebih<br />

banyak unit yang homogen secara etnis dan bahasa. Bahwa alkimia<br />

(menjelmakan besi menjadi emas) ini berhasil secara luas di<br />

Asia dijelaskan oleh terbongkarnya nasionalisme menjadi beberapa<br />

jenis, sehingga suatu nasionalisme anti-imperial yang kuat secara<br />

emosional tapi mestinya tidak bertahan lama dapat ditransformasikan<br />

menjadi modal universal modern dari suatu nasionalisme<br />

negara tanpa memberi banyak ruang gerak pada apa yang<br />

saya sebut sebagai jenis nasionalisme etnis yang homogen.<br />

Kesimpulan kedua kembali ke tema lama: jalan revolusioner Indonesia<br />

menuju kemerdekaan merupakan sesuatu yang amat penting<br />

untuk membedakannya dengan sebagian besar tetangganya.<br />

Pada akhir abad ke-20, retorika Sukarno yang romantis tentang<br />

melupakan masa lalu dan membangun masa depan yang baru tidak<br />

diingkari pihak militer, yang mengambil alih kekuasaan di bawah<br />

Soeharto, tapi ia dimiliterisasi menjadi legitimasi terhadap<br />

dwifungsi militer.<br />

Sama seperti kasus dua negara Asia lainnya yang menempuh jalan<br />

revolusioner menuju pengakuan sebagai negara modern, yaitu<br />

Cina dan Vietnam, identitas nasional Indonesia, sebagaimana<br />

diajarkan di setiap sekolah dan kursus P4 di era Soeharto, didasarkan<br />

atas tradisi perjuangan revolusioner yang diciptakan, dan<br />

pada bahasa dan budaya nasional yang baru dan netral. Tidak didasarkan<br />

atas aneka ragam prestasi yang telah tercapai oleh banyak<br />

budaya yang ada di Indonesia.<br />

Harga yang dibayar akibat jalan revolusioner itu sangat tinggi,<br />

dalam hal merusak ekonomi (terutama pada periode 1945-1970,<br />

ketika Indonesia ketinggalan jauh di belakang Malaysia dan Thailand),<br />

menggerogoti supremasi hukum, mengesampingkan berbagai<br />

budaya tulis yang hidup di Nusantara, dan menuntut tingkat<br />

kekerasan politik yang tinggi, terutama untuk lebih-kurang setengah<br />

juta orang, yang karena kematian mereka pada 1965-1966,<br />

terbukalah dan dimungkinkan suatu pola tunggal yang baru, yang<br />

dibebankan secara otoriter.<br />

Tapi ganjarannya adalah kesatuan Indonesia yang bisa kita lihat<br />

hari ini, dengan dua generasi yang dididik dalam sistem yang sangat<br />

tersentralisasi, sehingga identitas politik Indonesia masa kini<br />

adalah salah satu identitas di Asia yang paling berjalan berdasarkan<br />

konsensus, selain berdiri kukuh, sehingga tidak perlu dipaksakan<br />

lagi. Suksesnya transisi ke demokrasi, walaupun pada awal<br />

diiringi bentrokan SARA yang penuh kekerasan, telah menunjukkan<br />

betapa besarnya sukses itu, dan 66 tahun kemudian orangorang<br />

Indonesia boleh berbangga.<br />

Pandangan sekilas pada sejarah nonrevolusioner di India atau<br />

Malaysia, yang beberapa budaya dan daerahismenya memiliki kedudukan<br />

hukum yang berbeda tapi terus berkembang dan menyusahkan<br />

pemerintah nasionalnya, menegaskan poin ini. Keserbasamaan<br />

yang nyaman dalam hal bahasa dan langgam suara yang dihasilkan<br />

oleh setengah abad pertama di Indonesia yang sering menyakitkan<br />

itu sekarang merupakan aset yang sangat besar, karena<br />

seorang Indonesia dapat mengikutsertakan diri dengan dunia dengan<br />

semangat terbuka yang demokratis, tanpa ada kekhawatiran<br />

akan mengkompromikan identitasnya. Harga tinggi yang telah di-<br />

94 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!