26.09.2015 Views

HTTP://WWW.TEMPOINTERAKTIF.COM

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

LIPUTAN KHUSUS<br />

Indonesianis<br />

N. BULLOUGH<br />

Setelah pensiun, dia banyak<br />

menghabiskan waktu untuk menulis<br />

artikel. Sesekali juga diminta menerbitkan<br />

kembali buku-buku lama.<br />

Rencananya, buku Literary Migration:<br />

Traditional Fictions in Asia<br />

(17th-20th Century) bakal diterbitkan<br />

ulang.<br />

Rumahnya hanya berjarak tiga<br />

kilometer dari Menara Eiffel. Jika<br />

tak sedang sibuk, dia berolahraga<br />

ringan. Gerakan ringan yang diajarkan<br />

sewaktu sekolah menengah<br />

dulu menjadi andalan untuk menyegarkan<br />

tubuhnya. ”Supaya otot<br />

tetap ada, kan katanya kalau sudah<br />

tua otot jadi kurang,” ujar kelahiran<br />

Beumenil, dusun di dekat Kota Biuyeres,<br />

Prancis Timur, ini.<br />

❖ ❖ ❖<br />

Lain Claudine, lain Yves Manguin.<br />

Menjadi guru besar di Ecole des Hautes<br />

Etudes en Sciences Sociales (Sekolah<br />

Pendidikan Tinggi Ilmu-ilmu<br />

Sosial) di Prancis dan Kepala Arkeologi<br />

Asia Tenggara Pierre Yves Manguin<br />

bolak-balik Prancis-Vietnam-<br />

Indonesia. Pada 1977, dia tiba di Indonesia<br />

untuk melakukan penelitian<br />

lapangan tentang Asia Tenggara kepulauan<br />

dan pramodern.<br />

Keahliannya adalah sejarah maritim<br />

dan perdagangan laut. Indonesia<br />

sebagai negara kepulauan dengan<br />

posisi di jalur perdagangan,<br />

menurut dia, sangat istimewa. Dari<br />

banyak seminar dan perdebatan tentang<br />

Sriwijaya, Pierre pun diminta<br />

membantu penelitian. Penelitiannya<br />

membuktikan Kerajaan Sriwijaya<br />

lahir dan berkembang di Palembang.<br />

Keberadaan Sriwijaya juga memberi<br />

makna penting bagi perkembangan<br />

Buddha di Asia Tenggara<br />

dan Cina Selatan. Dia menemukan<br />

bukti adanya hubungan dengan India<br />

di Sumatera sebelum munculnya<br />

Sriwijaya. ”Meski belum ada Indianisasi,<br />

sudah ada hubungan dengan<br />

India,” ujar Pierre.<br />

Pria kelahiran Portugal ini juga<br />

diajak terlibat dalam penelitian Tarumanagara<br />

bersama Pusat Penelitian<br />

Arkeologi Nasional. Dia berharap<br />

menemukan kota di tepi Sungai<br />

Citarum itu. Tapi malah menemukan<br />

kuburan animisme dari kebudayaan<br />

Buni. ”Ada kuburan besar<br />

tapi belum ketemu kotanya, mungkin<br />

perlu digali lagi,” ujarnya.<br />

Sriwijaya menjadi penelitian yang<br />

cukup menarik. Karena dia bisa<br />

mengeksplorasi lapangan dengan<br />

cukup optimal. Lokasi di dekat sungai<br />

dan laut membuat Pierre kerasan.<br />

”Seperti di rumah sendiri,” ujarnya<br />

sambil terkekeh.<br />

❖ ❖ ❖<br />

Prof Dr Arlo Griffiths juga tak sengaja<br />

meneliti Indonesia. Dia tergolong<br />

peneliti yang masih muda. Profesor<br />

sejarah Asia Tenggara ini semula<br />

mengajar di Belanda. Dia ahli<br />

Arlo Griffiths<br />

menemukan<br />

prasasti di<br />

kandang<br />

kambing.<br />

bahasa Sanskerta dan budaya Hindu-Buddha.<br />

Bidang ini mulai tak<br />

lagi laku di Belanda. Dia pun melamar<br />

ke EFEO, lembaga penelitian<br />

bidang sosial dan Asia Tenggara.<br />

Dia menelusuri budaya di Kamboja,<br />

kemudian masuk ke Indonesia<br />

untuk mempelajari budaya Hindu-<br />

Buddha, Sanskerta, dan batas-batas<br />

wilayah Indonesia kuno. ”Kalau<br />

tidak ada perbandingan dengan negara<br />

lain kurang lengkap dan menarik,”<br />

ujar Arlo, yang datang di Indonesia<br />

tiga tahun lalu.<br />

Dia mengkhususkan diri pada<br />

pendataan teks prasasti. Dia melihat<br />

banyak peninggalan ini di Sumatera,<br />

Jawa, dan Bali. Berbagai prasasti<br />

yang disimpan di museum dan ditemukan<br />

di lapangan akan dia data.<br />

Pendataan yang dia sebut ”semacam<br />

sensus” ini meliputi tempat prasasti<br />

disimpan, huruf yang dipakai, jumlah<br />

baris dalam prasasti, dan sebagainya.<br />

Hal ini akan dikelompokkan<br />

berdasarkan faktor kronologi, geografi,<br />

dan bahasanya. Ada bahasa<br />

Sanskerta dan Melayu kuno.<br />

Penelitiannya memang baru sebatas<br />

ini. Belum mendalami isi prasasti,<br />

meski sebenarnya dia mampu<br />

karena menguasai epigrafi—kajian<br />

prasasti. Di Indonesia, menurut<br />

dia, tak kurang ada tiga ribu prasasti.<br />

Sayangnya, menurut dia, belum<br />

banyak yang diterjemahkan, baik<br />

terjemahan dari bahasa Jawa kuno<br />

atau Melayu kuno ke bahasa Indonesia<br />

atau bahasa Inggris. ”Yang ada<br />

sekarang ini baru alih aksara,” ujar<br />

pria yang baru saja menikahi perempuan<br />

Indonesia ini.<br />

Pertengahan Oktober lalu dia melakukan<br />

penelitian di bekas Kerajaan<br />

Singasari-Majapahit di Jawa Timur.<br />

Ia juga mengunjungi beberapa<br />

museum, dinas atau instansi yang<br />

menangani peninggalan arkeologi,<br />

kompleks candi, juga pergi ke rumah<br />

penduduk atau lokasi yang ada jejak<br />

arkeologinya. Selama itu dia menemukan<br />

10-20 prasasti yang belum<br />

pernah dilaporkan. Yang unik, dia<br />

juga mendapatkan sebuah prasasti<br />

di kandang kambing. ”Yang ini sudah<br />

agak parah kondisinya, agak susah<br />

dibaca,” ujarnya tersenyum sambil<br />

menunjuk foto-fotonya.<br />

■<br />

106 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!