26.09.2015 Views

HTTP://WWW.TEMPOINTERAKTIF.COM

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

EROPA<br />

Karya Nusantara. Ini berlangsung<br />

delapan tahun, mulai edisi pertama<br />

1971 hingga edisi ke-16 pada 1979.<br />

Sesudah itu, dari 1979 hingga<br />

1983, terbitan dua kali setahun ini<br />

dicetak bergantian di Bandung dan<br />

Yogyakarta. Ini berkaitan dengan<br />

kedudukan tiga redakturnya: Henri<br />

Chambert-Loir di Bandung, Claude<br />

Guillot di Yogyakarta, dan Pierre-<br />

Yves Manguin di Jakarta .<br />

Sebetulnya, Labrousse menambahkan,<br />

”Mula-mula kami mengarahkan<br />

Archipel sebagai suatu majalah<br />

yang lebih terbuka. Dalam arti<br />

berisi juga wawancara dan artikelartikel<br />

yang lebih pribadi.” Karena<br />

itu, pada nomor-nomor awal, Archipel<br />

memuat wawancara Labrousse<br />

dengan, antara lain, sastrawan Ajip<br />

Rosidi, pelukis A.D. Pirous, bahkan<br />

aktris Fifi Young.<br />

Dampaknya lumayan. Misalnya<br />

TEMPO/JACKY RACHMANSYAH<br />

wawancara Archipel boleh dikata<br />

membuka pintu pelukis A.D. Pirous<br />

ke Afrika Utara. Kepada Labrousse,<br />

Pirous mengaku, berkat wawancara<br />

Archipel, waktu itu ia diundang ke<br />

sebuah pameran di Maroko.<br />

Yang juga selalu dikenang Labrousse<br />

adalah penerbitan nomor<br />

kelima pada 1974, yang khusus mengupas<br />

secara dalam tentang film<br />

Indonesia lengkap dengan filmografinya.<br />

”Waktu itu belum ada pihak<br />

yang melakukan filmografi lengkap<br />

tentang film Indonesia,” Labrousse<br />

menegaskan.<br />

Archipel dibaca para peminat,<br />

yang memang merupakan sasaran<br />

mereka. Para peneliti, perpustakaan,<br />

dan berbagai lembaga ilmiah<br />

berlangganan. Juga sejumlah<br />

kawan pribadi para redaktur, yang<br />

berlangganan sebagai bentuk solidaritas.<br />

Lambat-laun berbagai lembaga<br />

penelitian ilmiah Prancis terlibat,<br />

sebagai bagian dari penerbitan,<br />

dan menyubsidi Archipel.<br />

Penerbitan jadi lebih terjamin.<br />

Namun, ”Kami makin lama makin<br />

berada di lingkungan ilmiah murni,<br />

sehingga Archipel harus disesuaikan<br />

sedikit demi sedikit dengan tradisi<br />

penulisan ilmiah yang formal,”<br />

tutur Labousse setengah mengeluh.<br />

Ini sering membuat Labrousse<br />

merasa kehilangan karena penulisan<br />

Archipel menjadi tak memungkinkan<br />

lagi bergaya esai.<br />

Setidaknya ada empat lembaga<br />

ilmiah Prancis yang mendukung<br />

langsung Archipel: Centre National<br />

de la Recherche Scientifique (CNRS,<br />

semacam LIPI Prancis), Ecole Francaise<br />

d’Extreme Orient (Sekolah<br />

Prancis untuk Timur Jauh), Ecole<br />

des Hautes Etudes en Sciences Sociales<br />

(EHESS), dan Institut National<br />

des Langues et Civilisations<br />

Orientales.<br />

Dukungan didapat terutama dalam<br />

hal ahli yang mengirim tulisan.<br />

Juga, sejak 1986, tenaga pekerja.<br />

Dukungan dana langsung tak terlalu<br />

banyak. CNRS, misalnya, sempat<br />

menyumbang hingga 2.000 euro<br />

per tahun. Sekarang sudah berhenti,<br />

tinggal tenaga pegawai yang mereka<br />

tempatkan di Archipel.<br />

Sudah tentu, dana awal penerbitan<br />

Archipel berasal dari kantong<br />

”Waktu itu<br />

belum ada<br />

pihak yang<br />

melakukan<br />

filmografi<br />

lengkap<br />

tentang<br />

film<br />

Indonesia.”<br />

Denys Lombard<br />

pribadi para pendirinya. ”Kira-kira<br />

setiap orang merogoh 2.000 euro<br />

kalau nilai sekarang. Dan uang itu<br />

tak pernah dikembalikan, ha-haha…,”<br />

Labrousse tergelak. Namun,<br />

ujarnya, investasi pribadi itu pulalah<br />

yang membuat mereka merasa<br />

memegang penuh majalah itu.<br />

Namun Archipel ternyata berhasil<br />

dan berkembang menjadi salah<br />

satu jurnal ilmiah paling penting<br />

dan paling berwibawa mengenai Indonesia.<br />

Bahkan, belakangan, begitu<br />

banyak peneliti yang tidak berbahasa<br />

Prancis yang mengirim tulisan.<br />

Memang Archipel dari permulaan<br />

memuat tulisan tiga bahasa:<br />

Prancis, Inggris, dan Indonesia.<br />

Menurut Labrousse, keberhasilan<br />

Archipel terutama karena determinasi<br />

luar biasa Lombard, yang mengelola<br />

keredaksian di masa awal,<br />

dengan pandangan tajamnya sebagai<br />

seorang ahli sejarah terkemuka<br />

di dunia ilmu pengetahuan. Sedangkan<br />

Labrousse lebih mengurus<br />

administrasi dan berbagai hal<br />

teknis: mengeset, mencuci film, dan<br />

menata letak. Juga mengurus keluar-masuk<br />

uang secara disiplin. ”Sebab,<br />

biasanya cendekiawan tahunya<br />

hanya ada uang, tapi tak terlalu sering<br />

berpikir bagaimana mengadakannya,”<br />

ujar Labrousse terbahak.<br />

Sesudah berpindah-pindah di<br />

Bandung-Jakarta-Yogyakarta, penerbitan<br />

Archipel sepenuhnya hijrah<br />

ke Paris pada 1980-an karena<br />

pengelolanya sebagian besar kembali<br />

ke Paris. Namun sebetulnya<br />

alamat redaksi sejak awal menggunakan<br />

alamat Paris, menumpang<br />

pada kantor Cedrasemi, kelompok<br />

peneliti tentang Asia Tenggara.<br />

Baru pada 1976 Archipel menumpang<br />

di kantor EHESS sesudah<br />

Lombard diangkat sebagai direktur<br />

di lembaga itu.<br />

Lombard meninggal pada 1998.<br />

Christian Pelras sudah sangat uzur.<br />

Cuma tinggal Labrousse dari tiga<br />

pendiri Archipel yang masih aktif<br />

hingga sekarang.<br />

Kepemimpinan redaksi Archipel<br />

sepeninggal Lombard dialihkan<br />

kepada Marcel Bonneff. Lalu berturut-turut<br />

digantikan oleh Henri<br />

Chambert-Loir, lalu Claude Guillot,<br />

lantas Claudine Salmon, kemudian<br />

20 NOVEMBER 2011 TEMPO| 109

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!