HTTP://WWW.TEMPOINTERAKTIF.COM
Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page
Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KOLOM<br />
BURHAN DJABIR MAGENDA*<br />
Prof Geertz memulai studi kultural yang menandai pendekatan<br />
utama studi Indonesia di Amerika. Seperti Prof Kahin, Prof Geertz<br />
kemudian mendapat Bintang RI dari pemerintah Indonesia.<br />
Sebagai salah satu Pusat Studi Asia Tenggara tertua di Amerika,<br />
di samping Cornell, Universitas Yale dengan tokohnya Prof<br />
Karl Pelzer menghasilkan pula ”Indonesianis” ternama, misalnya<br />
Prof William Liddle, Prof Don Emerson, dan Dr Ong Hok Ham.<br />
Prof Liddle, yang kemudian menetap di Ohio State University di<br />
Columbus, telah menghasilkan ”Indonesianis” generasi kedua dan<br />
ketiga dari Indonesia, seperti Mochtar Mas’ud, Makarim Wibisono,<br />
Affan Gaffar, Rizal Mallarangeng, Salim Said, dan Saiful Mujani,<br />
sebagai contoh. Semuanya dalam disiplin ilmu politik, karena<br />
Pusat Studi Asia Tenggara yang multidisiplin ada di Athens, juga<br />
di Negara Bagian Ohio.<br />
Pusat Studi Asia Tenggara pada 1970-an juga ada di Universitas<br />
Northern Illinois, De Kalb. Di sana ada Indonesianis terkenal Prof<br />
Dwight King, yang dalam ilmu politik dikenal dengan teorinya<br />
tentang ”korporatisme negara” di masa Orde Baru, yang dibandingkannya<br />
dengan Amerika Latin. Banyak mahasiswa Indonesia<br />
belajar di situ; yang terkenal adalah Andi Mallarangeng (Menteri<br />
Pemuda dan Olahraga sekarang). Studi oleh Dwight King memang<br />
tidak terlalu memakai pendekatan kultural seperti pendekatan<br />
umum Indonesianis di Amerika, tapi juga tidak memakai<br />
analisis kelas seperti yang kemudian banyak dilakukan Indonesianis<br />
dari Australia.<br />
KAA<br />
Studi Indonesia di Australia mulai berkembang pada dekade<br />
1970 di berbagai universitas, baik di Universitas Monash, Universitas<br />
Sydney, ANU, maupun Universitas Murdoch. Yang paling<br />
menonjol adalah kuatnya pendekatan politik ekonomi studi-studi<br />
di Australia dibandingkan dengan pendekatan kultural dan institusional<br />
seperti di Amerika. Salah satu pelaku studi politik ekonomi<br />
yang terkenal adalah Prof Richard Robison dengan bukunya<br />
The Rise of Capital.<br />
Analisis politik ekonomi juga sering dilakukan Indonesianis<br />
dari Australia lainnya, yakni Howard Dick. Murid Richard Robison<br />
dari Universitas Murdoch, Vedi Hadis, juga mempelajari masalah<br />
perburuhan dan kemudian berkembang pada aspek-aspek<br />
politik lainnya dengan cukup produktif. Tapi pendekatan kultural<br />
dan institusional ala Amerika juga tetap berkembang, seperti studi<br />
Harold Crouch tentang militer dan Prof James Fox dengan studi<br />
antropologinya. Dua-duanya berbasis di ANU, Canberra.<br />
Di samping dari Australia, ilmuwan dari Jepang banyak menulis<br />
tentang masalah politik ekonomi dan sosiologi. Prof Tsuyoshi<br />
Kato dari Universitas Kyoto, yang disertasinya di Cornell tentang<br />
sosiologi keluarga urban orang Minang, melakukan berbagai riset<br />
tentang kelompok pedagang. Di Belanda, dengan basis utama di<br />
Universitas Leiden dan Universitas Amsterdam, muncul generasi<br />
baru Indonesianis yang kreatif, seperti Henk Schulte Nordholt<br />
dan Gerry van Klinken, yang banyak menulis tentang politik lokal<br />
kontemporer di Indonesia. Hasil karya Indonesianis Belanda semakin<br />
banyak beredar dan memakai bahasa Inggris dan Indonesia<br />
sehingga jauh lebih efektif dibanding para Indolog dulu.<br />
Periode 20 tahun terakhir menunjukkan diversifikasi studi Indonesia<br />
dari ”American-centered”. Bahkan, dalam dua dekade terakhir,<br />
ada Pusat Studi Asia Tenggara (ISEAS) di Singapura dengan<br />
publikasi yang teratur tentang Indonesia. Yang terkenal adalah<br />
Dr Bilveer Singh, yang menulis tentang ABRI. Di Amerika sendiri<br />
juga terjadi perluasan penyebaran dan tidak lagi ”Cornell-sentris”.<br />
Hal ini seiring dengan berakhirnya Perang Vietnam pada<br />
1975, sehingga pusat-pusat studi Asia Tenggara mulai kekurangan<br />
dana eksternal. Semakin banyak universitas di Amerika yang<br />
menghasilkan Indonesianis dengan mutu yang baik walaupun bukan<br />
lokasi Pusat Studi Asia Tenggara, seperti dilakukan Prof Liddle<br />
di Ohio State University.<br />
Demikian pula pendekatan teoretis studi Indonesia makin beragam.<br />
Pendekatan institusional dari Kahin dan kultural simbolik<br />
dari Geertz sudah diperkuat pendekatan politik ekonomi dan<br />
analisis kelas, terutama oleh Indonesianis dari Australia. Mungkin<br />
karena tidak mau terikat dengan pendekatan kultural ini, Prof<br />
Arief Budiman menulis tesis dalam analisis strukturalis-Marxian<br />
tentang pemerintahan Presiden Allende di Cile di Universitas<br />
Harvard dan kemudian merasa at home sebagai profesor di Universitas<br />
Melbourne, Australia.<br />
* ALUMNUS UNIVERSITAS CORNELL<br />
20 NOVEMBER 2011 TEMPO| 123